bab delapan

3.6K 329 20
                                    

Aku menguap seperti yang sudah terasa kesekian kalinya ketika aku meng-klik shutdown pada komputer kantor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menguap seperti yang sudah terasa kesekian kalinya ketika aku meng-klik shutdown pada komputer kantor. Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, tetapi lampu kantor belum sepenuhnya mati. Beberapa karyawan dari divisi lain juga mengambil lembur hari ini karena besok akan diadakan rapat evaluasi.

Mendorong meja agar roda pada kursi bergerak mundur, pergerakanku terhenti ketika merasakan ada sesuatu yang mengganjal di belakang sana. Aku menoleh kemudian mendapati Pak Rion menahan kursi dan menatapku dengan kerutan di dahinya.

"Pak Rion? Bapak belum pulang?" tanyaku. Bodoh. Pertanyaan itu seharusnya tidak memerlukan jawaban karena Pak Rion ada di depanku saat ini.

"Kenapa kamu belum pulang?"

Aku buru-buru bangkit dari tempat duduk, menyejajarkan diriku dengan Pak Rion dan menggenggam pegangan pada tas semakin erat. "Masih ada pekerjaan yang belum selesai, Pak."

Pak Rion menghela napas panjang, sepertinya sudah terlalu lelah untuk mendengar alasanku lembur kali ini. "Kamu bisa tidak mengerjakan sesuatu selesai tepat waktu? Seharusnya kamu memberikan performa terbaik kamu ditiga bulan pertama, bukan malah mengulur waktu dan berakhir lembur seperti ini."

"Ma-maaf, Pak."

"Ya sudah. Kamu pulang sekarang. Saya tidak mau ada karyawan yang pulang terlalu larut hanya untuk pekerjaan. Perbaiki time management kamu. Mengerti?"

Dengan gestur tangannya Pak Rion mempersilakanku pergi lebih dulu. Karena tidak ingin memperpanjang masalah, aku buru-buru melangkahkan kaki keluar dari ruangan tim marketing, meninggalkan Pak Rion yang entah kenapa masih berada di kantor pada malam hari.

Namun, aku kembali mendapatkan atensi Pak Rion ketika seseorang menabrak tubuhku. Refleks aku mengaduh ketika kami sama-sama terduduk dengan bibir yang mengeluarkan ringisan pelan.

Derap langkah Pak Rion diikuti suara berat kentara sebuah kekhawatiran terdengar di telingaku.

"Kar? Lo enggak apa-apa?"

Aku melebarkan mata ketika melihat sosok Kara yang terduduk sembari memegangi kap kopi yang seluruh isinya sudah tandas ke baju dan wajahnya. Mampus gue!

"Enggak apa-apa, kok, gue," jawab Kara disertai kekehan pelan.

Aku berdiri saat Pak Rion membantu Kara untuk berdiri juga. Pak Rion mengambil dua gelas kap kosong yang ada di tangan Kara kemudian membuangnya ke tong sampah sebelum menghunuskan tatapan tajam ke arahku.

"Kamu! Besok datang ke ruangan saya!" Aku terjingkat ketika mendengar ucapan Pak Rion yang diucapkan begitu keras.

"Enggak perlu, Yon. Suruh aja dia datang ke ruangan gue besok. Toh yang ditabrak dia, kan, gue. Bukan lo." Kara menepuk lengan Pak Rion sebelum mengusap wajahnya yang basah karena kopi dengan dasi yang Pak Rion lepaskan dari lehernya.

Don't Find Me In Your Memories ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang