Telungpuluh (30)

2.7K 126 33
                                    

Haiii

Hiks malu bgt asli woi, bab sebelumnya ternyata ga bisa 300vote. Emng ya terlalu pd itu ga baik hiks.

Gapapaa, karena sekarang aku gabut jadi mau coba up hehe. Jadi 300vote nya dibatalin haha.

Jangan hujat aku kalo ceritanya makin ga nyambung huhu, karena aku nulis cerita ini tanpa outline, jadi cuma ngandelin ide yg muncul dadakan🙏

Enjoyy

_________

Brukk!

"Eh monyet!" Latah Panji yang tadinya tengah fokus menonton sesuatu di ponselnya. Hm mencurigakan, laki-laki itu duduk di pojok sofa yg berada di sudut ruangan.

Tatapan kesal langsung Panji layangkan pada Gian yang baru datang dan langsung melempar kresek berisi berbagai cemilan di atas meja yang ada di dekat Panji.

"Ck! Ngagetin aja lo!" decak Panji kesal dan merasa kegiatannya terganggu akibat teman kulkasnya itu.

Gian hanya diam tanpa merespon, kaki jenjangnya melangkah duduk di single sofa yang berada di dekat Neo. Neo baru saja selesai bertelponan dengan salah satu pacarnya, dia melirik Gian jengah, sebab karena Gian membuat suara bising, pacarnya jadi mematikan telponnya.

"Kenapa lo?" tanya Neo yang merasa Gian terlihat berbeda.

Gian menggeleng sekilas lalu mengeluarkan rokok beserta korek api, membakar ujung rokoknya lalu menaikkan salah satu kakinya ke atas paha sebelum mengapit sebagang rokok di sela-sela bibirnya.

"Makan aja," ujar Gian singkat sambil melirik ke arah kresek di atas meja.

Neo memilih tak bertanya lagi dan beralih duduk di dekat Panji yang masih sibuk dengan dunianya sendiri.

Ketiga laki-laki itu kini sedang berada di markas geng mereka. Entah kemana Rendra dan kedua temannya yang lain, tapi kini ruangan yang mereka tempati terlihat sepi hanya ada ketiga manusia itu.

"Heh! Tumben lo ga langsung nyerbu nih cemilan," ujar Neo sambil menyikut lengan Panji yang tengah memasang wajah serius dengan tatapan terus tertuju ke ponsel.

"Apasih bangke! Jangan ganggu gue dulu!" ketus Panji sambil membenarkan earphones yang sedari tadi menyumpal kedua telinganya.

Neo memicingkan matanya curiga lalu mendekatkan dirinya ke Panji, mencoba melihat apa yang tengah Panji tonton.

Panji yang menyadari itu berdecak kesal dan mencoba menghalangi Neo yang ingin melihat apa yang tengah dia lakukan.

"Jancok! Kepo banget lo tai!" maki Panji terlanjur kesal melirik Neo sinis.

"WAH! LO NONTON BOKEP YA!" seru Neo dengan suara menggelegar. Wajahnya terlihat shock dibuat-buat.

Tapi itu tak menganggu Gian yang masih tenang menikmati sebatang rokoknya sambil melamun.

Plakk!

"Bangsat mulut lo! Fitnah banget anjing!" Kata-kata mutiara terus keluar dari mulut Panji yang terlanjur emosi pada Neo. Tak tahu saja jika dirinya sejak tadi tengah menonton salah satu film favorit nya, psikopat.

Neo meringis kesakitan merasakan kepalanya langsung berdenyut setelah digeplak Panji. "Sakit njir! Gue kan tadi cuma bercanda doang elah!"

Tak lama setelah Neo berteriak, datang tiga laki-laki yang masih berseragam dengan dilapisi jaket kulit bertuliskan VAGOSTA, siapa lagi jika bukan Rendra, Calvin, dan juga Alan.

"Berisik!" ujar Alan yang langsung duduk di sofa yang masih kosong, kebetulan di tempat yang semula diduduki Neo, dekat Gian.

Neo dan Panji saling melemparkan tatapan sinis, sedangkan Rendra acuh sebab sudah biasa melihat pertengkaran keduanya. Sedangkan Calvin dengan santai mengambil cemilan yang ada di dalam kresek.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang