Kepala Katya seperti mau pecah.
Ketika Zayn sudah tidak terlihat dari pandangannya lagi, Katya memutuskan untuk minum kopi di kedai kopi. Tetapi tiba-tiba saja kepalanya terasa sangat sakit sampai-sampai ia harus menjaga agar tetap bisa berjalan lurus.
Katya berhasil berjalan sampai ke mobil Zayn. Ia memundurkan jok, kemudian memejamkan matanya kuat-kuat sembari berharap rasa sakitnya akan hilang sebentar lagi.
Tapi nyatanya, rasa sakitnya tidak mau hilang. Ketika matanya terpejam, banyak potongan-potongan gambar yang berseliweran di benaknya. Potongan-potongan itu seolah menghantam kepalanya seperti palu.
Katya melihat Zayn dengan jelas di potongan gambar itu. Zayn sedang menatapnya dengan sedikit tajam. Disana, Zayn terlihat tampan. Tampan dan muda. Katya menerka-nerka, mungkin umurnya baru 21 atau 22 tahun.
Lalu gambar itu hilang sebelum Katya sempat mempelajarinya lebih lanjut. Sekarang gambar itu berubah menjadi adegan, tetapi adegan lain. Katya melihat Zayn, sedang mengobrol dengannya di atas sofa putih di sebuah rumah kecil.
Katya mengenali rumah itu. Itu rumahnya di Liverpool.
Lalu adegan itu berubah. Katya tidak mengenali dimana tempat itu, tetapi kemudian Katya sadar bahwa itu adalah sebuah teater. Di hadapannya ada Zayn. Zayn sedang menyimak betul apa yang Katya katakan. Kemudian, Katya mendengar Zayn berbicara, suaranya menggema.
"...karena kau yang tercantik."
Lalu adegan itu berubah, dan berubah, dan berubah sampai Katya merasa bahwa mungkin, itu adalah akhir dari hidupnya. Kepalanya terasa terbakar, dan mungkin adegan-adegan itu semacam kilas balik yang hanya ditunjukkan kepada orang-orang yang akan meninggal.
Katya menunggu dan menunggu, sampai akhirnya, kilas balik itu berhenti. Seperti backsound di film-film horror yang tiba-tiba berhenti ditengah klimaks. Katya membuka matanya, menyadari bahwa rasa sakitnya sudah hilang. Ia teramat bingung, sampai akhirnya ia menyadari satu hal.
Ia ingat semuanya.
Katya ingat pertemuan pertamanya dengan Zayn. Persis seperti yang Zayn ceritakan waktu itu. Katya juga ingat senyum yang pertama kali Zayn tujukan kepadanya, kencan pertama mereka, ciuman pertama mereka, semuanya.
Katya ingat semuanya.
Katya bahkan ingat hari dimana ia melahirkan Alaska. Hari dimana ia kira ia tidak akan melihat Zayn lagi. Hari dimana ia melupakan semuanya.
Ethan. Sejak awal Katya tahu bahwa itu Ethan, tetapi entah kenapa ia melupakannya. Seharusnya ia tidak melupakannya. Ethan memberinya entah apa namanya itu, membuat ingatan Katya perlahan-lahan mengabur.
Kenapa Zayn tidak bilang kalau itu Ethan?
Lalu, Katya teringat satu hal. Satu hal yang sangat ganjil.
Kenapa hanya Alaska?
***
Iris menyetir dalam bingung.
Sibuk menerka-nerka kira-kira dimana Harry mungkin berada. Terlalu banyak tempat yang mereka kunjungi berdua, hingga Iris tidak tahu lagi saking banyaknya kemungkinan. Harry bisa saja di Macy's, di taman, di Soho, dimanapun.
Iris akhirnya mengunjungi Macy's. Tidak ada mobil Harry di parkiran, artinya Harry tidak ada. Kemudian Iris ke taman—totalnya ada 5 taman yang paling sering mereka kunjungi. Iris berhenti pada satu taman di dekat Big Ben, ketika ia melihat mobil Harry.
Serta Harry sendiri, duduk tak jauh dari mobilnya.
Harry sedang sendirian. Ia duduk bersila, sembari menatap Big Ben seolah-olah ia adalah turis yang baru pertama kali menginjakkan kakinya di kota London. Rambut keritingnya acak-acakan karena diterpa angin. Ia memakai kaus dan jins belel, tetapi menurut Iris, Harry terlihat oke.
KAMU SEDANG MEMBACA
For him, She was.
Romance-Book 2- Bagi Zayn Malik, dengan atau tanpa seorang Katya Maguire, hidupnya memang takkan pernah sama lagi. Seperti awalnya saat Katya datang ke hidup Zayn, membuat Zayn jengkel dan kesal setengah mati, tetapi entah bagaimana Katya berhasil mengambi...