Di sebuah ruangan kerja yang kedap suara ada seorang laki-laki berpakaian khas kantoran tengah duduk di sebuah kursi kebesaran. Laki-laki itu baru saja menerima telepon dari seseorang.
Wajahnya yang tadi datar dan biasa saja tiba-tiba berubah menahan amarah setelah menerima panggilan telepon yang baru saja dia akhiri secara sepihak itu.
Tangan kanannya yang ada di atas meja mengepal erat sampai urat-urat tangannya terlihat menonjol, tatapan matanya menajam melihat lurus ke arah layar laptop di depannya.
"Sial! Tidak ada yang memberitahuku masalah ini!"
Brakk!
Dengan emosi yang menguasai diri laki-laki itu, tanpa bisa dicegah meja yang ada di depannya menjadi sasaran pelampiasan amarahnya.
Laki-laki itu menekan sebuah tombol yang ada di atas meja. Raut wajahnya semakin dingin dan datar sebelum tak lama kemudian ada seorang laki-laki lain masuk atas izin laki-laki yang duduk di kursi tersebut.
"Siapkan penerbangan saya ke Indonesia malam ini juga!" Dengan tegas dan tak terbantahkan laki-laki yang duduk di kursi kebesaran itu memerintah laki-laki yang baru datang.
Sampai sini jika dilihat-lihat laki-laki itu merupakan seorang bos yang memerintahkan bawahannya untuk mematuhi semua perintah darinya.
Laki-laki yang diduga sebagai bawahan tersebut terlihat ingin berbicara. "Tap–"
Agaknya ingin protes tapi langsung disela laki-laki yang duduk di kursi. "Sekarang! Saya tidak mau dibantah dengan alasan apapun Hans!"
Laki-laki yang dipanggil Hans oleh bosnya itu menghela nafas pasrah. "Baik Tuan."
Selesai menjawab seperti itu Hans permisi pergi dari ruangan tersebut meninggalkan bos nya yang masih diam menatap lurus tanpa melirik sedikitpun ke arahnya.
Selepas kepergian bawahannya, laki-laki yang tadinya menunjukkan raut wajah datar dan dingin itu tiba-tiba menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyuman miring penuh arti.
'Shit! Aku udah gak sabar bertemu lagi denganmu baby, mari kita lihat apa kamu melupakanku juga?' laki-laki itu membatin tanpa melunturkan senyumnya.
****
Selepas kepergian Mama dan kedua Abangnya, Aira terdiam merenung sembari menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru langit. Aira tebak si pemilik asli kamar tersebut suka dengan warna itu.
Gadis itu tengah memikirkan rencana yang akan dia buat agar dia terlepas dari kematian. Sebisa mungkin Aira akan mempertahankan hidupnya di dunia novel ini karena dia tak yakin jika dia dunia asli akan selamat dan sembuh dari racun yang diberikan oleh saingannya di kelas, siapa lagi jika bukan Ryan si pemberi racun di minumannya.
Mengingat itu membuat Aira teringat dengan sifat Ryan sangat munafik dan bermuka dua. Laki-laki itu memang selalu baik dan ramah pada semua orang termasuk Aira, tapi gadis itu tahu sendiri bahwa laki-laki itu tak sebaik yang ditunjukkan di depan umum.
Diam-diam Aira sadar jika Ryan berusaha mengalahkannya dalam juara kelas, tapi sayangnya semester kemarin dia lah yang menempati peringkat pertama, mungkin itu yang membuat Ryan dendam padanya dan berakhir nekat memberikan racun mematikan dalam minumannya.
Aira memang pintar, tapi kelakuan gadis itu terkadang membuat orang geleng-geleng kepala akibat tingkahnya yang tak jarang barbar dan ceplas-ceplos. Tapi Aira melakukan menunjukkan itu hanya di depan orang-orang yang dia kenal atau orang dekat.
"Kalo alurnya belum mulai gue bisa santai-santai dulu kan? Lagian masalahnya ada di Aira yang waktu itu nyebrang jalanan."
"So, intinya jangan keluar rumah dulu biar aman, tapi gue harus tau ini alurnya mulainya kapan," lanjut Aira bergumam pelan. Rencana gadis itu begitu simple, karena masalahnya ada di dirinya saja, jika Aira menghindar untuk tak keluar rumah pada saat si protagonis laki-laki mengejar protagonis perempuan maka Aira akan selamat dari mautnya.
"Udah lah gak usah dipikirin mulu, orang cuma gitu doang, yang penting sekarang gue jalanin hidup kayak biasanya aja dan jangan buat masalah di sini biar alurnya gak hancur gara-gara kedatangan gue."
"Dan, nikmatin punya dua abang cogan," lanjut Aira tersenyum lebar dengan wajah cerah.
Begini nih, jika masalah cogan Aira akan sumringah dan semakin semangat menjalani kehidupan nya sehari-hari.
Masih dengan senyuman lebar yang tak luntur, Aira bergumam lagi. "Jadi gak sabar buat sekolah besok, gue kepo sama temen-temen Calvin terutama protagonis nya, pasti cakep banget dah tuh si Rendra."
Itu kalimat terakhir yang Aira gumam kan dengan senyuman lebar di wajahnya sebelum luntur dan perlahan sepasang matanya tertutup bersamaan dengan dia yang meraih selimut tebal untuk menyelimuti tubuhnya sampai sebatas dada.
Akibat terlalu fokus memikirkan masalah alur cerita, Aira sampai melupakan ponsel milik Aira asli yang belum sempat dia jelajahi isinya, gadis itu tadi baru mengotak-atik bagian kamera dari ponsel tersebut untuk mengecek.
Selain Aira suka ceplas-ceplos, dia juga suka selfie, lagi pula siapa yang tak suka kegiatan mengambil gambar diri sendiri itu? Maka dari itu yang pertama terlintas di kepala Aira saat melihat ponsel milik Aira asli yang berlogo apel digigit tersebut adalah kamera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayata
Fantasy"Anjing!" "Bangsat! "Babi!" Umpatan-umpatan kasar itu keluar begitu saja dari mulut seorang gadis yang beru bangun dari tidurnya. Dia Airaya Floranika yang baru sadar jika sekarang dirinya berada di dunia lain. "Ck! Ini semua gara-gara si Rianjing n...