Seekor beruang yang pernah hampir menerkamku tempo hari, kini aku melihatnya lagi dengan wujud yang lebih menggemaskan dibanding saat malam. Aku menghampirinya, mengelus kepalanya—memberi sapa.
"Where are you going little lady?" Tanya beruang itu yang sukses membuatku terperanjat, beruang bisa berbicara?
"Aku... ingin menuju desa."
"Mau kutemani?" Aku mengangguk ragu.
Kami berjalan beriringan. Tak ada percakapan. Lengang. Aku pun bingung bagaimana memulai. Sesaat kurasakan perih di kaki, ternyata duri kecil yang menusuk banyak membuat kakiku lecet. Beruang di sampingku menyadari itu, dia menyuruhku untuk naik di punggungnya. Merasa enggan kelihatan tak sopan.
"Masih jauh untuk menuju desa." Beruang itu berhenti. Dia menunduk sedikit mempermudah untukku naik di punggungnya. Aku mengiyakkan dan langsung naik. Astaga, bulu nya selembut kain sutra. Terasa hangat di tanganku.
"Tanganmu dingin sekali nak," Ujarnya ketika aku memegang punggung beruang itu. Aku tak menjawab melainkan anggukan kepala dari belakang.
"Nampaknya ini kedua kali kita bertemu."
"Oh tidak, tiga kali. Aku pernah melihatmu di malam hari, ketika kau berjalan dengan kedua temanmu, dan ini yang ketiga..."
"...Senang rasanya dapat berinteraksi langsung denganmu." Kata si beruang dengan kekehannya.
"Jadi binatang yang berkumpul saat itu kau salah satunya?"
Beruang itu mengangguk, "Aku memandangmu saat itu."
"Wah aku tak menyangka..."
"... Apa semua binatang juga dapat berbicara?"
Beruang itu melihat kupu - kupu yang hinggap di hidungnya. "Ya, tapi ada beberapa yang sensitif terhadap manusia."
"Aku minta maaf atas perlakuanku yang hampir menerkam mu malam itu. Aku berpikir kalau kau akan melakukan perburuan liar."
"Kau menyadarinya? Aku pikir kalian sedang dibawah kendali."
"Tidak juga, itu hanya jiwa sensitif kami yang meningkat. Keesokan harinya juga kami dapat mengingat semuanya."
Aku mengangguk paham.
"Sebenarnya itu adalah kutukan."
"Kutukan apa maksudmu?"
"Semenjak penobatan raja baru, raja Beaufort. Banyak yang berubah. Apalagi saat pangeran menghilang. Aku mendengar desas desus akan adanya perselisihan untuk mendapatkan kristal yang berharga itu. Jangan sampai jatuh ke tangan Raja Beaufort."
Kembali kepada kata 'pangeran' membuatku mengingat ucapan Saga yang membuatku tersinggung. "Seberapa pentingnya sosok pangeran itu? Bukankah dia adalah anak bungsu? Apakah sebaiknya yang mendapat itu adalah anak pertama?"
"Kembali kepada si pemilik, siapa yang berhak mendapatkannya. Karena tak bisa diberikan sembarangan terkecuali lewat paksaan." Beruang itu kembali terkekeh. "Rumor jelek tentang pangeran itu bohong. Semuanya tak ada yang benar. Para rakyat Papiliona tak menyadari apapun, semuanya dibawah kendali Raja Beaufort."
Sosok Raja yang dikenal itu belum pernah kulihat. Banyak hal pro kontra mengenai sang Raja. Membuat rasa penasaranku meningkat ingin melihatnya secara langsung.
Lengang. Kami terdiam. Aku melihat duri - duri kecil dibawah yang terinjak oleh si beruang. Bulu yang tebal, kaki yang besar. Tak membuatnya merasakan sakit seperti kaki ku ini. Naik di punggung beruang membuatku merasa tinggi. Aku bahkan bisa meraih dahan pohon apel, dan mengambil buah apel tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The lost prince
FantasyMenceritakan petualangan gadis muda yang tak sengaja terperosot ke dalam buku yang tengah dibacanya di perpustakaan milik sang nenek. Gadis tersebut harus menemukan jalan untuk keluar dari buku tersebut, dengan cara menyelesaikan masalah dan menemuk...