🍬TWO 🍬

564 424 235
                                    

-HAPPY READING :D-

"WTF- bocah?!"

Livia segera menampol jidat Arraya. "Heh, Apa apaan lu nyebut gue bocah?" Ujarnya seraya mengangkat dagu tinggi tinggi.

Arraya mengusap jidat seraya mengerucutkan bibirnya. "Gue cuman kaget aja." Bisa bisanya dia memasuki tubuh seorang bocah SMP batinnya.

"Semuanya berdiri!" Ujar salah seorang murid di barisan paling depan. Barisan Arraya dan Livia adalah barisan paling belakang.

"Beri salam!"

"Assalamualaikum ibu guru!" Ucap serentak para murid murid.

"Waalaikum salam anak anak!" Setelah guru itu menjawab salam, semua murid kembali lagi duduk dengan rapi.

"Silahkan semuanya kumpulkan pr kalian!" Ujar guru perempuan itu.

Arraya mendengus sebal. Baru saja berpindah tubuh sudah di beri pr saja, pikirnya. Dia menyenggol lengan Livia di sampingnya. "Liv. Lo udah belum?"

"Udah. Lo juga kan udah tadi ngerjain. Sini sama gue kumpulin." Livia bangkit dari duduknya kemudian mengambil salah satu buku di dekat Arraya.

Setelah semua murid kembali duduk guru itu berkata. "Anak anak. Hari ini kita ujian harian ya? Yang nilainya remedial nanti dapat hukuman. Dengar Arraya?"

Arraya yang sedang melamun memikirkan kejadian tidak masuk akal ini kaget karena tiba tiba namanya di panggil. "Iya bu."

"Ra jangan sampe nilai lo telor ceplok lagi loh!" Peringat Livia.

Arraya melongo mendengarnya. Memangnya Arraya yang ini sebodoh apa sampai nilainya telor ceplok. 90 saja sudah termasuk nilai paling kecil dari yang terkecil menurut Arraya. Maklum lah Arraya yang dulu itu anak cerdas.

Guru itu mulai membagikan soal ulangan pada masing masing murid. "Ingat jangan ada yang mencontek!"

"Baik bu!"

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Murid murid lain sudah berbondong bondong berjalan keluar kelas untuk pulang. Tapi tidak dengan Arraya. Dia tidak tahu dimana rumahnya dan siapa keluarganya membuatnya hanya berdiam diri di kelas.

Mau menanyakan ke Livia, tapi anak itu malah ada rapat osis membuat Arraya harus menunggu. Arraya tadi lupa tidak bertanya pada Livia karena baru teringat saat Livia sudah pergi.

"Duhh, gini banget nasib gue. Udah bahagia jadi pacarnya Leo, eh malah harus mati konyol. Sekarang juga mau pulang gak tau kemana. Huhu im so sad." Keluh Arraya.

Karena bosan berada di dalam kelas, Arraya pergi keluar kelasnya. Tak lupa dengan tas yang dia gendong. Dia berjalan melewati lorong lorong hingga sampai lah dia di lapangan sekolah. Arraya celingak celinguk menatap lapangan sekolahnya yang sangat besar.

"Wihh sekolah si Arraya ini gede juga ya. Jangan jangan dia orang kaya lagi" celetuk Arraya.

"Nona Arraya."

Mendengar panggilan itu Arraya segera menengok ke arah si pemanggil.

"Nona Arraya harus segera pulang karena nyonya dan tuan mengalami kecelakaan yang membuat mereka harus pergi dari dunia." Pria tua itu berujar dramatis.

Arraya mencoba mencerna ucapan pria itu. Jadi maksudnya, orang tua si Arraya ini meninggal?

Arraya memutuskan untuk berakting terlihat kaget dan sedih di hadapan pria tua itu. Karena jika dia tidak sedih samasekali, ditakutkan pria tua di depannya ini akan merasa aneh. "APAA! Gak mungkin. Gak! Gak mungkin! Mama papa. Hiks hiks. Gak mungkin." Arraya berusaha berakting dengan baik. Dia menangis kencang dan terjatuh ke tanah. Arraya menutupi wajahnya sambil menangis.

DIARY ARRAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang