[ 18 ] - ziya dan hadiahnya

25 5 2
                                    

Sudah sekitar sebulan semenjak acara ulang tahun sekolah, dan pelantikan anggota OSIS baru juga sudah diadakan beserta pergantian jabatan dari anggota OSIS lama dengan yang baru, dimana kelas akhir kini sudah tidak bisa mengikuti organisasi itu lagi dan harus fokus pada kegiatan-kegiatan akhir dan ujian mereka.

Kini jam sekolah telah usai, hanya tersisa siswa yang ikut kegiatan ektrakulikuler hari ini, salah satunya Jezzya, gadis itu nampak fokus dengan kegiatan ekskulnya hingga waktunya habis. Selepas pergantian OSIS waktu itu, Jezzya juga tidak berminat untuk menyalonkan dirinya lagi sebagai anggota dan lebih memilih untuk fokus pada belajarnya di semester dua ini. Sebentar lagi juga naik kelas dua belas, dia tidak ingin terganggu dengan kegiatan apa pun untuk kelas akhir nantinya.

"Nah cukup untuk hari ini, bagi yang berminat untuk mengikuti event yang saya beritahu sebelumnya, silahkan tolong didata dan berikan pada saya secepatnya. Terakhir pendataan, pertemuan ekskul minggu depan."

Kalimat dari guru ekskul itu menjadi penutup kegiatan ekstrakulikuler musik kali ini. Berbicara tentang event, guru ekskul musik memberitahu tentang adanya perlombaan membuat instrumen musik dan bahkan lagu bagi para pelajar berbakat di jenjang SMA maupun perkuliahan. Hasilnya akan mendapat penghargaan yang cukup menarik dan hasil karya yang nantinya akan dibeli secara resmi.

Jezzya melihat Asta yang terlihat sedang melamun, entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu. Mungkin menimang-nimang untuk mengikuti event itu atau tidak.

"Balik, ta. Jangan bengong mulu," tegur Jezzya yang kini berada di sampingnya dan tersenyum simpul.

Asta yang merasa terpanggil menoleh dan mengulum senyum, mengangguk dan segera bangkit untuk melangkah pergi menyusul Jezzya yang sudah lebih dulu meninggalkan ruangan.

"Jezzya ikut eventnya?" Asta bersuara saat langkah kakinya kini menyamai Jezzya dan berjalan di sampingnya.

Jezzya melirik Asta sekilas sebelum kemudian menggeleng. "Ga minat gue, belum terlalu paham ngekomposisiin instrumen juga," balasnya.

Asta manggut manggut. "Lo sendiri? ikut?" tanya Jezzya balik.

"Nggak tau deh. Pengen sih tapi masih bingung."

"Ikut aja, lo udah pinter ini tentang begituan. Lumayan award nya."

Asta tersenyum menampilkan giginya. "Nggak pinter pinter banget, masih amatir."

"Kata orang yang ngajarin orang lain," ucap Jezzya dengan nada sedikit mencibir meskipun bercanda. Asta hanya terkekeh mendengarnya.

"Um, Jezzya?" Asta kembali bersuara, terlihat cukup ragu.

"Apa?" tanya Jezzya karena Asta tak kunjung melanjutkan ucapannya.

"Boleh minta nomor kamu? Atau media sosial lainnya gitu," ucap Asta kemudian, terdengar kikuk dan malu-malu. Akhirnya, setelah berpikir selama berminggu-minggu—bahkan hampir sebulan—untuk sekedar meminta nomor ponsel, baru sekarang Asta memberanikan diri untuk melakukannya. Malu, ga berani. Ini saja rasanya Asta sangat gugup ingin kabur detik ini juga.

"Oh, hahaha. Baru inget gue ga punya nomor lo, padahal lumayan akrab temenan," balas gadis itu, kemudian mengulurkan tangannya. "Mana hp lo? Gue ketikin sini."

Wow, ternyata semudah itu. Asta bahkan harus berpikir berkali-kali untuk bisa meyakinkan dirinya supaya berani untuk hanya sekedar meminta nomor gadis itu.

Namaku, AstaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang