Pub itu jadi tempat favorit bagi mereka hingga beberapa hari berikutnya. Kadang Ran dan Sonoko saja yang ke sana. Kadang Shinichi, Shiho dan Masumi yang memindahkan tempat diskusinya di sana. Tidak jarang pula Shiho sendirian ke sana di malam hari untuk minum segelas sherry sambil bercakap-cakap dengan Alex. Semakin hari Shiho semakin menyukai pria yang sopan dan ramah itu. Begitu juga dengan Alex yang semakin mengagumi Shiho ketika ia mengenal wanita itu jauh lebih dalam.
"Uhm?" saat sedang mengelap gelas Alex tertegun ketika suatu senja Shinichi datang seorang diri ke sana dengan raut wajah murung saat menghempaskan duduknya di hadapan meja bar. Tidak biasanya Shinichi datang sendiri, kalau Shiho sudah biasa.
"Hai Alex," sapa Shinichi.
"Hai, mau minum apa?"
"Tequila saja."
"Oke."
Tak lama kemudian Alex menyerahkan gelas kecil tequila kepada Shinichi, yang langsung meminumnya dalam sekali teguk. Alex sampai melongo.
"Kasusnya semakin rumit ya?" tanya Alex.
"Aku tidak masalah dengan kasus rumit, tapi aku tidak suka kasus wanita."
"Ah... bertengkar dengan kekasihmu?"
Shinichi mengedikkan bahu, "dulu aku menganggap sikap ngambeknya lucu, tapi semakin lama semakin posesif. Padahal aku tidak berbuat apapun. Memang apa yang dia harapkan? Aku kemari memang untuk bekerja, bukan liburan."
"Dia cemburu pada Shiho?"
Shinichi menatapnya, "bagaimana kau tahu?"
Alex tertawa, "ayolah, aku kan juga suka bermain detektif. Lagipula kalian kan sering kesini dan semuanya kelihatan jelas."
"Shiho juga sering ke sini ya?"
"Iya, kalau lagi suntuk."
"Kasihan juga dia, padahal aku ingin para gadis-gadis itu berteman."
"Ya itulah rumitnya wanita, makanya sampai sekarang aku belum ingin pacaran."
"Memang biasanya Shiho kalau sendiri kemari bicara apa saja?"
Alex mengedikkan bahu, "tidak banyak, aku rasa dia sedang butuh ruang untuk sendiri saja."
Shinichi menunduk murung, sejak lepas dari organisasi ia sungguh mengharapkan Shiho dapat hidup normal dan bahagia bukan malah terseret dalam kecemburuan Ran yang tak beralasan.
"Kau mencemaskan Shiho?" tanya Alex mengerti raut wajah Shinichi.
Mata Shinichi menyipit, "kau banyak tahu juga ya..."
Alex tertawa, "aku anak hukum penyuka Sherlock, tidak sulit membaca bahasa tubuh kalian..."
Shinichi mendengus.
"Tapi aku lucunya, kenapa bukannya mengkhawatirkan kekasihmu yang cemburuan, kau malah mencemaskan wanita lain."
"Eh?" Shinichi menegakkan lehernya.
"Mr. Kudo, jangan-jangan selama ini yang kau cintai adalah Shiho bukan Ran."
Shinichi tertawa, "aku suka pada Shiho? Tidak mungkin! Wanita aneh begitu. Sejak kecil aku menyukai Ran."
Alex tersenyum bijak, "Mr. Kudo, kalau aku mencintai seorang wanita, maka dia akan menjadi satu-satunya duniaku, aku takkan melihat maupun mencemaskan wanita lain mungkin selain ibuku sendiri."
Shinichi terdiam.
"Aku juga punya teman perempuan masa kecil, selama kami tumbuh bersama kami kira kami saling mencintai dan akan menikah. Tapi setelah dewasa kami menyadari perasaan kedekatan itu hanyalah rasa sayang sebagai teman, kakak-adik dan kebiasaan. Pada akhirnya dia menikah dengan pria lain dan aku sama sekali tidak sakit hati. Aku justru bahagia untuknya."
"Tidak tidak... aku sudah bertunangan dengan Ran... aku yakin dari dulu aku mencintainya... Sejak dulu dia yang selalu ada di pikiranku sampai..." Shinichi terdiam lagi dan tampak bimbang. Ya, ia selalu memikirkan Ran sampai kemudian titik balik itu terjadi.
"Ya mungkin kasusku dan kasusmu berbeda. Kau mencintai teman masa kecilmu sementara aku tidak," ucap Alex.
Namun Shinichi jadi tidak yakin lagi.
"Kau baik-baik saja Mr. Kudo?"
Shinichi memandang Alex seraya bertanya, "memang seperti apa rasa jatuh cinta yang sebenarnya menurutmu Alex?"
Alex tersenyum sembari memejamkan matanya dan membayangkan wajah Shiho, "entahlah, mungkin rasanya seperti menemukan rumah saat kau memandang matanya. Rasanya kau ingin memberikan dunia saat melihat senyumnya. Dirimu tetap menjadi dirimu yang utuh di hadapannya."
Shinichi menatapnya terpana.
Alex membuka matanya dan menatap balik Shinichi, "aku tak pernah suka anggapan duniamu dan duniaku dalam konteks berpasangan. Sepasang belahan jiwa seharusnya menciptakan dunia baru di mana mereka mampu melebur bersama. Bukan perang ego, bukan perang ambisi. Kedua belah pihak harus sama-sama saling mendengar. Jika yang mendengar hanya satu arah, semuanya perlahan-lahan akan hancur. Sama seperti dalam sebuah persidangan, kau harus mendengar dan menganalisa sudut pandang semua pihak."
Shinichi termenung meresapi kata-kata itu.
"Ah maaf, omonganku melantur ya," ujar Alex sambil mengusap-usap belakang kepalanya.
"Tidak tidak," ucap Shinichi buru-buru, "sebaliknya, ucapanmu maknanya sangat dalam. Kau pasti yang paling cerdas di kelasmu ya?"
Alex tertawa, "ahaha tidak juga."
Shinichi menghembuskan napas lega, "terima kasih Alex, aku merasa lebih baik sekarang."
"Semoga kau dan Ran cepat berbaikan lagi."
"Uhm," Shinichi mengangguk meski meragukannya. Mereka mungkin akan berbaikan, tapi biasanya akan ribut lagi mengenai topik yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Horse Prince
FanfictionRencananya waktu bikin FF ini mau plot yang ringan aja seperti Twins Sherry, karena Pipi emank lagi disibukkan dengan naskah novel utama yang plotnya sangat berat, jadi belum bisa buat FF yang plotnya thriller berat. Tapi ternyata FF ini cukup bikin...