02. Flower Garden.

126 11 3
                                    

Sambutan baik didapat oleh Pangeran Alaric ketika tiba di Kerajaan Mandevilla. Para pelayan pun ditugaskan untuk menyiapkan ruangan khusus, lengkap dengan segala kebutuhan Pangeran Alaric selama akan tinggal di istana. Bahkan, ia juga diberikan tabib yang secara khusus akan terus memeriksa perkembangan kesehatannya agar pulih sempurna. Tak luput juga, Putri Allea yang sesekali menjenguk dan menanyakan perkembangan kabar dari Pangeran itu sendiri. Keduanya sering bertemu dalam beberapa waktu terakhir semenjak Pangeran Alaric menginjakkan kaki di istana Mandevilla.

"Bagaimana kesehatan dan luka-luka Pangeran?" Allea bertanya. Ini adalah kunjungan Allea yang ke sekian. Namun, kali ini mereka memilih untuk mengobrol di taman istana.

"Seperti yang kau lihat sendiri, Putri. Saya sudah baik-baik saja," jawab Alaric dengan sopannya.

Angin hangat di sore yang tenang itu menjadi teman bagi keduanya. Hamparan bunga yang luas dengan berbagai jenis pun sangat memanjakan mata. Terlebih lagi, Putri Allea yang mengenakan gaun berwarna pink senada dengan bunga di taman dan berada di tengah-tengahnya. Kehadiran sang putri sendiri sudah mampu untuk membuat atensi Alaric terfokus padanya.

"Meski begitu, saya khawatir bahwa isi hati Pangeran sedang tidak baik-baik saja." Putri Allea memang memiliki kepekaan yang tinggi. Pangeran tersenyum mendengar ungkapan Allea. Meski wajah Alaric terus menyunggingkan senyum, tetapi Allea bisa dengan mudah menangkap kesedihan yang sedikit ditampilkan pada wajah tegas Pangeran Adenium dari kerajaan tetangganya.

"Sepertinya aku memang tidak bisa menyembunyikan sesuatu darimu, Putri." Alaric berkomentar. Semakin lama bersama dengan sang Putri semakin ia sadar bagaimana sifat dan perangai gadis itu. Kelembutan hati dan bagaimana gadis itu merasa khawatir terhadap orang lain membuat Alaric tersentuh. Ketulusan yang ditunjukkan oleh Putri Allea juga semakin menarik perhatiannya.

"Jangan terlalu segan terhadap saya, Pangeran. Jika berkenan, Pangeran bisa memanggil saya Allea." Putri Allea kembali berbicara.

Pangeran Alaric tersenyum sebelum menjawab, "Bagaimana aku tak segan, bila kau juga segan terhadapku."

Tawa kecil dari Putri Allea terdengar. Sebelumnya, ia memang tidak banyak berinteraksi dengan lelaki mana pun di kerajaan sendiri. Bahkan bertemu dengan banyak laki-laki dari putra bangsawan setiap kali diadakan pesta besar istana, ia pun tak banyak berbicara. Alaric adalah orang pertama yang dekat dengan Allea. Mungkin hal ini terjadi karena cerita Alaric tengang ia yang digulingkan dari tahta dan direbut oleh adiknya sendiri. Ditambah dengan tubuh Alaric yang penuh luka saat ia diundang ke Mandevilla membuat Allea memiliki tanggung jawab untuk lebih memperhatikan lelaki itu.

"Kalau begitu, sudikah kiranya jika kau membagikan isi hatimu padaku, Alaric?" Allea bertanya.

Seketika, Pangeran Alaric tersenyum begitu lebar. Seakan ia baru saja mendapat seseorang yang dekat karena bisa berbicara lebih santai. "Dari kabar yang kudengar, Kerajaan Adenium tidak baik-baik saja."

Wajah Putri Allea ikut bersedih. Sebagain dari kabar yang didapat juga dari mata-mata Kerajaan Mandevilla yang dikirim ke Adenium untuk melihat perkembangan yang terjadi di kerajaan tersebut. Selama berada di Mandevilla, Alaric terus memikirkan kerajaannya sendiri sehingga Allea berinisiatif untuk membantu. Ia memerintah orang kepercayaannya untuk mencari kabar sebanyak mungkin lalu menyampaikannya pada Alaric.

Sayang, kabar yang didapat tidak pernah berisi kabar baik. Berita kepemimpinan Aster yang kejam, upeti yang tinggi, perubahan pemegang jabatan besar-besaran dan aksi para bangsawan yang memperkaya diri serta menyengsarakan rakyat pun didengar. Masih dalam kurun satu minggu dari ketibaan Alaric di Mandevilla. Namun, sudah banyak kabar tak sedap yang datang dari negeri tinggalnya yang lama. Satu minggu, waktu yang singkat. Alaric tidak habis pikir bagaimana bisa Aster membuat huru-hara di kerajaan hanya dalam kurun waktu sekian.

