Suara dentingan sendok sedikit mengurangi kesenyapan ruang makan yang terasa kaku dan canggung, tak ada yang memulai obrolan ataupun sekadar bertukar sapaan hangat dipagi hari. Mungkin ada, tapi seakan akan abai dengan hal itu hingga akhirnya semua memilih diam
Kursi yang berderit sontak membuat seluruh pasang mata disana menatapnya. Sebelum beranjak dari kursi dan bersiap pergi, seorang wanita paruh baya berucap menahan sang anak yang kini menatapnya dengan sorot datar.
"Kamu ngga bareng sama ayah kamu?"
"Aku berangkat sendiri bawa motor." Dirinya menatap sang ayah yang balik menatapnya dengan raut sendu. "Dan aku ada rapat osis pulang sekolah nanti, jadi pulang agak telat."
"Kamu bawa motor abang kamu?" Hanya anggukan samar sebagai jawaban. Setelahnya, dia berlalu meninggalkan ruang makan itu.
"Hati-hati bawa motornya sayang! Jangan dibawa ngebut!" ucap sang ibu dengan sedikit berteriak karena sang anak sudah menghilang dibalik tembok pembatas.
Helaan napas keluar dari sang ibu, membuat suami di sampingnya mengelus lembut pundak sang istri. "Pasti ada saatnya nanti Jezzya akan menerima kamu sebagai ibunya."
Wanita paruh baya itu hanya menganggung lemah dan berikan senyum tipis, menatap sendu ke arah kursi yang sudah ditinggalkan oleh orang yang mendudukinya tadi.
—
Angin pagi berhembus, sepeda motor besar model ninja yang khas berwarna hitam itu melaju cukup kencang membelah jalanan kota Jakarta—abai pada perkataan sang ibu untuk tidak mengebut.
Sebuah bangunan sekolah elit terpampang tak jauh di depan sana, kini seorang remaja lengkap dengan seragam sekolahnya memelankan laju motornya seiring dengan kuda besi itu memasuki area sekolah, dan berhenti di area parkir yang disediakan untuk para siswa siswi yang membawa kendaraan beroda dua.
Membuka helm fullface yang ia kenakan dan membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Jezzya Zarnisha, remaja itu tampak mengukir senyuman tipis di wajahnya, menepuk kecil motor besarnya. "Thank you bang tumpangannya," ujarnya dengan kekehan kecil. "Motor lo masih bagus banget gini sayang kan kalo diem aja di garasi? Mulai sekarang motor lo gue hak patenin ya?" tambahnya. Melupakan fakta bahwa dirinya yang sudah sering menggunakan motor itu semenjak ditinggalkan oleh pemiliknya.
Turun dari motor kesayangan sang kakak, kakinya melangkah meninggalkan area parkir. Pikirannya berkelana, mengingat bagaimana dulu sang kakak selalu mengantarnya dengan motor hitam kesayangannya itu saat dirinya masih menempuh pendidikan di bangku sekolah menengah pertama. Sang kakak yang akan mengusap rambutnya sebelum pergi meninggalkannya untuk menuntut ilmu di sekolah, dirinya yang terus memaksa sang kakak untuk mengajarinya menaiki motor besar kesayangannya itu ketika mulai menginjak kelas tiga SMP sampai sang adik mahir dengan sendirinya, dan sang kakak yang akan mengomelinya saat memakai motornya tanpa izin untuk sekedar pergi ke minimarket, dan dirinya yang merengek pada sang papa untuk membelikan motor seperti kakaknya yang tentu tidak dipenuhi.
"Kamu masih SMP Jezzya, Papa belum mengizinkannya. Dan kamu juga perempuan, masa pakai motor seperti itu?"
Dan selalu diakhiri dengan rengutan kesal karena sang papa tak membolehkannya memiliki motor yang sama seperti sang kakak.
Namun, itu semua kini hanya bisa menjadi wisata masa lalu semata. Kenangan bersama sang kakak yang sangat dia sayangi dan masih dia ingat serta tersimpan jelas di kepalanya.
Seketika dia merindukan tawa meledek sang kakak dan candaan konyol yang sebenarnya tak lucu namun tetap membuatnya tertawa. Ahh rasanya dia ingin memeluk kakaknya dan memukulnya setelah itu. Semoga lo bahagia terus dan tenang disana yang bang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namaku, Asta
Fanfiction[ Hamada Asahi lokal AU ] Handaru Adhyasta. Orang-orang memanggilnya Asta. Pemuda pemalu yang periang dengan senyum manis berhias dimple di pipinya. - "Tentang seperti apa sakitnya merelakan dan sulitnya melupakan." - warning❗️ harsh word❗️ lokal AU...