ʙᴀʙ ᴇɴᴀᴍ

3.9K 348 23
                                    

Meski tergolong baru lima tahun berdiri, Coffetalk berhasil menyabet gelar sebagai perusahaan unicorn di Indonesia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski tergolong baru lima tahun berdiri, Coffetalk berhasil menyabet gelar sebagai perusahaan unicorn di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kesuksesan, terkadang kami harus memutar otak untuk mencari ide dan inovasi baru.

Setelah presensi meeting pertamaku dengan Pak Rion, dan memberikan pendapat soal garis besar ide yang diberikan Pak Rion. Aku mendapat tugas untuk membuat campaign di sosial media, terutama terkait produk baru. Kata Eza, ini sesuatu yang belum pernah terjadi pada karyawan yang baru seminggu bekerja setelah training singkat.

"Chya, untuk permintaan Pak Rion soal desain baru landing page kita sudah diperbaharui belum, ya?" tanya Runi, salah satu tim marketing yang bekerja denganku. "Soalnya, kata Bu Tami, Pak Dhiwangkara minta desainnya diubah biar cocok sama produk baru kita juga."

Tanganku yang sedang mengetik beberapa pertanyaan untuk quissioner otomatis terhenti begitu nama Dhiwangkara disebut. Namun, secepat mungkin aku menggelengkan kepala.

"Belum. Soalnya kemarin kata tim design ada perubahan warna yang diminta Pak Rion." Aku menoleh ke arah kubikel Runi yang bersebelahan denganku.

"Loh? Pak Rion minta ganti warnanya? Duh, gimana deh Si Boss, dia yang minta buru-buru, tapi dia juga yang gonta-ganti ide mulu." Bu Tami menginterupsi. Perempuan itu adalah manager marketing yang mengepalai tim kami.

"Saya hubungin dia dulu deh. Maunya jadi pake warna yang ditentuin Pak Kara atau Pak Rion nih." Bu Tami berdecak kemudian menyambar handphone di atas mejanya. "Nanti kita ikutin Pak Kara dia baper!"

"Susah memang kalau punya dua kapten dalam satu kapal." Eza menggumam ketika Bu Tami menjauh agar percakapannya dengan Pak Rion tidak terdengar oleh yang lain.

"Tapi paling ujung-ujungnya kayak biasa. Mereka beda pendapat, terus Pak Kara ngalah. Akhirnya kita pake ide yang dicetus Pak Rion." Mas Joni, salah satu tim marketing yang bersebalahan dengan Eza menyahuti.

Meski berada dalam jumlah minoritas di ruangan berisikan enam orang ini, mereka berdua tidak lantas menjadi yang pendiam. Sebaliknya, mereka berdua adalah yang paling sering memulai obrolan dengan gosip-gosip di sekitaran Coffetalk.

"Bukannya bagus? Ide-ide dari Pak Rion memang sudah terbukti bagus, kan? Makanya Pak Kara mau ngalah." Napasku sedikit tercekat ketika menyebut namanya.

"Kalo bagus, sih. Sama bagusnya. Cuma kalau kita pake ide Pak Kara, 'kan, jadinya yang ngawasin kita juga Pak Kara. Kerjaan bisa jadi lebih ngotak waktunya. Time management yang dibangun Pak Kara, sih, gue lebih suka. Cuma Pak Kara terlalu percaya sama anjing kesayangannya."

"Anjing?" Aku membeo mendengar kalimat terakhir Joni.

"Ssht! Nanti Kalo kedengeran Pak Rion bisa kacau lo." Ami, perempuan terakhir sebelum aku yang menjadi anggota tim marketing menginterupsi.

Don't Find Me In Your Memories ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang