Prolog.

2.6K 136 1
                                    

Cesya 15 tahun

Malam yang dingin, dengan angin dan hujan yang menyelimuti. Jalan yang biasanya ramai menjadi sepi. Bahkan kendaraan yang lewat dapat dihitung dengan jari. Malam yang membosankan, malam yang menjengkelkan, dan malam yang seharusnya tidak aku jelajahi.

Namaku Cesya Narenda, anak tunggal dari Dare Narenda dan Lusy Seftia. Kedua orang tua ku sangat menyayangiku, dan aku pun bersyukur karena itu. Walau mereka bekerja, tapi mereka tetap mementingkan diriku lebih dari apapun. Dan aku sangat berterima kasih.

Tapi, tepat saat malam senin tanggal 5 Desember 202X adalah malam yang gelap dan sunyi. Hujan turun dengan derasnya, disertai angin kencang yang menyelimuti, membuat malam itu semakin menyebalkan. Memakai payung pun tak berguna, ujung bajuku tetap basah terkena tetesan air hujan yang turun.

Menyebalkan, krna saat itu dengan kakiku, aku melangkah keluar dari dalam rumah untuk membeli mi instan. Benar-benar menyebalkan. Bisa-bisa malam itu aku lupa membeli mi. Niat ingin membeli mi, tapi malah cokelat yang ku beli, arghh bodoh! sudah sampai setengah jalan setelah dr minimarket, otak ini baru ingat. Ingin rasanya ku berkata kasar. Tapi apa boleh buat, ingin kembali untuk membeli mi. Kaki ini sudah mager untuk kembali. Ditambah malam saat ini sangat dingin, membuat ku ingin cepat² pulang dan membungkus diri dengan selimut. Alhasil aku pun berniat pulang dengan cokelat didalam kresek.

Saat tengah berjalan pulang, tepat saat melewati gang sempit. Telingaku tidak sengaja mendengar suara orang yang kedinginan. Tanpa pikir panjang, dan juga krna penasaran, kakiku berjalan mendekati gang yang gelap itu. Sebenarnya hati ku gugup, manakala saat aku sudah masuk kedalam gang, tiba-tiba yang muncul kunti kan ga lucu. Saat mendekati gang bibirku terus berucap "minggir lu kunti".

Dan setelah sampai didepan gang, suara itu terdengar sangat jelas. Sontak aku melebarkan mata, saat yang ku lihat didalam gang itu adalah seorang anak kecil berambut hitam, baju yang sobek, muka yang pucat, dan tubuh yang menggigil dengan posisi menyender pada dinding.

Aku pun menurunkan tubuh menyesuaikan dengan anak itu yang tengah duduk dilantai yang basah akibat hujan. Melihat dia yang tidak berdaya, membuat tanganku tanpa sadar menyentuh pipi kecilnya. Dingin itu lah kata yg menggambarkan keadaan anak itu. Tanpa berlama-lama, aku menggoyangkan tubuh kecilnya. Memastikan apakah dia baik-baik saja karena dr tadi mata kecilnya tertutup, namun bibir kecilnya mengeluarkan suara.

Merasa terusik oleh keberadaanku, perlahan mata kecil nya terbuka, lalu menatap mata ku.

deg.

Warna mata merah dengan tatapan setajam pisau, tengah menatapku. Awalnya kupikir mataku yang salah melihat, krna tidak mungkin manusia memiliki mata berwarna merah, mungkin itu halusinasi ku krna terlalu lama melihat tetesan air hujan. Atau mungkin krna mata anak itu kemasukan air hujan, jadi aku tidak mempedulikannya.

Dan itulah kesalahanku. Seharusnya dari awal aku sadar, Bahwa dia bukan manusia. Tapi sudah terlambat, krna rasa ibaku jauh lebih besar dari pada instingku. Dengan entengnya, aku mengajak anak itu pergi bersamaku, kembali kerumah. Dan menjadi Adikku. 

Semuanya berawal disini

*
*
*

gimana nih menurut kalian?

Bagus ga? lanjut ga?

jangan lupa vote ya biar aku semangat up nya

jangan lupa komen juga

dan jangan lupa follow


see you!

Kak, Kau MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang