Telulas

7.5K 393 0
                                    

Sargata Raylen Wilson, pebisnis muda yang sudah memiliki perusahaan sendiri di umurnya yang baru berkepala dua, yaitu 23 tahun. Paras blasteran Indonesia-London ini tak bisa diragukan lagi, banyak perempuan dari kalangan remaja sampai tante-tante yang mengantri untuk mendapatkan perhatian laki-laki itu, sayangnya Sarga tak pernah mengubris satu pun dari mereka.

Tubuhnya yang atletis, hidung mancung bak prosotan anak TK, alis tertata rapi dan bulu mata sedikit lentik, jangan lupakan rahang tegas dan bibir sedikit tebal berwarna pink alami, sungguh nyaris sempurna bukan?

Wajar saja bukan jika Sarga menjadi incaran banyak perempuan dari kalangan manapun, sayangnya kebanyakan dari mereka takut mendekati Sarga karena tatapan tajam mengintimidasi dan wajah dingin selalu laki-laki itu tunjukkan pada siapapun kecuali di depan orang yang dia sayang.

"Ya ampun Sarga, maafin Mama ya udah buat kamu nunggu lama, tadi Mama lagi di kamar mandi dan gak denger suara bel yang dibunyiin sama Bi Sarah." Airin datang dengan tergesa-gesa sambil menjelaskan sebelum wanita itu duduk tepat di samping laki-laki yang sedari tadi sudah duduk di sofa ruang tengah sambil memainkan ponsel.

Sarga tersenyum tipis. "No problem Ma," balasnya singkat sembari menatap Airin yang mengangguk.

"Ngomong-ngomong gimana kabar kamu selama di London satu bulan ini?" tanya Airin membuka topik pembicaraan dengan wajah antusias.

"Tidak baik, aku sangat rindu sama putri Mama, jika bukan urusan yang tidak bisa ditinggalkan itu aku tidak akan pergi ninggalin Aya lagi," jawab Sarga dengan raut wajah sulit diartikan.

"Mama dan yang lain kenapa sembunyiin tentang kondisi Aya dari aku? Varo terutama," lanjut Sarga dengan raut wajah mulai datar, tak seperti tadi yang masih bisa tersenyum tipis pada Airin.

Melihat calon menantunya yang menatapnya seperti itu membuat Airin sedikit cemas dan tersenyum kikuk. "Ah itu, kita belum sempat hubungin kamu Sarga, soalnya kemarin kita semua sibuk jaga Aya."

Calon menantu? Yes, dugaan kalian benar, Sarga dan Aira ada hubungan dan Nita tak menuliskan nya di novel, ternyata dibalik semua hal tentang figuran yang tak Nita tuliskan di novelnya ada suatu fakta yang mungkin membuat Aira jika tahu ini akan terkejut setengah mati.

Faktanya, Aira si figuran telah mempunyai tunangan yang usianya tujuh tahun lebih tua darinya sekaligus merupakan teman Abang sulungnya sejak SD. Ya, orangnya adalah Sarga, dan laki-laki itu sudah kenal dekat dengan keluarga Aira sejak berteman dengan Alvaro. Lebih parahnya lagi aslinya Aira sudah dekat dengan Sarga sejak gadis itu SD dan mereka bertunangan saat Aira kelas sepuluh, jadi baru satu tahun yang lalu saat usia gadis itu masih lima belas tahun.

Saking dekatnya Sarga dengan keluarga Aira, laki-laki itu sudah akrab dengan semua anggota keluarga Aira sampai memanggil kedua orang tua gadis itu dengan panggilan yang sama seperti Aira.

So, mungkin itulah salah satu alasan Sarga mengapa dia tak melirik satu pun perempuan yang terang-terangan kagum padanya selain alasan risih, Sarga telah mempunyai pujaan hati yang sudah cukup sempurna di matanya dan bersanding dengannya walau perbedaan umur mereka tujuh tahun.

"Hm." Sarga hanya berdehem dan mengangguki alasan Airin sebelum kembali bertanya pada calon mertuanya itu.

"Jadi Aya benar-benar amnesia dan lupain aku Ma?"

Lidah Airin terasa kelu, merasa tak tega mengatakan itu pada Sarga karena dia tahu bagaimana perasaannya saat baru tahu jika putri semata wayangnya melupakan Mamanya sendiri.

"Em iya Sarga, Aya lupa sama kita semua tapi kamu tenang aja kata dokter amnesia Aya gak berlangsung lama dan bakalan sembuh secepatnya, dan kamu juga bisa berkenalan ulang sama Aya, maaf kebetulan Mama juga belum kenalin kamu sama Aya karena Mama takut kalo nanti Aya berusaha keras mengingat semuanya akan berakibat sama kesehatannya," ungkap Airin menjawab pertanyaan Sarga dengan penjelasan yang lumayan panjang.

Sarga yang mendengarkan dengan seksama mengangguk singkat. "Lalu kenapa sekarang Aya Mama biarin sekolah? Padahal aku sudah sangat merindukan putri Mama itu," balasnya membuat Airin meringis dalam hati.

'Duh nih anak nanya mulu, nasib punya calon mantu posesif ya gini' batin Airin tanpa sepengetahuan Sarga. Airin juga sedikit tak nyaman dengan bahasa yang digunakan Sarga, terkadang sedikit kaku dan kurang santai dan terkadang santai. Namun Airin mewajarkan itu karena Sarga mungkin memang terbiasa akibat sudah terjun ke dunia bisnis dan bertemu rekan-rekan kerja.

"Mama juga pengennya dia gak sekolah dulu Ga, tapi tunangan kamu mohon-mohon mau sekolah hari ini, jadi ya Mama sama Papa terpaksa izinin Aya sekolah," ujar Airin mencoba berbicara lembut memberikan pengertian pada Sarga agar laki-laki itu tak marah.

Meskipun Airin tak pernah mendapatkan amarah dari calon menantunya itu, Airin pernah satu kali melihat kemarahan Sarga pada waktu Aira kelas sepuluh yang pulang dalam keadaan tubuh penuh tepung dan telur, bukan karena dibully tapi karena diberikan surprise oleh para teman sekelasnya.

Tapi Sarga mengartikan lain kejadian itu, laki-laki itu marah saat dia kebetulan ada di kediaman Wijaya dan melihat Aira yang pulang dijemput supir dalam kondisi seperti itu. Sarga nyaris marah besar sebelum Aira berhasil menenangkannya dan yang membuat laki-laki itu menahan amarah dan mengurungkan niatnya untuk menemui teman-teman Aira yang telah memberikan surprise pada gadis itu.

Satu kata untuk Sarga, posesif.

"Hm, ya sudah Ma aku pulang ke rumah dulu, aku minta nanti jangan ada yang jemput Aya karena aku mau jemput dia langsung," ujar Sarga yang kemudian bangkit dari sofa.

Airin mengangguk dan ikut bangkit. "Iya Sarga, berarti tadi kamu langsung ke sini? Gak pulang dulu?" tanyanya sedikit tak habis pikir dengan calon menantunya itu.

Dengan santai Sarga mengangguk membenarkan pertanyaan Airin sebelum meraih tangan wanita tersebut untuk dia cium singkat.

"Assalamu'alaikum."

Tanpa menunggu balasan Airin, Sarga berlalu begitu saja meninggalkan Airin yang hanya bisa menjawab salam laki-laki itu sembari geleng-geleng kepala.

"Semoga aja Aya bisa inget sama Sarga dan jangan sampai Aya mancing emosinya," gumam Airin yang terus menatap kepergian Sarga sampai laki-laki itu menghilang dari pandangannya.

                                                  





AyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang