❥・•
Incheon, rumah putih, menikah, cantik.
Setidaknya itulah beberapa kata yg sering terlontar dari mulut Younghoon sedari masih kecil. Bahkan saat pertama kali ia dapat berbicara diusia balita. Padahal Younghoon tak pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya.Younghoon memang berdarah Korea, namun ia lahir dan tumbuh besar di New York, karna dulunya orangtua Younghoon merupakan seorang imigran dan disanalah mereka bertemu lalu menikah dan menetap sampai sekarang, sampai Younghoon telah berada di jenjang perguruan tinggi.
Mungkin rumah putih, menikah, dan cantik merupakan kata-kata random yg tak sengaja pernah didengar dan diucapkan ulang oleh Younghoon, namun darimana ia mendengar kata 'Incheon'? Padahal kedua orang tuanya tak berasal dari sana dan tentu saja tak pernah menyebut-nyebut kota Incheon seumur hidupnya. Lalu darimana Younghoon kecil mengetahuinya? Entahlah, tak ada seorangpun yg mengerti akan apa yg Younghoon katakan.
Bahkan sejak berpindah tempat tinggal, orangtuanya tak pernah kembali ke Korea sekalipun. Apalagi Younghoon?
Aneh? Memang.
Bahkan semakin bertambahnya usia, semakin banyak pula informasi yg mengiringi kata-kata tersebut. Konteknya semakin melebar kemana-mana.Awalnya, kedua orangtua Younghoon tak peduli. Memangnya, apa yg dapat kita harapkan dari seorang balita yg baru saja dapat berbicara dan sering mengucapkan kata-kata yg tak jelas? Mungkin Younghoon ingin menirukan sesuatu namun salah pengucapannya. Jadi kedua orangtuanya tak mau ambil pusing dan membiarkannya.
Namun saat Younghoon kecil mulai bersekolah dan memasuki lembaga pendidikan anak usia dini yg tentunya ia telah dapat berbicara dengan lancar, Younghoon mulai menceritakan kisah-kisah yg dinilai tak masuk akal.
Contohnya, kehidupan dewasanya, apa pekerjaannya, bagaimana ia akhirnya bertemu dengan sosok cantik yg kemudian menjadi tambatan hatinya, kehidupan pernikahan mereka, dan ia juga menjelaskan bahwa rumah putih tersebut adalah hadiah pernikahan darinya untuk si cantik.
Bahkan Younghoon dapat menjelasakan secara detail bagaimana perasaannya dan bagaimana rupa sosok cantik yg begitu ia cintai tersebut. Tapi ingat, semua itu terlontar dari mulut seorang anak berusia 6 tahun.
Namun sampai disitu orang tuanya masih diam dan tak ingin terlalu memikirkannya. Karna saat melewati proses kehidupan diusia itu, otak seorang anak mulai berkembang pesat dan wajar rasanya jika penuh imajinasi.
Saat mengantar jemput Younghoon kecil bersekolah, kedua orangtuanya juga sering berbagi pengalaman pada orangtua lain yg berada disana, dan beberapa diantaranya bercerita bahwa anak mereka mempunyai teman imajiner, dan meminta untuk tak terlalu khawatir selagi masih dalam batas wajar. Solusi yg diberikan adalah mencoba untuk mengalihkan fokus sang anak setiap kali anak anak tersebut mulai membicarakan teman imajinasi mereka.
Namun nyatanya, Younghoon tak pernah bisa berhenti dan semakin menjelasakan semua hal kepada orangtuanya secara detail, bahkan Younghoon menggambarkan dengan akurat bagaimana isi rumah putihnya itu sampai bagaimana interior dan tata letak barang-barangnya.
Dan saat ditanya siapa nama sosok cantik yg pernah ia cintai tersebut, dengan tegas Younghoon mengatakan bahwa namanya adalah Choi Chanhee. Nama yg sangat asing, walaupun faktanya mereka tinggal di dalam kawasan para imigran yg dipenuhi oleh orang-orang Asia di sekelilingnya, namun tak ada satupun yg bernama Choi Chanhee. Bahkan kerabat mereka yg berada jauh di Korea pun tak ada yg mempunyai nama itu.
Disitulah orangtua Younghoon berpikir bahwa sang anak mempunyai seorang teman imajiner. Lalu, berharap hal tersebut akan terhenti dengan sendirinya seiring bertambahnya usia Younghoon, dan dapat berpikir jernih. Walaupun pada kenyataannya, sejak saat itu Younghoon tak pernah melewatkan sehari pun untuk tak menceritakan kisahnya tersebut, yg entah dari mana asalnya, membuat kedua orangtuanya semakin khawatir dan mulai mengunjungi seorang ahli kejiwaan secara rutin.
❥・•