Cukup lama Alaric membisu, otaknya berkelana, memikirkan berbagai pertimbangan. Jalan yang mungkin bisa diberikan oleh Verona cukup mulus, menawarkan banyak kebaikan. Namun, Alaric tidak bisa menebak kontrak semacam apa yang akan diminta oleh Verona jika menggulingkan tahtanya sebelumnya oleh sang adik saja dengan kontrak memakan jantung gadis muda rakyat Kerajaan Adenium.
Meski begitu, rasa penasaran Alaric membawa ia pada pertanyaan, "Apa yang kau inginkan?"
Verona menyunggingkan senyum, tampak licik karena sisi kanan dan kiri bibirnya tidak proporsional. Mata sang penyihir menyipit, seakan ia merasa menang. Lantas, ia menjawab, "Kontrak."
Jawaban singkat yang membuat Alaric mendesakkan lidah. Ia sudah tahu jika hanya jawaban demikian. Kesal, Alaric pun membalas, "Jangan membuang waktuku, bodoh!"
"Menikahlah denganku." Verona berkata.
Rahang Alaric terbuka, matanya melotot, hembusan napas kasar keluar begitu saja. Sesaat, Alaric menggeleng pelan, masih terdiam dalam keadaan terkejut sebelum akhirnya ia tertawa. "Jangan bercanda! Haha! Ucapanmu sama sekali tidak lucu, Verona."
"Aku tidak bercanda denganmu, Alaric. Jika aku menjadi istrimu, maka aku akan menjadi Ratu Kerajaan Adenium." Verona membalas dengan serius.
Tatapan Verona membuat Alaric yakin bahwa wanita itu tidak sedang main-main. Ia mengumpat lantas berbalik arah hendak pergi. Alaric mengabaikan permintaan gila Verona dan memutuskan untuk fokus pada tujuan utamanya. Namun, Verona yang merasa diabaikan itu geram menahan amarah. Tangannya terulur ke depan, mulutnya mengucapkan mantra. Seiring jemari Verona yang bergerak, Alaric terhenti langkahnya di tempat. Sang Pangeran merasakan adanya tali temali mengikat seluruh tubuhnya. Ia menunduk, memperhatikan tapi temali berbentuk transparan yang entah dari mana datangnya.
Satu hal yang hampir Alaric lupakan adalah bahwa Verona seorang penyihir. Sejatinya penyihir selalu mampu melakukan segala hal yang di luar nalar manusia. Mau meronta seperti apapun, Alaric tetap berada dalam jeratan tali tersebut. Tapi transparans yang mengikat dirinya tak bisa dilepaskan. Kepala Alaric menoleh, mendapati Verona yang sekarang tersenyum licik. Wajah antara memamerkan kemenangan dan marah di waktu bersamaan.
"Menikahlah denganku, Alaric!" Seruan Verona terdengar memekakkan telinga.
"Lebih baik aku mati daripada menikah dengan penyihir jahat sepertimu!" Alaric balas berseru.
Amarah Verona meluap-luap. Ia berpindah tempat dalam sekejap mata seperti sedang berteleportasi. Tubuh Verona sekarang sudah berada tepat di hadapan Alaric, tangannya terulur menyentuh rahang tegas lelaki di hadapannya, mencengkeram kuat sekaligus menatap begitu intens.
"Setuju atau aku benar-benar membunuhmu!" Verona mengancam.
Agaknya, penyihir itu salah dalam mengancam orang. Orang yang diancam sama sekali tidak merasa takut. Sudah sering berperang baik dengan kerajaan lain atau pengkhianat dalam inti kerajaan itu sendiri. Alaric sudah sering menghadapi yang namanya kematian. Lantas, ia tentu saja tidak akan pernah takut pada ancaman pembunuhan yang diberikan oleh Verona.
"Lakukan!" Alaric membalas.
Sang penyihir yang telah dikuasai amarah pun mengangkat tangannya, merapal mantra kematian hingga muncul cahaya berwarna merah darah di telapak tangan kanannya. Tangan kiri Verona menyentuh leher Alaric, menekan dengan kuat, mencekik. Namun, Alaric tetap diam seakan memperlihatkan wajah tenangnya. Tatapan lelaki itu tajam menatap tepat ke kedua bola mata Verona. Tiada ketakutan sama sekali kepada penyihir wanita yang sekarang memberikan teror terhadapnya.
"Matilah kau, Alaric!" seru Verona geram.
Namun, seruan itu hanyalah seruan. Ia hendak melepaskan bola sihir di genggaman tepat di kepala Alaric pada awalnya. Akan tetapi, Verona tak jadi melakukannya. Bola sihir itu perlahan-lahan memudar hingga akhirnya menghilang sepenuhnya. Tatapan marah dan emosi, raut muka sinis, dan tekanan kematian yang dikeluarkan pun juga hilang tak bersisa. Niat membunuh Verona lenyap hanya dalam hitungan detik saja.
Sedang Alaric hanya memandang datar, dalam otaknya pun bertanya-tanya atas apa yang terjadi pada si wanita. Meski begitu, dalam hatinya sedikit merasakan lega ketika penyihir di hadapannya sudah tak jadi membunuhnya. Namun, ada apa dengan wajah simpati yang ditunjukkan oleh Verona?
"Sialan! Kau sudah mengambil hatiku, Alaric." Verona bergumam. Ia berpaling wajah dari Alaric yang masih tidak bisa bergerak akibat mantra pengikat yang sebelumnya ia lakukan.
Otak Verona kembali mengingat ke masa lalu. Ke waktu ketika pertama kali Aster merapalkan mantra kuno sebagai pembuka portal antara dunia manusia dan dunia penyihir. Ia menerima panggilan Aster, menemui pria itu lalu menjalin kontrak dengannya. Permintaan Aster adalah kematian ayahandanya sekaligus penggulingan kuasa atas putra mahkota penerus raja yaitu si kakak pertama, Alaric. Namun, ketika ia melihat lukisan Alaric yang ditunjukkan oleh Aster kala itu, ia jatuh hati pada pandangan pertama.
Wajah tegas Alaric, sosok yang terpahat begitu tampan dan sempurna. Mengenakan pakaian khas jubah kerajaan sebagai putra mahkota, memegang sebuah pedang membuat Alaric terlihat begitu gagah dalam lukisan yang dilihat olehnya. Hidung mancung, tatapan tegas dan mendalam, sedikit senyum yang terbit membuat lelaki itu juga dapat menampilkan kesan manis. Tampan, gagah, manis, dan terlihat lelaki yang baik. Verona jatuh cinta.
Rasa penasarannya pada Alaric kala itu juga membawa ia mengunjungi kamar sang pangeran di waktu malam. Ketika para pelayan sedang tertidur, pun dengan pangeran yang beristirahat, Verona masuk ke dalam kamar Alaric secara diam-diam. Ia tidak menimbulkan suara apapun karena memang dirinya melayang tak menyentuh tanah. Ditatapnya oleh Verona saat itu wajah Alaric yang sedang tertidur. Tampak polos dan damai. Ia benar-benar menyukainya.
Namun, Verona sudah terlanjut menjalin kontrak dengan Aster sehingga ia wajib memenuhi kontrak tersebut. Ketika seorang penyihir sudah dijalin kontrak darah, maka keabadian penyihir akan menghilang jika kontrak dilanggar. Verona tidak ingin mati seketika hanya karena ia menaruh cinta. Ia harus mengatur rencana terlebih dahulu agar Aster sendirilah yang mau membatalkan kontraknya dan mengatur rencana agar Alaric lah yang menjalin kontrak dengannya.
Maka dari itu, Verona tidak punya pilihan lain ketika ia harus memulai misi pemberontakan dari Aster. Verona, si dalang pencucian otak di seluruh warga Kerajaan Adenium, membunuh Raja, dan menggulingkan Alaric dari tahta. Namun, ketika Alaric dalam bahaya dan sedang terkepung oleh pasukan Aster, ia tidak mau melihat orang yang dicintainya mati begitu saja. Membunuh Alaric tidak termasuk dalam kontrak sehingga ia pun menyelamatkannya.
Akan tetapi, saat ini Verona justru dihadapkan pada situasi dirinya justru harus membunuh Alaric. Tidak, Verona tidak harus melakukan itu. Masih ada banyak cara untuk membuat lelaki yang dicintainya mau menikah dan menjadikannya sebagai Ratu di atas tahta.
"Kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan, Verona. Aku tidak akan pernah menikahimu. Jadi, bunuhlah aku sekarang." Suara Alaric terdengar.
Verona menoleh ke arah Alaric sekali lagi. Ia memandang wajah teduh Alaric dan lagi-lagi merasa simpati. Sungguh, Verona tidak bisa melakukan itu. Namun, otak Verona kembali mendapatkan sebuah ide baru. Jika ia bisa mencuci otak seluruh warga Kerajaan Adenium, mencuci otak seorang pangeran bukan hal sulit untuknya. Lantas, Verona pun kembali tersenyum pada Alaric yang ada dalam ikatan sihirnya.
.
.
.🌹🌹🌹
Bersambung~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince And The Cursed Princess
FantasyPangeran Alaric menolak lamaran dari seorang wanita asing yang tidak sengaja dijumpainya di hutan dengan alasan ia telah jatuh hati pada Putri dari Kerajaan Mandevilla. Namun, siapa sangka bila wanita asing tersebut adalah penyihir paling kejam yang...