"Kau bisa tinggal di sini lebih lama lagi, Alaric. Tidak perlu memikirkan leb-"

"Mereka rakyatku yang semula hidup makmur, Allea."

Putri Allea tersentak. Bukan hanya karena cara berbicara Alaric yang berubah serta panggilannya. Namun, ia kembali tersentuh karena kepedulian Alaric pada rakyat yang semula sudah ikut melengserkan dirinya.

"Jika kau menginginkan, Mandevilla bisa bekerja sama untuk berperang." Allea berucap dengan sungguh-sungguh. Kerajaan Mandevilla dan Adenium memang sudah bersahabat sejak lama. Terdengar dari cerita-cerita sang ayah tentang kerajaan sahabatnya yang makmur dan sejahtera. Mengetahui apa yang belakangan terjadi, Allea bersimpati. Sang ayah juga pasti tidak akan tinggal diam dengan apa yang terjadi. Ayahnya adalah orang yang peduli terhadap orang lain. Apalagi jika sudah menyangkut penindasan terhadap rakyat.

"Perang? Sempat aku memikirkan hal itu. Namun, aku tidak akan benar-benar melakukannya." Alaric menjawab dengan ragu. Tatapan lelaki itu menjadi lebih sendiri dibanding sebelumnya.

"Mengapa? Satu-satunya cara untuk mendapatkan kembali tahta adalah dengan memerangi mereka. Dengan begitu, kau bisa kembali ke kerajaanmu dan mendapatkan apa yang sudah sepantasnya." Allea menjelaskan.

"Terima kasih atas kepedulianmu, Allea. Namun, aku tidak bisa mengorbankan Kerajaan Mandevilla untuk tujuanku sendiri. Dalam sebuah perang, sudah pasti Mandevilla akan menggunakan prajurit bangsawan dan orang-orang yang dipimpin oleh bangsawan tiap daerah. Selain itu, Adenium juga pastinya akan mengambil prajurit dari golongan yang sama. Aku tak sanggup jika harus menerima tahta dari kematian orang-orang tak berdosa," jelas Alaric, suaranya rendah mencerminkan rasa sedihnya saat ini.

Mata Putri Allea berkaca-kaca. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya membantu Alaric terbebas dari bebannya. Allea kemudian memutuskan untuk bertanya, "Lalu, apa yang kiranya akan kau lakukan?"

"Aku tidak tahu bagaimana teknisnya secara pasti untuk saat ini. Tetapi, kudeta dari dalam istana akan lebih baik daripada berperang dengan kerajaan tetangga." Alaric menjawab.

Allea yang mendengarkan itu mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan penjelasan singkat Alaric. "Maksudmu?"

"Kudeta dibalas dengan kudeta." Alaric serius saat berkata demikian. Otaknya sudah membayangkan sedikit gambaran jika apa yang direncanakannya terealisasikan. Hanya saja, ia pastinya akan membutuhkan waktu yang lama dan juga pendukung-pendukungnya.

Allea tersenyum pun menanggapi, "Kudeta dari inti kerajaan itu sendiri. Kau bermaksud untuk membuat rakyat dan bangsawan berpaling dari sisi Raja Aster?"

Alaric mengangguk. "Kepemimpinan Aster sangat buruk. Rakyat dan bangsawan yang sempat tertindas sebelum pergantian posisi kebangsawanan pasti tidak terima dengan perlakuannya saat ini. Tidak akan ada rakyat yang betah jika dihadapkan pada tirani seperti Aster."

Allea setuju. "Lantas, apa kiranya langkah pertamamu untuk merampungkan itu semua?"

"Menemukan para pengikut setiaku," jawab Alaric.

Sebelum meninggalkan istana, para pengikut setianya adalah orang-orang yang memberikan jalan kabur dari kepungan prajurit istana. Ketika Alaric berada di ujung lorong dari rute kabur yang diberikan, dirinya juga sudah ditunggu oleh banyak orang yang berpihak padanya. Pengejaran yang terjadi sebelumnya juga sempat kewalahan karena pihak Alaric berpencar menjadi empat kelompok untuk mengecoh lawan. Sayangnya, Aster memang sudah menguasai atas sebagian prajurit istana sehingga ia bisa dengan mudah menemukan keberadaan Alaric dan melakukan pengepungan.

Namun, Alaric yakin bahwa orang-orang yang bersamanya saat itu, mereka masihlah hidup entah di suatu tempat. Berpencarnya mereka pada saat itu, pastinya akan mendapatkan waktu yang tepat untuk kembali bertemu. Setidaknya, itulah yang Alaric pikirkan saat ini. Bertemu kembali dengan para pendukungnya dan mengatur rencana merebut Adenium dari Aster yang memegang tahta.

.
.
.
🌹🌹🌹

Bersambung~

The Prince And The Cursed PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang