Bab empatpuluh dua

1K 110 10
                                    

"Kamu perempuan yang baik, Chysara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu perempuan yang baik, Chysara. Saya yakin kamu akan dapat laki-laki yang jauh lebih baik dari Dhiwangkara. Jadi saya minta tolong untuk jangan rusak kebahagiaan Eliana. Hanya Kara yang Eliana mau."

Berapa kali pun aku mencoba untuk melupakan kata-kata Pak Rion saat di kantor tetap gagal. Pak Rion benar, sejak awal, akulah yang bersalah karena sudah masuk ke dalam kehidupan Dhiwangkara. Seandainya saja empat tahun lalu kami tidak bertemu, mungkin keduanya akan bahagia. Seandainya saja aku tidak kembali menaruh hati padanya, mungkin Kara tidak akan membatalkan pernikahannya dengan Eliana.

Lalu, harus dari sudut pandang mana aku melihat segalanya? Jika dari beberapa kacamat orang lain, mungkin mereka akan menganggapku sebagai orang ketiga.

Aku seorang perempuan, apakah aku tega bahagia di atas penderitaan sesama perempuan? Kini, segala tentang hubunganku dengan Kara terlihat salah.

Handphone yang sengaja kuletakkan tepat di depanku duduk sejak tadi tidak berhenti menampilkan panggilan dari Kara. Sejak pembicaraan dengan Pak Rion tadi, agaknya aku enggan menemui atau bahkan mendengar suaranya.

"Chya?"

Aku buru-buru mengusap wajah saat Luna masuk ke dalam kamarku. Sore tadi, aku pamit pada Mas Agas untuk pulang dan memintanya untuk tidak mengatakan apa-apa soal pembicaraan kami tadi pada Kara. Awalnya Mas Agas tidak setuju, tapi aku mengatakan padanya aku butuh waktu untuk menerima itu semua.

"Ada apa, Lun?"

"Makan, ya? Lo belum makan dari siang tadi, 'kan?" Luna membawa sepiring nasi penuh dengan lauk dan segelas air putih. Dia menyuapiku yang justru malah kembali menangis mengingat permasalahanku dengan Kara.

"Sudah dong, Chya. Gue yakin lo bisa hadapi ini, please jangan nangis, lo kuat, oke." Luna ikut menangis kemudian memelukku.

"Aku bingung, Lun. Gimana cara ngomong sama papa dan mama." Napasku tersenggal karena sesak yang sejak tadi kutahan. Mengingat kedua orang tuaku, rasa sesak ini semakin terasa. Papa pasti akan kecewa dengan apa yang sudah aku lakukan, begitu juga mama.

"Gue bakal bantu ngejelasin sama mereka. Lo tenang aja, mulai detik ini gue bakal dampingi lo sampai lo bahagia. Gue minta maaf kalau selama ini gue enggak peka soal hubungan lo sama Fairuz."

"Kamu enggak salah, Lun. Fai juga enggak salah. Aku yang salah semuanya di sini. Ini mungkin balasan atas apa yang sudah aku lakukan sama Fai." Aku mengeratkan pelukan pada Luna.

Seluruh energi yang ada dibadanku rasanya habis untuk menangisi situasi saat ini. Badanku panas sejak sore, tapi harus aku tahan untuk menghindari obat atau dokter yang mungkin akan mama sarankan untukku.

"Ngejelasin apa, Chya?" tanya mama yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku dan menatapku tanpa ekspresi. "Mau jelasin siapa ayah yang ada di dalam kandungan kamu?"

Don't Find Me In Your Memories ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang