12. Terrible Curse.

75 7 2
                                    

Alaric mendengarkan penjelasan Penasihat Agung dengan saksama. Ia terkejut hingga mulutnya menganga ketika sang Penasihat memberitahunya sebuah fakta bahwa kutukan yang dijatuhkan Verona terhadap Putri Allea begitu mengerikan luar biasa. Sebuah kutukan yang dapat membuat siapapun yang ditatap oleh sang putri akan berubah menjadi batu.

Pada mulanya, putri tidak percaya sampai kejadian ketika seorang pelayan yang membantunya justru berubah menjadi patung batu saat ditatap olehnya. Kepanikan sang putri yang berteriak histeris dan menangis di dalam kamar membuat situasi di luar khawatir. Alhasil, prajurit lain pun memaksa masuk dengan mendobrak pintu. Nahas, prajurit yang masuk juga harus menjadi batu ketika tidak sengaja bertatap mata dengan putri Allea.

Sang Putri memberikan penjelasan pada pelayan yang juga masuk ke dalam kamar dan tidak menjadi batu karena Allea memejamkan mata. Ia memberitahu bahwa Verona adalah penyihir yang menjatuhkan kutukan terhadapnya dan sudah kabur melalui jendela kamar Allea. Dengan informasi tersebut, sang pelayan pergi melapor pada Raja Magne.

Dengan ditemani oleh tiga kesatria pendamping putri, Raja Magne ingin memastikan sendiri hal buruk apa yang telah diterima sang putri. Hingga ketika Raja Magne dan ketiga kesatria tersebut masuk ke dalam kamar, Allea tidak mau bertatap muka dengan mereka. Raja Magne yang mencoba mengajak bicara Allea yang sedang histeris dan menangis nyaring justru mengundang kekesalan sang putri hingga berteriak meminta ayahandanya pergi.

Sayangnya, ketika Putri Allea berteriak itu, ia tak sengaja membuka matanya dan melihat Raja Magne dan satu kesatria di sampingnya. Kedua orang yang tertangkap oleh pandangan Allea pun akhirnya berubah menjadi batu. Tidak dengan dua kesatria yang tersisa karena keduanya berada di belakang Raja Magne dan satu rekannya. Keputusasaan Putri Allea membuatnya tak punya pilihan lain selain hanya mengurung diri di dalam kamar dan memastikan tidak bertemu dengan siapapun juga.

"Biarkan aku bertemu dengan Putri Allea," tutur Alaric bersungguh-sungguh.

Penasihat Agung meninggikan suaranya ketika menanggapi, "Apa Anda tidak mengerti yang baru saja saya jelaskan, Pengeran?"

"Aku akan tetap bertemu dengan Putri Allea." Alaric tidak mengubah keputusannya.

"Putri Allea dikutuk dan siapapun yang ditatap olehnya akan menjadi batu." Penasihat Agung sekali lagi memberi peringatan.

"Jika ditatap, bukan? Jika ia tidak menatapku maka semuanya akan baik-baik saja." Alaric masih kukuh.

Mau berdebat berapa lama sekalipun dengan Pangeran Alaric rasanya tidak akan bisa menggoyahkan keputusannya. Sang Penasihat Agung pun akhirnya menghela napas pasrah dan membiarkan Alaric berjumpa dengan Allea dengan syarat ia harus ditemani kesatria juga Penasihat Agung itu sendiri ke dalam kamarnya. Alaric tentu saja setuju dengan hal tersebut. Mereka berempat pun kemudian mengetuk pintu kamar Putri Allea terlebih dahulu lalu membukanya perlahan meski mendapat teriakan tak memberi izin dari si pemilik kamar.

"Sudah kukatakan jangan masuk ke sini!" Allea berseru begitu nyaring. Ia bersembunyi di balik selimut tebal yang membungkus seluruh tubuhnya.

"Ini aku, Putri Allea." Alaric menjawab.

Tak ada jawaban dari Allea untuk beberapa puluh detik setelah tanggapan itu. Allea sangat hapal dengan suara yang baru saja didengarnya. Suara dari seorang lelaki yang merupakan Pangeran dari kerajaan seberang. Suara seorang lelaki yang sehari lalu berpisah dengannya untuk pergi mencari para pengikut setianya. Ia adalah Alaric. Allea tidak menyangka jika akan bertemu dengan Alaric dalam waktu yang cukup singkat. Namun, ini bukanlah pertemuan yang Allea harapkan. Ia tidak ingin bertemu dengan Alaric dalam keadaan seperti sekarang.

"Pergilah dari sini, Alaric!" seru Allea. Suaranya tidak senyaring tadi karena ia menenggelamkan wajah pada bantal tidurnya.

"Tidak, Putri. Aku akan berusaha mencari jalan keluar atas apa yang menimpa dirimu saat ini." Alaric masih bersikukuh.

"Aku dikutuk, Alaric! Kau tidak seharusnya menemuiku." Allea berputus asa.

"Aku pergi ke sini bersama dengan seorang penyihir baik yang akan menghentikan kejahatan Verona. Aku harap kau tidak berputus asa terlebih dahulu, Allea," jelas Alaric.

Allea untuk sesaat terdiam mencerna ucapan Alaric. "Kau ... bertemu dengan penyihir juga?"

"Panjang untuk dikisahkan, Allea. Penyihir yang memberi kutukan padamu adalah Verona. Namun, ada penyihir lain yang sekarang sedang bertarung di luar menghadapinya." Alaric menjelaskan dengan singkat.

Allea ragu atas ucapan Alaric tetapi ia memutuskan untuk menaruh percaya. Alaric adalah orang baik yang tidak mungkin berbohong kepadanya. Lantas, Allea pun melucuti selimut yang sedari tadi menutup tubuhnya dan melempar begitu saja. Ia terduduk di atas tempat tidur, masih menjaga pandangan dengan memejamkan mata.

Alaric tersenyum singkat, meski tetap tidak baik-baik saja setidaknya Putri Allea sudah lebih tenang dan bisa diajak berbicara. Kemudian, ia pun melepas kravat putih yang melingkar di lehernya, menggulung dan membuat lipatan agar kravat tersebut membentuk pipih, lalu mendekat ke arah Allea. Alaric pun kemudian memasang lipatan kravat itu sebagai ikatan penutup mata untuk Putri Allea.

"Dengan begini, kau tidak perlu lagi khawatir akan tidak sengaja membuka mata dan membuat orang menjadi batu karena pandanganmu, Putri," ucap Alaric lembut.

Apa yang dilakukan oleh Alaric memang hanyalah hal kecil. Namun, suara teduh pria itu mampu menenangkan Allea yang kacau. Hingga tanpa Allea sendiri sadari, tubuhnya sudah bergerak dan berhambur dalam pelukan Alaric yang berdiri di samping tempat tidurnya.

Alaric pun merendahkan posisi tubuhnya, ia perlahan duduk di tepian tempat tidur dan membalas pelukan dari Allea. Tidak luput pula tangan besarnya menyentuh punggung sang putri dan sebelah tangannya lagi memberikan usapan lembut pada rambut pirang gadis dalam pelukannya.

"Apa yang harus kulakukan sekarang, Pangeran Alaric? Aku putus asa. Semua orang berubah menjadi batu setelah aku melihat mereka. Bagaimana caraku melepaskan diri dari kutukan ini? Bagaimana caranya mereka yang telah berubah menjadi batu bisa kembali menjadi manusia? Aku harus bagaimana?" Allea menyerang Alaric dengan banyak pertanyaan.

Pelukan Alaric pun semakin erat di tubuh Allea. Jujur dalam hatinya, ia juga tidak tahu bagaimana cara menghentikan semua ini sekaligus mengembalikan keadaan ke sedia kala. Namun, Alaric mengingat lagi tentang perkataan Reina bahwa kedatangannya ke dimensi manusia adalah untuk mengadili Verona. Alaric menaruh percaya pada penyihir satu itu beserta teman peri kecilnya. Ia yakin bahwa tidak mungkin Reina datang ke dimensi ini dengan tujuan sebesar itu tanpa memiliki rencana atau solusi yang akan dijalankan ke depannya.

"Aku belum mengetahuinya untuk saat ini, Putri. Tapi tolong percayalah bahwa segalanya akan baik-baik saja. Kau harus bersabar dan jangan menyerah, Allea." Alaric berbisik di telinga Allea.

Sang Putri pun mengangguk. Badai pasti akan berlalu. Dan penderitaan yang dialaminya saat ini pun suatu saat akan berakhir. Segalanya akan tamat jika ia memutuskan untuk menyerah. Ia harus melangkah maju ke depannya. Apalagi saat ini, situasi istana pasti akan kacau karena Raja Magne yang telah menjadi batu dan tak akan bisa memimpin. Kerajaan Mandevilla membutuhkan Allea untuk memperbaiki situasi keruh yang ada.

.
.
.

🌹🌹🌹

Bersambung ~

The Prince And The Cursed PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang