¶ 12''Hubungan Ngaalusan
Entah apa yang merasuki pikirannya saat ini, tapi langkahnya terus mengarah ke satu meja dengan membawa satu nampan berisikan makanan. Makanan yang biasanya disediakan untuk para pekerja di kejaksaan untuk makan siang.
Tidak. Sebenarnya makanan ini hanya pengalihan saja, ia tidak begitu lapar. Lagi pula ia tidak pernah makan siang di kantin kejaksaan dan lebih memilih makan di luar. Setidaknya ada sesuatu yang bisa ia lakukan saat mengajaknya mengobrol.
Baiklah, perempuan itu duduk di depannya. Bertingkah lugu sambil mulai makan makanannya. Mengundang rasa penasaran laki-laki di depan. Tidak hanya targetnya saja, tapi ada asistennya pula.
"Tumben Bu Resta disini?" sahut Ernest – asistennya. "Yang di depan Ibu itu Pak Alaska lho." Bahkan anak itu merentangkan kedua tangannya ke samping untuk menunjukkan sosok Alaska yang masih bercengkerama dengan makanannya.
Clauresta melayangkan sumpitnya untuk menyuapkan sepotong daging kecil ke mulutnya. "Saya tau. Tempatnya penuh, cuma disini yang masih ada tempat." Gak enak, gerutunya dalam hati.
Ernest mengedarkan pandangannya. "Perasaan kejaksaan kita gak pernah rame. Ibu jangan bohong." Justru yang ia lihat masih banyak tempat duduk yang bisa ditempati.
"Kamu aja yang pindah, Nest," suruh Alaska. "Masih banyak yang kosong, pindah. Kamu nempel terus sama saya, ntar saya dikira aneh-aneh lagi sama kamu." Pikirnya pasti Clauresta ingin menanyakan sesuatu kepadanya, perihal kasus tentunya.
"Saya yang disuruh pindah, Pak? Kan saya asisten Bapak, wajar dong kalo saya ada di samping Bapak terus," protes Ernest tidak terima.
Alaska memindahkan mangkuk berisikan daging yang masih banyak ke nampan Ernest. "Udah 'kan?" Sulit sekali ternyata mengusir asistennya yang satu ini.
Lelaki itu bersiap berdiri. "Bilang dong kalo ada imbalannya." Rezeki mana bisa ia tolak. "Saya kesana ya, Pak. Awas diusir juga sama Bu Resta," peringatinya terkekeh sambil berjalan menjauh darinya.
"Kenapa punyaku diambil?"
Belum ada beberapa menit, Alaska langsung mengambil mangkuk yang sama juga. "Aku tau kamu vegetarian. Jangan berpikir aku gak tau kamu gak pernah makan disini," jawabnya melanjutkan makan.
Clauresta mendengkus. Disodorkannya nampan miliknya. "Kamu aja yang makan," suruhnya. Mungkin setelah ini ia harus mampir ke tempat makan yang menyediakan sayur.
"Kenapa diambil? Mubazir."
"Formalitas."
Karena ia tahu Alaska paling tidak bisa membuang makanan, pasti lelaki itu akan menghabiskannya. Setidaknya ada sedikit waktu untuk dirinya berbicara dengan Alaska.
"Mau tanya kelanjutan kasusku?" tanya Alaska melahap makanan itu.
"Tujuanku jelas banget ya?" Memang sebenarnya tujuannya hanya itu. "Sebelum itu, kenapa kamu beberapa hari ini kayak ngehindarin aku? Aku juga bisa rasain itu," mulainya.
Diraih botol minum yang tidak jauh dari tempatnya, diteguk sedikit untuk menelan makanan. "Sesuai permintaanku terakhir kali. Aku gak ganggu kamu lagi. Yaudah aku lakuin itu sekarang," jawabnya menaruh botolnya kembali.
"Emang bisa?" Tidak pernah sedikit pun Alaska absen selama dirinya ada di kejaksaan untuk sekedar muncul dengan nada minta maafnya itu.
"Engga."
"Yaudah jangan coba menghindar."
"Bakal kucoba walaupun susah."
"Alaska." Padahal yang membuat kesalahan dulu itu Alaska, tapi kenapa dirinya yang merasa bersalah? Memang ada yang kurang jika Alaska tidak mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Efemerald ✔
Mystery / ThrillerBukan menjadi prioritas untuk dicari, Clauresta sudah menyerah mencari sahabat kecilnya yang menghilang tanpa kabar. Sampai pada hari itu, titik menyerahnya membawa dirinya tidak sengaja bertemu dengan sahabatnya itu. Athesya. *** Melody yang merupa...