03. The Forest.

128 11 5
                                    

Keputusan Alaric untuk mencari keberadaan para pengikut setianya membuat ia harus berpamit pergi pada Raja Magne selaku pemimpin tertinggi Kerajaan Mandevilla. Sang Raja tentu saja tidak bisa menahan Alaric lebih lama meskipun didesak oleh Putri Allea. Sang Raja menghormati keputusan Alaric, tanggung jawab yang pria itu emban dan rencana penguasaan kembali Kerajaan Adenium tidak akan berjalan jika Alaric tetap berada di sana.

Meski begitu, ini adalah masalah internal kerajaan lain sehingga Mandevilla tidak mungkin bisa membantu banyak untuk Alaric. Entah apa yang dipikirkan oleh Allea, sang Raja tidak mengerti mengapa putrinya itu bahkan membujuknya agar bersedia berperang dengan Adenium sebagai bentuk perebutan tahta. Namun, pertimbangan bijak Raja Magne membawa keputusan yang sama seperti yang Alaric buat. Ia tidak boleh gegabah dan mengorbankan rakyatnya sendiri untuk berperang dengan prajurit kerajaan tetangga yang juga sama tak berdosanya. Akan tetapi, jika di akhir nanti perang memanglah jalan keluar satu-satunya, Raja Mandevilla tidak akan keberatan memberikan bantuan.

Hal ini dilandaskan pada pertemanan kedua kerajaan yang terjalin sebelumnya. Kemakmuran yang didapat oleh Mandevilla saat ini juga berkat pengetahuan yang dibagi oleh orang-orang kerajaan Adenium. Bisnis dan perdagangan antar kerajaan juga sudah terjalin sejak lama. Namun, semenjak kepemimpinan Raja Aster, pasokan barang kebutuhan Mandevilla dihentikan secara paksa. Raja Mandevilla bahkan tidak habis pikir mengapa Raja Aster sampai membuat kebijakan demikian.

"Terima kasih atas belas kasih Raja selama ini," ucap Alaric saat ia duduk di kursinya usai makan bersama anggota kerajaan.

"Tidak perlu sungkan, Alaric. Lantas, bagaimana kiranya kau akan menemukan para pengikutmu itu?" Raja Magne bertanya.

"Saya akan menyusuri setiap hutan mulai dari area kami berpencar kala itu. Masing-masing kelompok mereka setidaknya ada lima kelompok pastinya mengarah pada lima lokasi berbeda. Besar kemungkinan saya bisa menemukan mereka jika menyusuri rute-rute tersebut." Alaric menjelaskan.

Raja Magne mengangguk lantas berkata, "Bawalah seorang dari kerajaan ini sebagai teman perjalananmu."

Alaric terkejut. Ia menggeleng tanda tidak menerima penawaran baik sang Raja. "Saya tidak ingin lebih banyak merepotkan kerajaan ini. Niat baik dan tawaran kerja sama di akhir nanti sudah cukup besar untuk saya terima."

"Ini akan menjadi perjalanan panjang untukmu, Alaric. Akan lebih aman jika ada pengawal bersamamu."

"Tidak, Raja. Saya tidak bisa mengorbankan seseorang dari kerajaan tetangga demi kepentingan diri saya sendiri," final Alaric.

Raja akhirnya mengerti dan benar-benar mengakhiri pertemuan itu. Lantas, para dayang istana pun memberikan beberapa bungkusan berisi sedikit pakaian dan juga makanan untuk bekal Alaric di perjalanan. Tak luput juga senjata berupa pedang dah panahan sebagai alat perlindungan. Alaric juga diberikan seekor kuda perang berwarna putih agar memudahkan ia sampai ke tempat tujuan.

Dan ketika semua persiapan telah rampung sempurna, Alaric diantar sampai ke depan gerbang istana. Putri Allea menatap sendu ke arahnya. Alaric memang masih dalam hitungan hari mengenal gadis itu, tetapi meninggalkannya begitu cepat seakan ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Berat pergi dengan teman yang baru saja ia dapatkan dalam beberapa hari ini.

Tangan Putri Allea menyambar telapak tangan Alaric untuk digenggam olehnya. Lantas, sang Putri kemudian berkata, "Hati-hati di jalan, Pangeran Alaric."

Putri Allea meletakkan sesuatu di tangannya. Bentuknya kecil, ringan, dan karena tidak terlihat sehingga Alaric tidak bisa menebaknya. "Apa ini, Putri?"

"Peluit untuk memanggil merpati pengantar pesan." Allea menjawab.

"Burung merpati yang akan datang adalah burung terlatih milik Kerajaan Mandevilla. Itu bisa kau gunakan untuk saling bertukar kabar dengan pihak kami, Alaric." Raja Magne menambahkan.

"Terima kasih banyak." Alaric menjawab dengan senyuman yang manis.

Pegangan tangan mereka pun berhenti. Alaric memandangi sebuah benda berbentuk moncong layaknya kerang laut dan memiliki lubang kecil di bagian tengah. Benda tersebut seperti batu yang telah diukir dengan polesan warna di luarnya. Berwarna biru, tampak berkilau, dan Alaric mencobanya karena penasaran. Hanya dalam hitungan detik, seekor merpati putih pun tiba dan langsung mendarat di pundak Alaric. Pria itu tersenyum melihat merpati tersebut dan kembali melepasnya di angkasa.

"Merpati itu akan selalu terbang di sekitar kau pergi, Alaric. Jadi tidak perlu khawatir ia tidak akan datang saat kau meniup peluitnya." Raja Magne memberikan penjelasan.

"Saya mengerti, Raja," jawab Alaric. Ia membungkukkan badan sebagai bentuk menghormati sekaligus berterima kasih atas kebaikan Raja selama ini.

"Sampai jumpa kembali, Pangeran," salam Putri Allea.

Alaric tersenyum simpul kemudian menjawab, "Sampai jumpa kembali, Putri Allea."

Kemudian, Alaric pun menunggangi kuda putihnya dan memacu perlahan. Para prajurit membukakan pintu utama gerbang istana dan membiarkan Alaric melewatinya. Di perjalanan, tidak luput Alaric menggunakan kain hitam yang dipakai untuk menutupi sebagian wajahnya dari bagian hidung hingga ke bawah. Menyisakan bagian mata dan dahi yang tidak tertutup oleh apapun.

Alaric memacu kudanya sangat kencang, melewati tengah-tengah hutan belantara untuk menuju ke lokasi pertama kali ia berpencar dengan para pengikutnya. Jika dihitung, itu mungkin perjalanan beberapa jam dengan kecepatan tertinggi berlarinya kuda. Perjalanan menuju ke titik tersebut cukup jauh dari pusat Kerajaan Mandevilla.

Hingga akhirnya, Alaric memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu untuk mengisi stamina. Ia duduk di bawah pohon rindang bersama sang kuda yang ikut duduk memakan rerumputan di sebelahnya. Alaric membuka tas kain yang dibawanya dan mengambil beberapa makanan serta air minum yang disiapkan dalam sebuah bambu sebagai wadah.

Niat hati, Alaric akan pergi dari sana ketika selesai menikmati makanannya. Namun, semuanya batal karena adanya kabut tebal yang menghalau pandangan. Kabut itu datang secara tiba-tiba, menutup jarak pandang Alaric barang hanya satu meter jauhnya. Alaric yang kepanikan pun mencoba untuk meraba sekitar, tangannya mengawang di udara berusaha menyentuh sesuatu.

Akan tetapi, ia tidak menemukan apapun. Tidak kuda tunggangannya ataupun pohon-pohon besar. Kabut semakin tebal, Alaric tidak bisa melihat apapun selain warna putih dari kabut itu sendiri. Mencoba untuk berjalan, Alaric terus mengulurkan tangan memeriksa apa yang ada di depan.

"Mengapa kau lari dariku, Pangeran?" Suara seorang wanita tiba-tiba saja terdengar.

"Siapa?" Alaric bertanya.

"Mengapa kau lari dariku, Pangeran?" Pertanyaan dari suara yang sama masih terus muncul.

"Siapa? Tunjukkan dirimu!" Alaric berseru.

Langkah kaki Alaric semakin cepat mencoba untuk mendekat ke sumber suara. Namun, ia tetap tidak bisa melihat apapun karena tebalnya kabut sekitar. Satu hal yang Alaric rasa janggal dengan keadaan di sekitarnya adalah kemungkinan bahwa ia tidak lagi berada di hutan belantara. Kalau saja ini hutan yang sama seperti tadi, harusnya ia sudah menabrak pepohonan saat berjalan tergesa. Di mana ia sekarang? Alaric tidak bisa menerka.

.
.

🌹🌹🌹

Bersambung~

The Prince And The Cursed PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang