EPISODE 28: FEVERISH

1 1 0
                                    

Kazuya ingat sekali menu sarapannya; sepatu yang dipakainya; dan niatnya untuk pergi ke rumah Lou. Setelah apa yang terjadi kemarin, Kazuya tak dapat melewati hari seorang diri.


Kazuya tak ingat apa yang terjadi setelahnya. Namun, apa yang saat ini dilihatnya bukanlah interior rumah Lou. Alih-alih, lampu kelap-kelip di ruangan temaram.

Musik kencang menghantam pendengarannya. Batok kepalanya seperti dihantam palu berkali-kali. Napasnya mendadak berat dan memburu. Bola matanya bergerak ke sana-sini sementara otaknya berusaha mencerna situasi.

Mimpi? Prank? Penculikan? Oh, Demi Hocrux Bulan Suci! Semoga bukan penculikan. Tapi, bagaimana bisa? Ia pergi melalui jalan ramai yang sama seperti biasanya.

Kazuya mencoba fokus pada dirinya sendiri. Tangannya diikat ke atas kepalanya, mulutnya tak ditutupi apapun, kakinya diikat di mata kaki, dan tubuhnya diposisikan berdiri.

"Oke, setidaknya aku tidak menderita luka parah," pikirnya.

Baru saja lelaki itu menghela napas, penerangan di sekitarnya mendadak berubah. Pandangannya menggelap seketika. Cahaya putih terang tiba-tiba membanjiri ruangan penyekapannya.

Setelah mulai terbiasa, Kazuya menyadari posisi janggalnya. Ia terikat pada tiang besi di atas sebuah panggung. Di hadapannya, membentang jajaran kursi beludru merah. Beberapa jengkal dari baris terdepan, sebuah tralis hitam melintang.

Hanya ada hening di sekitarnya, tetapi Kazuya merasa kewalahan. Isi kepalanya membuncah dengan jubelan kekhawatiran. Remaja itu tak sanggup lagi berpura-pura masih pingsan. Kepalanya sibuk menoleh ke sana-sini, berusaha memahami apa yang tengah terjadi.

Tak lama berselang, suara decitan dan guliran roda menghampiri gendang telinganya. Atensi Kazuya dicuri oleh pergerakan lain.

Lou muncul dari balik panggung, sepenuhnya terikat ke rancangan tiang lain. Kedua lengan dan tungkainya direntangkan dan diborgol. Tubuh sahabatnya terkulai, matanya terpejam, dan rahangnya menggigit kain hitam.

Aroma menyengat yang tak dipahami ikut menghantarkanㅡdan menguar dariㅡtubuh Lou. Dari jarak mereka, Kazuya dapat melihat lebam di beberapa titik di tubuh Lou.

Ketenangan yang sempat hinggap di hatinya tak bertahan lama. Kali ini, napas Kazuya pendek-pendek. Perasaannya berkecamuk tanpa arah: marah, takut, khawatir, ngeri, dan lainnya bercampur. Tanpa disadari, lelaki itu mengencingi dirinya sendiri dan mulai terisak.

"Okaa-san, Otou-san ... siapapun, tolong kami!" jeritnya histeris. Emosi-emosinya langsung menghambur dalam bentuk senggukan dan raungan.

Seakan tak cukup, siapapun yang merancang semua ini menambah kejutannya.

"Hahaha! Siapapun yang mengundang kita ke sini sangat pintar memilih. Mereka anak-anak tampan!" Suara berat pria paruh baya menghentikan tangisan Kazuya. Iris remaja malang itu bergetar penuh kecemasan.

"Siapa itu? Tolong kami. Tolong lepaskan kami," rintihnya di sela isakan yang tertahan.

"Oh, tentu, Anak manis. Paman pasti akan membantu kalian," ucap suara lain yang terdengar lebih serak, seolah baru saja menelan gumpalan asap.

Hal yang baru saja Kazuya sadari adalah ia dan Lou sama-sama tak berbusana.

"Hey, Anak manis. Tenanglah." Si pria dengan suara serak menghampirinya.

Matanya menangkap sosok-sosok lain dengan wajah berbeda. Saat ia sadar, mereka semua telah mengerumuninya. Tangan-tangan menjamahnya. Suara-suara membicarakan parasnya. Napasnya kian pendek dan dadanya naik-turun dalam ritme acak-acakan. Keringat bercucuran tanpa alasan dan buku kuduknya berdiri tegak.

Kazuya yakin ia dan Lou berada dalam bahaya. Kepanikan merajai benaknya. Sekali lagi, ia berteriak, "Jangan! Jangan! Tolong lepaskan kami!"

Dalam kepanikan, Kazuya mendengar rintik hujan di luar: deras lalu perlahan hilang.


to be continued.

MARIPOSA CRIPT: HOW TO DISMANTLE A BODY AND HAVE SEX PER SETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang