14. Cave

1.3K 123 7
                                    

Aku update dua chapter hari ini, chapter 13 dan 14.

***

Kami menelusuri hutan yang dipenuhi pepohonan yang sudah sekarat. Semakin dalam kami masuk, udara semakin dingin. Aku semakin merapatkan diri dengan yang lainnya.

Dipandu oleh Pak Benson, kami terus berjalan ke tengah hutan untuk mencari gua yang dimaksud olehnya. Beruntung sekali kami memiliki Pak Benson yang mengetahui seluk beluk pulau ini. Tanpanya, kami pasti tak bisa bertahan lama di sini.

Semakin lama kami berjalan, udara semakin dingin dan pencahayaan semakin sedikit. Kami tidak berani mengeluarkan senter atau menyalakan api karena takut memancing monster.

"Kurasa sebentar lagi sampai," kata Pak Benson.

Aku menggosok-gosokkan telapak tanganku untuk menghangatkan diri. Sesekali aku melirik kawan-kawan yang lain. Mereka tampak sama kedinginannya sepertiku. Kemana kira-kira monster-monster itu ya, apakah mereka tahan dengan dingin?

"BLAR!!"

Suara petir besar terdengar. Sepertinya malam ini akan terjadi hujan badai. Tanpa dikomando, kami mempercepat langkah. Jika kehujanan, pakaian dan makanan kami bisa basah. Oh, di manakah engkau wahai gua.

"Itu dia!" seru Jill. Matanya berbinar melihat gua gelap yang menganga di depan kami. Entah kenapa, sekarang aku merasa takut masuk ke sana. Aku merasakan adanya bahaya di dalam.

"T-tunggu, jangan masuk dulu. Bagaimana jika ada monster di dalam?" kataku sedikit takut.

"Berdoa saja semoga tak ada. Tetap siagakan senjata kalian," kata Thomas. Dia masuk terlebih dahulu ke dalam gua. Aku, Jill, dan Pak Benson mengikuti dari belakang.

Kami menyalakan senter dan memeriksa penjuru gua ini. Bagian dalam gua terasa lembap dan sedikit bau, tetapi tidak ada bau monster. Hanya ada bau apek. Ada banyak bebatuan besar di dalam gua ini yang bisa dijadikan tempat bersembunyi.

Kami memeriksa sampai ke bagian dalam gua. Ternyata gua ini tidak memiliki tembusan alias buntu. Tetapi ada celah kecil yang mengarah ke samping gua. Setelah memeriksa semuanya, kami dapat menyimpulkan bahwa gua ini aman.

Aku dan Jill mulai menyalakan api unggun kecil yang cukup jauh dari mulut gua. Kami tidak ingin menarik perhatian para monster.

Aku meletakkan tasku di sudut yang menurutku bersih. Kukeluarkan sebungkus roti yang ada di dalam tasku. Tak lupa, kukeluarkan sebotol jus jeruk.

Bungkus plastik pelapis roti ini kurobek dan aku masukkan ke dalam kantong plastik yang sudah kami sepakati sebagai tempat sampah. Sambil mengunyah, aku memperhatikan teman-temanku yang sibuk dengan diri mereka sendiri.

Di seberangku, Thomas sedang memeriksa kondisi Pak Benson. Memperhatikan gerak mulut dan mimik wajah mereka, sepertinya kaki Pak Benson sudah sedikit membaik. Setelah memeriksa Pak Benson, Thomas duduk bersandar di sebelahnya sambil mengutak-atik tasnya.

Jill yang sedari tadi duduk di sampingku sudah menghabiskan dua bungkus roti, sementara aku baru menghabiskan setengah rotiku. Entah aku yang terlalu lama mengunyah atau dia yang terlalu cepat makan.

Kami terduduk sambil berdiam diri, mengumpulkan tenaga juga mengistirahatkan diri. Tidak ada yang membawa jam tangan di antara kami, jadi kami hanya bisa menerka-nerka waktu dengan memperhatikan matahari. Tapi, kini matahari sedang ditutupi oleh awan mendung yang sudah siap menumpahkan isinya. Meskipun begitu, menurutku dengan atau tanpa awan mendung, cahaya matahari tetap akan terhalang oleh lebatnya pepohonan.

Setelah kuhabiskan sebungkus roti dan sebotol jus, aku membersihkan sisa-sisa sampahku dan memasukkannya ke tempat sampah. Jill sudah terlelap di sebelahku dengan menggunakan tasnya sebagai bantal. Pak Benson pun begitu. Thomas hanya duduk termangu setelah menghabiskan sebungkus roti.

BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang