¶ 13''Unggut Enggal
"Bisa jelasin lagi apa yang baru kamu lakukan tadi, Athesya Aeischlee?"
Sang pemilik nama mendongak sejenak, melihat Clauresta masih berkacak pinggang di depannya. Tidak tertarik, pandangannya tertuju kembali pada kumpulan kertas itu. Membukanya lebar-lebar dan dijejerkan di lantai tak teratur.
"Jangan pura-pura gak denger suaraku, Techa!" Nada suara Clauresta meninggi, menghela nafas panjang melihat kelakuannya. "Kenapa kamu nekat kesana sendirian? Tanpa bilang aku ataupun Ody?" Ia memang membebaskan Techa, tapi tidak begini.
Techa berdecak pelan. "Kamu yang bilang sendiri kalo percaya sama aku. Percaya sama aku, sepenuhnya. Itu aja yang perlu kamu yakini," pintanya. "Lagian aku gak dalam bahaya kok." Pikirannya masih cukup melekat dengan suara itu.
"Sini." Clauresta menarik ujung hoodie yang dipakainya, menyuruhnya untuk mendekat. Ekspresi Techa yang memelas, tidak menyurutkan emosinya sama sekali. "Mau kamu dalam bahaya atau engga, setidaknya kabarin kita berdua. Aku tau kamu selalu mau memastikan sesuatu dulu dengan dua matamu itu, tapi kamu gak bisa terus-terusan jalan sendiri. Lupa abis diculik tiga minggu yang lalu? Aku ingetin biar kamu gak lupa," ucapnya terengah. Tatapannya tidak bisa diredam, ia benar-benar marah. "Aku gak mau kehilangan kamu lagi, Cha. Kita dari dulu udah bareng-bareng, udah tau seluk-beluk masing-masing, dan aku gak mau kejadian itu terulang lagi. Aku gak larang kamu kemana aja, tapi setidaknya bilang," mohonnya.
Ia bisa merasakan rasa sedihnya. "Maaf, aku salah. Aku beneran bakal bilang ke kalian, gak bohong." Dua jarinya diacungkan, tanda perdamaian. "Kamu boleh marah lebih besar dari ini kalo aku gitu lagi. Kalo perlu, usir aja aku dari rumah kamu, biar aku jera," usulnya, itu mungkin bisa membuat perasaan sahabatnya melunak.
"Mana mungkin aku usir kamu, Gara juga pasti gak setuju. Siapa yang bakal urus Gya kalo kamu gak ada?" isak Clauresta yang kelepasan mengeluarkan air mata. "Harga pembantu lebih mahal dibanding kamu," lanjutnya mengusap ingus di hidungnya.
Techa melengos. "Betah banget jadiin aku babu." Masa iya dirinya jadi babu selamanya di rumah pemarah itu? Mana ia tahan! Daripada membahas itu, ia lebih tertarik dengan ini. "Kenapa kamu tadi belain Alaska? Kalian baikan?" tanyanya heran.
Kita kilas balik ke belakang, disaat Techa baru datang ke kejaksaan untuk menemui Clauresta. Ingat, Clauresta, bukan Alaska Sanggala.
.
.
.
Sepatu kets yang bercampur lumpur itu menginjakkan lantai kejaksaan yang masih bersih. Sangat ingin membahas ini dengan Clauresta, makanya tanpa pikir panjang ia langsung kemari.
Pikirnya akan bertemu di kantor, tapi saat ia berada di ruangannya, hanya menemukan asistennya. Gema menatapnya bingung sampai menyuruhnya untuk masuk.
"Kak Tesya nyari Senior?"
Kebetulan anak ini memang penggemar kontennya, jadi tahu tentang dirinya. Lantas Techa pun mengangguk. "Tata dimana?" Keberadaan Clauresta tidak ditemukan sejak Techa mengedarkan pandangannya.
"Senior ada di kantin. Lagi makan," beritahu Gema.
Kerutan keningnya pun terlihat. Kantin? Sejak kapan Clauresta mulai makan di kantin? Pertanyaannya akan terjawab saat ia berpamitan kepada Gema. Kantin seharusnya tidak jauh dari kantornya.
Tujuannya pun menjadi hilang, melihat Clauresta sedang berbicara dengan orang yang selama ini dibencinya. Dari gaya berbicara mereka, seperti sudah akrab kembali. Sejak kapan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Efemerald ✔
Mystery / ThrillerBukan menjadi prioritas untuk dicari, Clauresta sudah menyerah mencari sahabat kecilnya yang menghilang tanpa kabar. Sampai pada hari itu, titik menyerahnya membawa dirinya tidak sengaja bertemu dengan sahabatnya itu. Athesya. *** Melody yang merupa...