bab tiga belas

2.8K 270 11
                                    

Setiba di lantai empat aku buru-buru menempati kursi, melipat tangan di atas meja kemudian menumpu kepala di atasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiba di lantai empat aku buru-buru menempati kursi, melipat tangan di atas meja kemudian menumpu kepala di atasnya. Detak jantungku belum juga normal meski Kara tidak mengejar dan meminta penjelasan terhadap apa yang diucapkan oleh Fai di depannya barusan.

"Chysara."

Aku refleks menegapkan kepala. Pak Rion mengerutkan kening melihat respons yang aku berikan. "I-iya, Pak?"

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada pelan tetapi mampu menarik atensi Ami, Eza juga Mas Joni ke arah kami.

"Ba-baik, Pak." Aku lantas berdiri tegap, menghadap Pak Rion yang masih setia dengan wajah datarnya.

"Setelah ini bisa ke ruangan saya? Ada beberapa hal yang mau saya sampaikan secara pribadi pada kamu."

"Bisa, Pak." Aku mengangguk meski dengan gerakan kaku yang begitu kentara.

Pak Rion mengangguk. Tangan kanannya terangkat mendorong kacamata bulat yang sering ia gunakan pada saat jam kantor. "Saya tunggu setengah jam lagi."

"Baik, Pak."

Aku kembali menduduki kursi putar setelah Pak Rion keluar dari ruang marketing. Sembari meremat baju di bagian dada, aku memejamkan mata guna memikirkan hal apa yang harus aku katakan pada Pak Rion jika ia bertanya tentang peristiwa di bawah barusan. Sementara Eza, Ami, Runi juga Mas Joni sudah mengerubungi kubikelku seperti pasukan semut mengelilingi mangkuk penuh gula.

"Lo buat masalah apa sama Pak Rion, Chya?" Mas Joni yang pertama mengeluarkan suara.

"Menurut gue bukan masalah deh. Jangan-jangan Pak Rion naksir sama lo, Chya." Eza memberi dugaan.

"Ngaco!" Aku menyentak.

"Ya terus? Kenapa kira-kira lo harus nemuin Pak Rion? Sampe dia datang sendiri ke sini loh! Kan kalo dia mau bisa minta tolong Bu Tami buat sampein ke elo." Runi yang hobi menganalisa membuat dugaan.

Aku menegapkan tubuh, kemudian mengambil napas panjang sebelum kembali menjatuhkan kepala di atas meja. "Semalam gue enggak sengaja nyiram Pak Kara pake kopi. Pak Rion marah banget semalam sama gue."

"Serius?" Mas Joni berseru heboh. "Aduh gawat! Siapin alesan sebaik mungkin biar enggak dipecat deh."

"Ehh? Jangan begitu dong, Mas! Masa gajian aja belum gue mau dipecat."

"Lagian kenapa lo bikin masalah sama Pak Kara? Lo tahu enggak, sih, buat Pak Rion, Pak Kara tuh segalanya. Bahkan nyamuk yang numpang parkir doang di kulit Pak Kara langsung didisinfektan, padahal belum gigit."

"Gue juga kalo disuruh pilih, enggak mau berurusan sama Pak Kara. Ya tapi gimana, semalam gue enggak sengaja beneran."

"Tapi mukanya Pak Rion kalem kok barusan. Bahkan nada suaranya juga halus, enggak kaya lagi ngobrol sama kita pas nagih deadline project campaign." Runi membuka suara. "Siapa tahu dia mau kasih lo tugas baru, Chya. Cieee ... jadi anak emasnya Pak Rion."

Don't Find Me In Your Memories ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang