11. Hungry

1.9K 150 34
                                    

Suasana malam ini sudah tidak sesunyi tadi. Kini suara tembakan semakin jelas terdengar, seiring semakin dekatnya kami ke tempat Jill dan Thomas berada. Suara teriakan dan geraman monster juga mulai terdengar. Kali ini aku yakin bahwa mereka benar-benar diserang monster.

Aku dan Pak Benson mempercepat laju lari kami. Aku berharap monster yang ada di sana tidak begitu banyak, sehingga tidak akan menyulitkan kami. Kami mulai menyiagakan senjata kami saat mulai mendekati bagian Timur gedung ini.

Benar sesuai dugaanku, di sana Jill dan Thomas sedang diserang oleh sekawanan monster. Aku bersyukur kepada Tuhan karena monster yang menyerang mereka bukanlah monster ganas, tetapi tetap saja, jumlah mereka cukup banyak.

Aku mulai menembaki monster-monster yang menyerang Jill dan Thomas, begitu juga dengan Pak Benson. Beberapa monster itu mengalihkan perhatian mereka kepadaku. Sebelum mereka sempat mendekatiku aku sudah menembak mereka sampai mati. Aku akui, keadaan membuatku semakin mahir menembak dan semakin mengurangi keraguanku untuk membunuh monster-monster itu.

Jill dan Thomas sadar akan kedatanganku dan Pak Benson. Mereka terlihat lega akan kedatangan kami. Aku menduga bahwa mereka sebelumnya pasti merasa sangat panik karena tiba-tiba diserang oleh sekawanan monster.

Kedatanganku dan Pak Benson membuahkan hasil. Monster yang menyerang Jill dan Thomas sudah kami bunuh semuanya. Entah monster-monster itu memang payah atau aku dan Pak Benson yang hebat dalam menembak.

Keringat bercucuran deras di dahiku. Yah, menembaki monster-monster tadi memang cukup melelahkan, apalagi aku sebelumnya sudah berlari cukup jauh untuk sampai di sini.

Pak Benson tidak membuang waktu. Setelah kami berhasil membunuh monster-monster itu, dia langsung mengajak kami untuk keluar dari laboratorium.

"Sekarang sudah hampir pagi, kita harus segera pergi dari laboratorium ini," kata Pak Benson. "Kalian semua tidak apa-apa, kan? Tidak ada yang tergigit, kan?" tanyanya. Aku menggeleng, begitu juga dengan Jill dan Thomas.

"Baiklah kalau begitu, sekarang kita akan segera pergi," kata Pak Benson.

"Ah ya, aku lupa bilang. Pintu keluarnya tidak berada benar-benar di arah Barat, tapi ada di Barat Laut. Jadi kita hanya perlu pergi ke belakang gedung ini kemudian berlari lurus dari sana," kata Pak Benson. Syukurlah kami tidak perlu berlari begitu jauh.

Aku mengencangkan gesper dan mengikat tali sepatuku yang terlepas. Tidak lupa, aku juga mengecek jumlah peluru yang ada di senapanku, rupanya tinggal sedikit. Aku merogoh kantong kecil tempat aku menyimpan peluru cadanganku.

Sial!

Kantong itu kosong. Aku ingat terakhir kali aku mengambil peluru cadangan, kantong itu masih berisi beberapa peluru. Mungkinkah peluru-peluru itu terjatuh? Betapa cerobohnya aku.

"Umm Pak, bisakah aku minta beberapa peluru? Peluruku habis," tanyaku.

"Oh tentu, ini ambillah. Aku masih membawa banyak peluru cadangan," jawab Pak Benson sembari menyerahkan beberapa peluru.

Aku meraih peluru itu seraya mengucapkan terima kasih. Kupenuhi senapanku dengan peluru, sedangkan sisanya aku letakkan di kantong kecilku. Kini aku memastikan kantong itu kututup dengan benar agar tidak terjadi kesalahan serupa lagi.

Pak Benson memimpin kami ke belakang gedung, melewati monster-monster yang sudah mati itu. Aku tidak menyangka monster yang kami bunuh ada sebanyak itu. Tubuh mereka melintang dan menyebar dimana-mana menghalangi jalan. Beberapa dari mereka tergeletak dengan posisi yang menjijikan. Kami terpaksa berjalan secara hati-hati agar tidak menginjak jasad monster-monster itu. Jill yang berjalan di sebelahku merapatkan tubuhnya ke arahku. Aku bisa merasakan tubuhnya mengeluarkan keringat dingin.

Aku mencoba fokus ke depan dan mengabaikan jasad monster-monster itu. Bau amis darah dan bau khas yang dikeluarkan monster itu mulai tercium. Baunya menyerupai sekumpulan hati ayam rebus yang sudah busuk. Sungguh menjijikan. Kini aku benar-benar berusaha untuk tidak memuntahkan makanan yang terakhir kali aku makan. Aku akan sangat membutuhkan energi saat ini.

Kami berjalan semakin cepat karena jasad monster yang menghalangi jalan semakin sedikit. Bau yang menjijikan itu juga sudah mulai pudar. Aku merasakan tubuh Jill semakin tenang, dia sudah tidak mengeluarkan keringat dingin lagi.

"Jill, kau tak apa?" tanyaku lembut.

Jill menggeleng. "Tidak, aku baik-baik saja."

Aku harap dia berkata jujur, tapi jika dilihat dari wajahnya yang masih cukup pucat, aku rasa dia berbohong.

Kami berlari kecil ke arah belakang gedung. Entah kenapa kini aku merasa sangat lelah dan lapar luar biasa. Aku mengingat-ingat kapan terakhir kali aku makan. Sepertinya itu ... kemarin pagi! Astaga, sudah lama sekali aku tidak makan, pantas saja aku merasa sangat lelah sekarang.

"Pak, aku lapar sekali," kataku pelan.

Sebetulnya aku tidak enak hati untuk mengatakan itu, karena pasti Pak Benson akan mencarikan makanan terlebih dahulu untuk kami. Hal itu pasti akan sangat merepotkan dan menghabiskan banyak waktu. Tapi aku tidak akan mampu berlari jika tidak mengisi energi terlebih dulu.

"Ah, iya. Coba kita cari di laboratorium utama, kurasa di sana ada makanan," kata Pak Benson.

Kami berjalan secara perlahan menuju gedung laboratorium utama yang terletak di Barat. Sebenarnya jarak dari tempat penyimpanan dokumen menuju laboratorium utama tidak begitu jauh, tapi karena rasa lelah ini, jarak pendek itu menjadi terasa jauh dan melelahkan.

Kami sudah setengah jalan ketika Jill berlutut sambil memegangi perutnya.

"Aku tidak kuat berjalan lagi," rengeknya. "Tenagaku sudah habis."

Aku berlutut di sebelahnya dan mengelus rambutnya perlahan. Dia menengadah, terlihat beberapa butiran air mata lolos dari matanya.

"Baiklah kalau begitu, biar aku saja yang pergi mencari makanan. Aku yakin, kalian semua pasti sangat lapar dan lelah. Aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini, jadi kalian tidak perlu mengkhawatirkan aku," kata Pak Benson.

"Tapi, Pak. Aku masih kuat untuk membantumu," kata Thomas.

"Tidak Tom, jika kau tidak akan ada yang menjaga Jill dan Nicole," kata Pak Benson.

"Aku bisa menjaga Jill dan diriku sendiri, Pak. Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku dan Jill," sahutku.

Thomas mengiyakan perkataanku, "Nicole itu gadis yang kuat, dia pasti bisa menjaga dirinya dan Jill."

"Baiklah kalau begitu, Tom boleh ikut denganku," kata Pak Benson. Mereka menyiagakan senjatanya dan mulai meninggalkan aku dan Jill. Mereka berlari cukup cepat, aku memandangi punggung mereka yang mulai menjauhi kami.

"Jill, mari kita ke balik semak itu. Aku rasa di sana lebih aman," kataku setelah Pak Benson dan Thomas mulai tidak terlihat lagi.

Jill mengangguk lemah. Aku membantunya berjalan ke arah semak belukar itu. Kami bersembunyi di balik semak itu sambil menunggu Pak Benson dan Thomas kembali.

***

Kami menunggu cukup lama hingga Jill tertidur di pangkuanku. Tenang saja, aku yakin dia memang tertidur—bukan mati kelaparan—aku masih bisa merasakan hembusan napasnya yang lemah.

Aku melirik jam tanganku, rupanya sudah jam empat pagi. Sebentar lagi fajar akan menyingsing, tetapi Pak Benson dan Thomas belum kembali. Aku benar-benar khawatir, Pak Benson dan Thomas sudah pergi sekitar satu jam. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk di sana?

Aku menengadahkan kepalaku menatap langit sambil bersandar pada sebatang pohon. Aku merasa lelah sekali, akhir-akhir ini aku tidak tidur dengan nyenyak. Belum lagi ditambah dengan perutku yang kelaparan ini. Entah kenapa mataku kini terasa begitu berat. Kelopak mataku seperti terbuat dari logam yang sangat berat hingga aku tak mampu menahannya.

--------------------

Sorry kalo chapter ini aneh.

Btw selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang merayakan ya!

BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang