"Bye! Hati-hati dijalan cuy!"
Aira melambaikan tangannya pada Cika pergi dengan mobilnya. Gadis itu kini berdiri di depan gerbang rumahnya karena Cika menghentikan mobilnya tepat di depan rumah mewah nan megah, tentunya rumah tersebut adalah rumah Aira di novel atau lebih tepatnya rumah orang tuanya.
Di dalam mobil Cika, gadis itu sempat merasa aneh dengan sahabat satu-satunya itu. "Kok Aira rada aneh setelah kepalanya kena bola ya? Dia kek bukan Aira sahabat gue yang kalem," gumam gadis itu yang sejak tadi sudah memikirkan perubahan sikap Aira yang berbeda dari biasanya, pasalnya Aira sebelumnya orangnya kalem dan cara bicaranya pun sopan meskipun menggunakan kosa kata lo-gue.
Tapi setelah bangunnya Aira dari pingsannya, Cika merasa gadis itu berubah. "Ck! Apasih gue mikirnya nething mulu, mungkin perasaan gue aja kali ya, lagian dia kan abis kena bola jadi rada aneh gitu, bahkan Aira aja kek orang amnesia."
Tak ingin terlalu memikirkan hal buruk tentang sahabatnya itu, Cika geleng-geleng kepala mencoba mengusir segala pemikiran buruk tentang Aira.
Kembali lagi pada Aira yang kini masih tak kunjung masuk ke dalam rumahnya sendiri, alasannya gadis itu merasa ragu bertemu para keluarganya atau keluarga Aira asli yang sama sekali tak dia kenal.
"Sumpah, ini semua salah Nita! Kenapa coba dia gak jadiin gue peran yang lebih penting dikit biar gue tau siapa aja keluarga dari Aira asli, kalo gini kan gue kek beneran amnesia, lagian si Aira asli juga kenapa pas tadi di mimpi gak ngasih petunjuk atau seenggaknya ngenalin semua keluarganya," cerocos Aira sebelum menghela nafas kasar menatap bangunan megah Nan mewah yang ada di depannya.
Aira sungguh takjub dengan bangunan rumah tersebut, tapi ada yang jauh lebih penting dari pada menikmati rumah barunya itu. "Huffh! Terus sekarang gue harus gimana? Pura-pura lupa sama keluarga sendiri cuma gara-gara kena lemparan bola? Ck! Gak masuk akal banget anjirr!"
Gadis itu terus mengomel sendiri sembari memikirkan kemungkinan-kemungkinan setelah dia bertemu anggota keluarganya yang baru, dan dia sampai tak sadar jika ada salah satu satpam yang bekerja di rumahnya memandang dia aneh dan heran.
"Non Aira kenapa di sini? Gak masuk non?"
Sempat Aira tersentak kaget, bagaimana tidak satpam tersebut tiba-tiba saja muncul di sampingnya dan bersuara. "Eh bapak! Ngagetin aja Pak!"
"Hehe maaf non, non Aira kenapa gak langsung masuk?" tanya pak satpam nya lagi membuat Aira bingung harus menjawab apa.
"Eee itu pak, ini juga mau masuk pak, saya duluan ya pak bye bye." Begitu menjawab seperti itu Aira langsung berlalu pergi meninggalkan satpam tersebut, takut jika dia dicurigai gara-gara berdiri seperti patung di depan rumah sendiri.
"Non Aira aneh," gumam pak satpam nya yang geleng-geleng melihat tingkah Aira yang tak biasa.
Sedangkan di sisi lain Aira sudah sepenuhnya masuk ke dalam rumahnya, tak lupa dia mengucap salam karena itu sudah kebiasaannya sejak dulu karena didikan kedua orang tuanya. Teringat kedua orang tuanya membuat gadis itu rindu. Dan raut wajah gadis itu pun berubah sendu.
Aira terus berjalan sampai langkahnya terhenti di ruang tengah.
"Assalamu'alaikum." Aira mengulang salamnya lagi mengira bahwa orang yang ada di ruang tengah itu tak mendengar suaranya.
'Eh Aira islam kan ya? Gak salah kan gue salam?' batin Aira yang baru teringat jika semua yang ada di Aira novel belum tentu sama dengannya.
"Waalaikumsalam, eh Aya baru pulang? Sini sayang Mama mau kasih kamu kabar gembira," ujar seorang wanita paruh baya yang terlihat masih muda dan sangat cantik, Aira sampai sempat berdecak kagum dalam hati dan matanya tak berkedip menatap wanita yang menyebut dirinya sebagai Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayata
Fantasy"Anjing!" "Bangsat! "Babi!" Umpatan-umpatan kasar itu keluar begitu saja dari mulut seorang gadis yang beru bangun dari tidurnya. Dia Airaya Floranika yang baru sadar jika sekarang dirinya berada di dunia lain. "Ck! Ini semua gara-gara si Rianjing n...