Halo! Author kembali! Maafkan author ya setelah sekian lama hiatus aku kembali dengan membawa chapter yang pendek :(
Aku harap kalian menikmati chapter ini. Jika ada salah penulisan silakan comment! :D
---------------
Oh, sial!
Kenapa kami harus berhadapan dengan monster mengerikan itu lagi? Bukankah para peneliti itu sudah membunuh mereka semua?
"Sekarang kita harus bagaimana, Pak?" tanyaku panik. Aku bisa merasakan keringat mulai mengalir di dahiku.
"Ba-bagaimana jika kita langsung saja ke kapal? Lagipula laparku su-sudah hilang," kata Jill. Kasihan Jill, dia sangat ketakutan. Semoga saja dia tidak mengalami trauma karena kejadian ini.
Pak Benson menggeleng frustasi. Dia menghela napas kemudian berkata, "Kita tak bisa mengambil resiko jika misalnya tombol otomatis di dekat tebing rusak. Tidak mungkin kan kita kembali lagi ke sini setelah tahu tombolnya rusak? Mau tak mau kita harus menghadapi mereka."
"Tapi untuk apa mereka menyimpan monster-monster itu di tempat penting seperti ini? Selain itu, kemana perginya semua ilmuwan disini?" tanya Thomas. Ia mengernyit keras hingga alisnya nyaris terpaut satu sama lain. Alih-alih menunjukkan rasa takut, Thomas malah terlihat muak.
"Aku sama sekali tidak tahu. Pokoknya kita bunuh saja semua monster itu, kemudian tekan tombolnya dan segera pergi dari sini," kata Pak Benson. "Kalian tidak lapar kan?" tanyanya. Kami menggeleng.
Pak Benson mengintip melalui kaca jendela yang sedikit kusam. Tampaknya dia sedang menghitung jumlah monster yang ada di dalam.
"Ada sekitar 20 monster disana," kata Pak Benson lesu. "Sudah jelas kita harus menyusun rencana yang matang."
Aku menyimpulkan bahwa tempat ini telah dijadikan markas oleh para monster, tapi aku heran kenapa monster itu tidak menyerang para ilmuwan. Mungkinkah ilmuwan-ilmuwan itu tidak mengetahui keberadaan mereka?
"Aku akan membagi kita menjadi 2 kelompok. Aku akan pergi bersama Nicole dan Tom akan pergi bersama Jill," kata Pak Benson.
"Tombol itu terletak di sebelah Barat bangunan ini. Tom dan Jill akan menarik perhatian monster itu dari luar jendela agar mereka pergi ke sebelah Timur. Jadi, Nic dan aku akan memiliki kesempatan untuk menekan tombolnya. Jangan lupa berikan kami sinyal berupa satu tembakan dan gunakan ini ya," kata Pak Benson sambil mengeluarkan sebuah pistol kecil dari saku celananya, entah sejak kapan dia punya benda itu di sakunya.
"Suara pistol ini tidak begitu nyaring, tapi kami pasti akan mendengarnya. Setelah selesai aku akan memberi sinyal dan kita akan bertemu di belakang gedung ini," kata Pak Benson.
"Baiklah, Pak. Kami setuju," sahut Tom.
"Tom, tolong kau jaga Jill baik-baik ya!" kataku. Aku rasa Jill akan tetap aman selama dia tidak mendekati para monster secara langsung.
"Nic, nanti biar aku yang menekan tombolnya. Kau cukup mengawasi para monster agar tidak mendekat ke arah kita. Usahakan untuk tidak membuat keributan. Bangunan ini cukup luas, jika semua monster dipancing ke sebelah Timur aku rasa kita akan tetap aman," kata Pak Benson.
"Jill dan Tom akan baik-baik saja kan, Pak?" tanyaku.
"Kaca dan tembok bangunan ini sangat kuat dan kokoh. Sangat sulit untuk memecahkan atau merusaknya," jelas Pak Benson. Itu sedikit menghilangkan kekhawatiranku.
"Ayo, kita mulai," kata Thomas.
Aku melambaikan tangan ke arah Jill dan mulai berjalan ke arah Barat bersama Pak Benson. Aku mengikuti Pak Benson melewati pekarangan yang sudah ditumbuhi beberapa tumbuhan liar.
Benar-benar tidak terawat.
Pak Benson berhenti secara tiba-tiba di depan sebuah jendela yang cukup besar. Sebenarnya itu tidak bisa dibilang jendela, karena hanya ada kaca tebal tanpa daun. Aku hampir saja menubruknya. Dia mengisyaratkan agar aku menunduk.
"Ada apa, Pak?" tanyaku heran. Aku merasakan hawa yang tidak enak di sekitar kami. Sepertinya dibalik jendela ini ada monster yang cukup banyak.
"Ini tempatnya. Kita tinggal menunggu sinyal dari Jill dan Thomas," jawab Pak Benson.
Kami menunggu dalam diam. Kenapa mereka lama sekali? Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi di sana? Aku harap tidak ada hal buruk yang terjadi pada mereka. Hanya mereka satu-satunya temanku yang tersisa.
"DOR!"
Itu sinyal mereka, kurasa mereka telah berhasil mengalihkan perhatian para monster itu. Aku bisa merasakan hawa yang tidak enak itu mulai berkurang. Sepertinya para monster sudah beralih menuju ke sebelah Timur.
Pak Benson mengintip melalui jendela kemudian berkata, "Monster itu sudah pergi ke Timur, ini kesempatan kita."
Aku mengangguk bersemangat, tetapi aku teringat akan sesuatu. "Pak, jika semua jendela di bangunan ini kuat dan kokoh bagaimana kita bisa masuk?" tanyaku sedikit panik.
"Tenang saja.Beberapa jendela di sini memiliki tombol tersembunyi dari luar dan dalam untuk membukanya, tapi hanya segelintir orang saja yang tahu," jawab Pak Benson.
Aku menghembuskan napas lega. Betapa bodohnya aku tidak menanyakan hal seperti itu sebelumnya.
Pak Benson meraba-raba dinding batu di bawah jendela itu, kemudian dia menekan salah satu batu yang ada di sana. Secara ajaib kaca jendela itu bergeser ke kanan dan membukakan jalan masuk kepada kami.
"Keren," gumamku.
Pak Benson masuk lebih dulu kemudian diikuti olehku. Suasana di ruangan ini gelap dan pengap. Bau busuk tercium cukup keras di sini. Aku benar-benar ingin muntah, baunya seperti puluhan telur busuk.
Ruangan ini cukup luas. Di sini terdapat sebuah meja persegi besar dan beberapa kursi, atau setidaknya hanya itu yang bisa kulihat. Meja itu penuh debu dan tumpukan dokumen yang sudah kotor. Aku mengawasi sekitar sementara Pak Benson mencari-cari sesuatu di bawah meja.
"DOR!"
Suara tembakan lagi? Apa maksudnya itu? Apakah Jill dan Thomas sedang dalam bahaya? Samar-samar aku mendengar suara tembakan berulang-ulang. Aku benar-benar khawatir dengan keadaan Jill dan Thomas saat ini.
"Pak, cepat sedikit. Sepertinya Jill dan Tom sedang dalam bahaya," bisikku. Pak Benson bergumam mengiyakan, sepertinya dia juga mendengar suara tembakan kedua tadi.
"Ah... ini dia," gumam Pak Benson, dia menekan sesuatu di bawah meja. Sesaat kemudian kepalanya menyembul keluar dari bawah meja. "Ayo kita pergi. Aku sudah menekan tombol kapalnya," kata Pak Benson.
Kami segera beranjak menuju jendela tempat kami masuk tadi, kali ini aku keluar lebih dulu. Pak Benson menutup jendelanya dengan tergesa-gesa.
Kami berlari kecil ke sebelah Timur-ke tempat Jill dan Thomas berada. Aku berdoa dalam hati agar mereka berdua baik-baik saja.
-----------------
Apakah setiap aku selesai satu chapter selalu gantung ya?
Coba kalian baca cerita dari Thiya_Rahmah apalagi yang judulnya Mirror Mirror on The Wall itu keren dan bagus banget menurutku! Jangan lupa vote+comment+add to library ya!
Sepertinya BEAST hanya tinggal satu atau dua chapter lagi sebelum selesai. Mohon ditunggu dengan sabar ya! :)
Don't forget to vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Beast
AdventureNicole dan teman-temannya sedang berlibur di pulau pribadi milik Patrick. Orangtua Patrick merupakan seorang ilmuwan yang sedang mengerjakan sebuah proyek rahasia di pulau yang sama tempat mereka berlibur. Siapa yang menyangka ternyata proyek rahasi...