Ke Pasar malam bareng Andra

125 7 0
                                    

Walaupun mendapatkan 1 kebahagiaan dari 4 kesengsaraan. Hal itu patut kita syukuri karena hanya segitulah porsi dari Tuhan. Jalani setiap hari dan nikmati apa yang terjadi.

Aku tersenyum miring ketika ingat kata-kata sialan yang kerap berputar bagai kaset rusak.

Memang mudah untuk berucap. Tidak seperti mengaplikasikannya dalam kehidupan. Di saat benar-benar aku akan mencoba menikmati apa yang terjadi, akan mensyukuri yang patut di syukuri sekalipun itu berakhir dengan derai air mata di situlah hadir kejadian yang membuatku benar-benar muak dan kembali berpikir bawa Tuhan itu tidak pernah adil terhadapku.

Terlepas dari itu semua, semua orang layak bahagia, layak tersenyum, layak tertawa, layak mendapatkan apa yang dia mau.

Aku menoleh, mendapati Andra yang tengah mengemut lollipop warna-warni.

"Kenapa, Asyayang?? Ngeliatin abang gitu amat sampe matanya mau loncat,"

Aku terkesiap, menaikkan kedua alisku mencari alasan,"Sebenarnya..." lagian kenapa aku bisa memandangnya sih!

Andra melepaskan emutan lolipopnya dan menatapku serius, "Kamu mau kita pacaran? Kalo iya, yaudah mulai detik ini kamu menjabat sebagai pacar aku, ya?"

"Aku tahu semua perempuan gak akan nyaman tanpa status yang jelas bukan. Termasuk kamu." Andra tersenyum membenarkan letak topi merah bata yang kerap di pakenya hampir tidak lepas kepalanya dari penutup itu.

"Menurutku tidak begitu penting status menjadi alasan kamu tersenyum dan berada di dekat kamu, itu lebih dari cukup. Karena banyak orang yang berstatus pacar tidak diperlakukan semestinya. Itu sih menurutku."

"Tapi hubungan tanpa status itu bisa membingungkan, Dra. Kalau misalnya kamu dekat dengan perempuan lain, aku tidak bisa marah karena bukan siapa-siapa kamu," sanggahku kurang setuju dengan pemikiran cowok itu.

"Apa aku cowok seperti itu? Kamu bisa lihat sendiri aku tidak bermain dengan cewek selain kamu."

Aku membenarkan perkataan cowok itu. Meskipun banyak cewek yang cari perhatian dengan membeli es kepada Andra, tetapi Andra tidak pernah meladeni mereka seolah sedang menjaga hati seseorang.

"Kamu bisa kok marahin aku kalau cemburu." Pandangan Andra tertuju pada bianglala yang sedang berputar pelan.

"Kayaknya seru kita naik itu," tunjuknya kemudian. "Kita naik, ya,"

Setelah berpamitan Andra berlalu untuk membeli tiket. Sementara aku bertugas membeli jagung bakar untuk kami santap di dalam sangkar nanti. Entah ide dari mana Andra menyuruh aku membeli jagung bakar. Aku terkekeh membayangkan kami makan jagung bakar di sana. Kurang romantis menurutku.

"Mulai sekarang kamu panggil Asya aja ya," pintaku pada Andra yang tengah menggigit jagung bakarnya.

"Lagian kita seumuran kan?" lanjutku.

Andra nampak berpikir, "Iya juga ya, biar lebih akrab juga." Andra tersenyum jenaka.

"Tetapi bagusan kalau aku panggil kamu Asyayang," seloroh Andra sembari menaik turunkan alisnya.

"Biasanya juga manggil gitu kok," balas ku.

Andra tertawa.

"Kan sekarang mah sebagai pacar jadi sensasinya beda,"

"Nggak. Biasa aja tuh,"

Andra berdecak, "Yaudah kamu mau panggil aku apa biar kedengeran spesial gitu?"

Spesial ya?

Punya panggilan dari orang spesial kayaknya tidak buruk. Namun, setelah dipikir-pikir tidak ada panggilan yang cocok untuk diriku.

PERGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang