𝓗𝓮'𝓼 𝓽𝓱𝓮 𝓵𝓸𝓼𝓽 𝓹𝓻𝓲𝓷𝓬𝓮

1 1 0
                                    

Rumput – rumput ilalang ini meninggi semakin hari hampir menutupi tanah. Membuatku sulit melihat jalan. Saga dengan santainya berjalan jauh di depanku tanpa menyadari bahwa aku sedang mengikutinya.

"Saga!" Aku berteriak karena langkah Saga semakin cepat jika aku mendekat.

Dia menolehkan kepalanya dan menghampiriku. "Kamu tak seharusnya menyusulku Nad, tetaplah bersama anak – anak."

Napasku tersengal memegang kedua lengan Saga. "Kau adalah pangeran itu bukan? Pangeran yang sedang dicari oleh kerajaan." Aku mengeluarkan sebuah kertas yang ku lipat kecil di saku. Kubuka lebar – lebar dan kutunjukkan pada Saga.

Saga melihat poster itu sampai menyipit karena cahaya matahari menyorot ke wajahnya. Aku amat yakin dia lah orang yang selama ini kucari.

Saga menatap poster dengan saksama, tiap tulisan di poster ia baca. Tak ada sepatah kata pun ia ucapkan. "His Highness the crown prince, prince Serge." Ucapku menyeringai.

Alih – alih menjawab, Saga merobek poster itu. Membelah kertas itu menjadi dua, tiga, empat, lima bagian sampai tulisan dan foto di poster itu tak terbaca. Aku terperanjat kebingungan pada Saga. Ekspresinya penuh tanda tanya.

"Kenapa kamu merobeknya?"

"Karena ini sampah." Saga kembali melangkah menjauhiku.

"Tunggu dulu Saga, aku tau semuanya. Aku sudah tahu seperti apa dirimu, aku tau mengapa kau pergi dari istana dan mengapa mereka mencarimu."

"Lantas apa yang ingin kau lakukan? Menyuruhku untuk kembali kesana? Tak akan pernah terjadi."

Pria ini berjalan membelakangi ku. Langkah nya lebih cepat. Kedua tangannya terlihat mengepal kuat - kuat. Baru kali ini aku melihat amarahnya.

"Saga, kumohon, kau bisa menyelesaikan semuanya baik – baik. Kalau perlu aku bisa membantu." Aku memperhatikan langkahku yang semakin cepat mengikuti langkah Saga. Rumput ilalang ini juga terdapat beberapa duri yang tumbuh dibawahnya, dan kaki ku terus mengenai duri – duri tersebut.

"Aku tau apa yang kau rasakan Saga, aku mengerti. Kehilangan sang kakek seperti kehilangan harta paling berharga di hidupmu. Aku juga tau seperti apa ayahmu dan keempat saudaramu. Tapi kumohon kembalilah sebelum peperangan terjadi, sebelum semua kerajaan lain menyatakan perang hanya karena kekuatan besar itu. Nasib kerajaan Papiliona berada di tanganmu."

"Bukankah ayah bisa mengatasi semuanya?" Saga berhenti. Tepat di belakangku, tetapi ia tetap membelakangiku.

"Justru kau yang harus menghentikkan itu Saga, tidak selamanya nasib anak – anak pinggiran terus seperti itu, mereka pasti merasakan kesengsaraan juga. Terutama di desa Lamia yang bahkan sedang krisis pangan dan air. Betapa sulitnya menjadi sosok Mont harus bermigrasi mencari nafkah untuk keluarganya."

"Aku bukan apa – apa Nadeleine, lagipula aku mempersilahkan mereka untuk berperang. Aku tak peduli karena itu urusan mereka, tugasku sekarang adalah menjaga anak – anak di desa pinggiran."

"Jika takhta sudah berada di tangan raja Beaufort, dia bisa bertindak lebih jauh lagi. Bahkan bisa merampas semua harta yang kalian miliki, dan berujung mereka juga dalam bahaya." Aku menarik lengan Saga kuat – kuat.

"Berapa banyak hal yang sudah kamu ketahui tentang kerajaanku? Kamu hanya pendatang disini Nadeleine. Kamu tak mengerti apapun. Jikalau aku kembali hanya akan membuat situasi menjadi lebih rumit. Ayah sudah tak terkendali, aku tak bisa melakukan apapun."

"Ta – tapi..."

"Untuk apa kamu sok memerintahkan aku seperti ini? Kamu pikir dengan begitu aku berubah pikiran? Kamu hanya penganggu yang ikut campur urusan orang lain. Rela mengikuti sayembara hanya karena sebuah peti emas. Lagipula kamu bukan Elaine yang kukenal dulu. Kamu bahkan tidak bisa menggunakan sihir, kamu bahkan penakut, menyusahkan, dan sekarang? Lebih menyusahkan lagi." Ujar Saga penuh penekanan. Dia memuntahkan semuanya padaku dengan tujuan kalau dia berkata seperti itu, maka aku akan menyerah.

Aku menghela napas panjang. Saga benar - benar memuntahkan semuanya. "Baiklah jika itu yang kau katakan. Penakut, menyusahkan, penganggu atau apalah itu. Aku hanya ingin mengatakan kerajaan sedang dalam bahaya Saga. Jangan lari dari tanggung jawabmu. Kamu ingin mereka yang tidak bersalah mati terbunuh sia – sia? Kembali pada keputusanmu. Ingatlah kata sang kakek, itu pesan untukmu. Rakyatmu bukan hanya orang pinggiran seperti mereka. Tapi, semuanya."

"Biarkan saja Nadeleine."

Aku mengangguk – angguk, "Baiklah jika itu keputusanmu." Aku melangkah pergi mendahuluinya. Saga tetap diam, masih diam hingga aku menjauh. Sebaiknya aku kembali ke penginapan tapi bodohnya aku tak tahu arah jalan keluar hutan ini.

Tak sadar, air mata mengalir setetes demi setetes membasahi wajahku. Aku menyekanya segera. Sedikit penyesalan muncul dalam benak mengapa aku sempat mengira dia sosok yang hangat dan peduli.

Aku sadar jika masih mengenakan jubah merah ini. Lantas, aku melepasnya dan menjatuhkan ke tanah.

Aku menoleh, melihat Saga masih berdiri mematung disana. Tetapi pandangannya teralihkan. "Saga! Kukembalikan jubahmu! Terimakasih!" Aku pergi kembali ke penginapan.

Ini memang misi yang mudah. Orang yang kucari selama ini adalah orang yang selalu bersamaku dalam beberapa waktu. Namun, menyuruhnya kembali itu yang tak mudah. Aku menganggap rasanya sia – sia mengeluarkan energiku untuk berbicara lalu ditolak cuma – cuma. Waktu memelesat begitu cepat, hanya tersisa beberapa hari lagi. Petunjuk sudah kudapat, tapi justru aku masih belum membuahkan hasil. 

The lost princeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang