Part 46

2.7K 309 130
                                    

"Hai Zayn."

Katya berpindah posisi tidur sepelan mungkin agar Alaska tidak terbangun, walaupun Katya juga tidak yakin Alaska akan bangun kalaupun ia loncat-loncat di atas kasur. Malam itu Alaska tidur bersamanya karena mereka sama-sama tidak ingin tidur sendiri.

"Aku pulang besok, lho."

Katya terkekeh. "Aku tahu."

"Kau akan menjemputku?"

"Mm, ya. Sehabis mengantar Alaska."

"Aku ambil pesawat jam 9."

Katya mengangguk. "Noted."

Terjadi keheningan cukup lama di telpon. Sekalipun Zayn tidak bicara, Katya tetap merasa senang. Ia tidak bisa berhenti tersenyum seperti cewek remaja yang sedang mengingat-ingat kejadian romantis bersama orang yang disukainya.

"Alaska sudah tidur?" Zayn memecah keheningan.

"Sudah sejak tadi."

"Aku merindukan kalian berdua," gumam Zayn. Katya dapat merasakan suaranya yang berat dan rendah, sangat teduh di telinganya. Tak lama, ia terkekeh. "Astaga, ini memalukan."

Katya ikut terkekeh. "Alaska juga merindukanmu."

"Dan kau tidak?" Zayn pura-pura sakit hati.

Katya tertawa. Kalau saja kau tahu, gumamnya dalam hati.

"Kurang lebih," Katya akhirnya menjawab.

"Baiklah. Kita lihat saja nanti."

Lagi-lagi Katya tertawa. Sekarang ia ingat kalau Zayn memang sering membuatnya tertawa. Zayn tidak pernah benar-benar mencoba untuk mengatakan sesuatu yang lucu, tetapi kadang kata-katanya sangat sarkatis sampai-sampai terdengar lucu.

"Sudah, sana, tidur. Kau harus bangun pagi besok."

"Kau benar," gumam Zayn. Katya mendengar Zayn menguap. "Sampai ketemu besok?"

"Sampai ketemu besok."

***

Iris menatap kaca di hadapannya.

Apa yang telah kulakukan?

Semuanya sudah terlalu jelas. Ia tidak bisa bersama Zayn, dan ia juga kehilangan Harry. Semuanya sudah jelas.

Tidak apa-apa. Sejak awal ia sendiri yang tidak ingin dekat-dekat dengan cowok. Sejak awal ia sendiri yang tidak ingin berkomitmen apa-apa dengan siapa-siapa. Karena pada akhirnya, semuanya punya masa.

Semuanya punya periode.

Dan itu memang benar. Ada masanya ketika Iris benar-benar mengagumi Zayn. Ada masanya ketika Zayn adalah orang yang paling peduli kepadanya. Ada masanya ketika Zayn adalah orang yang paling dekat dengannya.

Kini, masa itu sudah habis.

Mungkin, begitu juga Harry.

Ada masanya ketika Harry dan Iris adalah dua orang yang tidak terpisahkan. Ada masanya ketika mereka pergi keluar malam-malam untuk melakukan Something Great, mengelilingi kota London sembari berkendara, menyanyi dan tertawa bersama, bahagia bersama.

Kini, masa itu juga sudah habis.

Kini, yang tersisa hanya Iris sendiri. Dengan semua konsekuensinya.

Iris menarik napas dalam-dalam. Ketika ia menghembuskan napas panjang, udara keluar bersamaan dengan setitik air mata. Air mata penyesalan kah? Atau kesedihan? Iris tidak tahu.

For him, She was.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang