Prologue

1K 84 5
                                    


 Ran termangu saat melihat dua sosok dewasa di hadapannya kini. Tidak hanya dirinya, Sonoko di sisinya juga ikut terbengong-bengong. Kemudian Ran menyadari di ruangan ini cuma dirinya dan Sonoko saja yang terkejut, sementara yang lainnya seperti Masumi, Profesor Agasa dan Jodie Sensei sama sekali tidak kaget. Tandanya mereka mengetahui perihal Edogawa Conan adalah Kudo Shinichi, sementara Haibara Ai adalah Miyano Shiho.

"Ja... Jadi..." rintih Ran yang terguncang, "se-selama ini... Conan-Kun itu... kau?" tanyanya pada Shinichi.

"Eh..." Shinichi mengangguk.

Adegan masa lalu berputar di benak Ran. Meski ia pernah curiga awalnya Conan itu adalah Shinichi karena kemiripan mereka tapi, ia merasa bocah lelaki itu tetaplah berbeda. Conan merupakan anak yang sangat menyenangkan, ia tak menyangka ternyata anak itu adalah si detektif muda menyebalkan ini. Wajah Ran berangsur-angsur memerah, campuran antara malu dan amarah. Ia ingat dulu dirinya dan bocah Conan pernah mandi berdua.

"BENAR-BENAR KAU SHINICHI!" ia mengomeli dan memukuli Shinichi habis-habisan.

Shinichi berusaha menghindari dan menahan pukulannya, "gomen gomen Ran! Aku bisa jelaskan!"

"Dasar laki-laki mesum! Sebal aku!" sembur Ran.

"Karena keadaannya berbahaya, aku terpaksa menyembunyikannya," Shinichi berusaha menjelaskan.

"Setidaknya kau seharusnya percaya padaku, brengsek!" amuk Ran.

"Aku tak mungkin membahayakan posisimu! Terlebih lagi posisi Haibara," ucap Shinichi sembari memandang Shiho.

"Jadi kau Ai-Chan?" Ran memandang Shiho.

"Yoroshiku," Shiho mengangguk padanya.

"Hah! Pantas saja, gayanya selama ini dingin dan sok keren. Ternyata dia wanita dewasa!" timpal Sonoko.

Ran membeku, selama ini ia suka menjodoh-jodohkan Conan kepada Ai. Ia mengira menjodohkan dua bocah itu lucu, tapi sekarang ia menyadari sikapnya dulu itu adalah menyodorkan kekasihnya sendiri pada wanita lain. Sekarang sudah tidak lucu lagi. Kemudian Ran melihat, Ai versi dewasa ini cantik sekali, sepertinya juga cerdas. Mau tak mau ia merasa minder juga. Ia ingat bagaimana pedulinya Conan kepada Ai, ketika Ai sakit atau ketika Ai dalam bahaya. Hal-hal yang tidak pernah ditunjukkan Shinichi padanya sejak kecil, semuanya malah tersalurkan pada Ai alias Shiho. Bibit-bibit cemburu mulai muncul di lubuk hati Ran.

Sonoko melipat lengannya dengan angkuh depan dada, "kalau kau mau marah Ran, bukan pada Shinichi-Kun, melainkan pada wanita kegelapan ini. Dia yang telah membuat racun mematikan, sehingga Shinichi menciut dan membuatmu menunggu sampai dua tahun."

Shinichi langsung merentangkan lengannya di hadapan Shiho, "Haibara, maksudku Shiho tidak salah. Dia dipaksa untuk membuatnya."

Lagi-lagi Ran menyadari sikap protektif Shinichi kepada Shiho.

"Jangan coba-coba menyakitinya. Langkahi dulu mayatku," Profesor Agasa juga maju untuk melindungi Shiho.

Sonoko terbelalak, "Hakase?"

"Aku menyayangi Shiho-Kun melebihi apapun di dunia ini, hanya dia satu-satunya yang kumiliki," kata Profesor Agasa berapi-api.

"Hakase..." Shiho merasa tersentuh, baru kali ini ia melihat Profesor Agasa begitu serius.

"Sudahlah Sonoko," Ran menenangkan sahabatnya, "meskipun aku kesal, tapi aku percaya Shinichi melakukan semua ini karena ada alasannya."

"Okay okay," Jodie Sensei yang sejak tadi diam menyimak semua itu akhirnya menginterupsi dengan suara riangnya seperti biasa, "sekarang semua masalahnya sudah terselesaikan, organisasi itu sudah ditaklukkan, jadi cool guy ini bisa kembali ke kehidupan normalnya. Sekarang bagaimana denganmu Sherry? Kau mau menerima tawaran FBI?"

"Eh? Tawaran apa?" tanya Ran.

"Menjadi salah satu ilmuwan di FBI," jawab Jodie.

Shiho menggeleng, "aku masih pada pendirianku."

"Kau tidak mau mempertimbangkannya lagi Sherry?"

"Tidak."

"Kau masih marah pada Shuichi?"

Shiho tampak bimbang sesaat sebelum bicara, "aku tidak tahu bagaimana perasaanku terhadapnya. Marah mungkin iya, tapi aku tidak membencinya sekaligus tidak memaafkannya."

Jodie mengangguk pasrah, "aku mengerti, kami menghargai keputusanmu. Tapi kapan saja kau berubah pikiran, tawaran akan selalu terbuka."

"Jadi, kau akan tetap di Jepang?" tanya Profesor Agasa penuh harap.

Shiho menatapnya, "eh, aku tak mungkin meninggalkan Hakase seorang diri," ia memeluk Profesor Agasa yang tersedu-sedu karena terharu. Mereka seperti ayah dan anak saja.

"Yukata...aku tidak bisa bayangkan hidup sendiri lagi tanpa dirimu Shiho-Kun." isak Profesor Agasa.

"Hai... hai... aku akan selalu bersama Hakase."

"Aku sayang padamu Shiho-Kun."

"Aku juga sayang Hakase... Jadi mau kan lanjut dietnya?"

Professor Agasa hanya terkekeh canggung.

Shinichi dan Jodie Sensei tersenyum melihat mereka.

Segalanya terselesaikan dengan baik.

White Horse PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang