Suna

948 131 8
                                    

Perjalanan menuju Negara Angin berlangsung canggung. Sejak dari gerbang desa, tak banyak interaksi antara Shikamaru dan Sakura. Mereka berjalan dalam keheningan. Sesekali Shikamaru menoleh ke samping, memastikan si gadis bersurai merah muda tidak menabrak sesuatu karna terlalu tenggelam dalam pikirannya.

​"Sebentar lagi gelap, sebaiknya kita mencari tempat beristirahat." Shikamaru berujar malas. Gadis disebelahnya tampak setuju, meski hanya merespon dengan sebuah anggukan singkat.

​Setelah mencari sekitar 15 menit, mereka akhirnya menemukan sebuah gua yang terlihat cukup nyaman dan aman. Setelah menyalakan api unggun, Shikamaru duduk bersandar di dinding gua, berseberangan dengan Sakura.

​Lagi-lagi, situasi terasa canggung bagi Shikamaru. Ia merutuki keputusan Kakashi yang membatalkan Naturo untuk bergabung bersama mereka ke Negara Angin.

Andai saja ada Naruto, pasti suasana tidak akan secanggung ini, hah.

​"Kau lapar?"

​Pertanyaan mendadak dari Sakura membuat Shikamaru terperanjat.  "Ah, aku sudah—" Kalimatnya menggantung saat gadis itu sudah mengulurkan sebelah tangannya untuk menyerahkan setengah roti lapis miliknya.

"Makanlah." Ucap Sakura cukup tegas, membuat Shikamaru mau tak mau mengambilnya, meski dengan perasaan sungkan.

​"Terimakasih."

​Sejujurnya Shikamaru memang sedikit lapar. Akhir-akhir ini, sejak bekerja lembur, sepertinya lambungnya menjadi sedikit lebih memanjang. Nafsu makannya meningkat, begitu juga dengan porsi makannya. Jadi tak heran bila kini perut sudah keroncongan lagi, meski sudah menghabiskan bekalnya dua jam yang lalu.

​Shikamaru mendongak, saat Sakura tiba-tiba saja berdiri. Gadis itu telah selesai dengan roti lapisnya. "Aku akan berjaga lebih dulu." Ucap gadis itu tanpa menoleh, sebelum akhirnya meninggalkan Shikamaru sendirian di dalam gua.

​"Hah—" Pria berambut nanas mengeluh pelan. Dengan malas, ia merebahkan diri, menatap langit-langit gua yang gelap.

​Suasana terasa begitu hening dan sunyi. Shikamaru hanya bisa mendengar bunyi angin yang menerpa pepohonan, dan dengungan serangga yang berterbangan di sekitar tempatnya tidur, membuatnya cukup jengkel. Dan disaat seperti itu, wajah Kakashi tiba-tiba saja muncul. Ia kembali teringat dengan misi khusus yang diberikan pria bersurai silver itu padanya, dan hal itu membuatnya semakin jengkel saja.

​"Bagaimana aku akan melakukannya, terlebih disaat seperti ini? Yang benar saja!" Ia berujar sebal. "Aku tidak tahu apa yang Rokudaime-sama rencanakan, tapi yang pasti, ini sangat merepotkan."

​Setelah mengomel sendirian, tanpa sadar, Shikamaru mulai terlelap. Ia menyadari bahwa sudah lima jam berlalu setelah suara hujan dan hembusan angin dingin  menerpa wajahnya dan membuatnya terbangun. Shikamaru langsung mengambil posisi duduk, dan saat itu sebuah kain panjang jatuh ke pangkuannya.

​"Eh, kapan aku memiliki ini?" Diperhatikannya kain panjang itu lamat-lamat, kemudian beralih menatap api unggun yang sudah padam. "Pantas saja terasa dingin—" celutuknya.

​Detik berikutnya, Shikamaru segera mengedarkan pandangan kesekeliling gua. Kosong. Ia tak menemukan gadis bersurai merah muda di manapun.

​"Apa dia terjebak hujan di luar?"

​Shikamaru segera bangkit, hendak mengintip dari bibir gua, namun setelah mengambil beberapa langkah, ia berhenti. Sakura tampak duduk bersandar di tepi dinding bibir gua, ujung kakinya basah, terkena percikan air hujan.

​Apakah dia ketiduran disana? Sungguh merepotkan.

​Saat hendak mendekat, ia kembali menghentikan langkah saat kepala Sakura tiba-tiba saja tertunduk lesu ke bawah. Gadis itu tidak tidur, Shikamaru dapat memastikannya.

Can We Call This Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang