Chapter 21

64 4 0
                                    

-Namira-

Kinara?!

Aku menatap dokter yang menangani ibuku dengan raut penasaran. Ada tanda tanya besar dalam kepala tentang nama yang barusan dia sebut. Karena lelaki itu hanya diam saja, pandanganku pun beralih ke Kak Mike. Tapi bukannya mendapat jawaban, aku justru terkejut ketika mendapati kedua matanya kini terhunus tajam ke Dokter Ihsan.

Seperti tersengat, Kak Mike serta-merta melepas rangkulannya di bahuku dan bergerak cepat mendekati lelaki di hadapan kami. Dia lantas mencekal kerah bajunya, membuatku terperangah kaget dan bergegas menghampiri Kak Mike. Refleks kulingkarkan kedua tangan di lengannya, berusaha menahan lelaki itu agar tidak terjadi perkelahian di sini.

"Kak, jangan!" Aku berseru panik.

Dengan tatapan nyalang dan rahang mengeras, aku mendengar Kak Mike berdesis, "Kalo bukan karena janji gue ke Rara, saat ini juga udah habis lo sama gue."

Kak Mike melepas cengkeramannya dengan satu sentakan kuat yang membuat Dokter Ihsan tak ayal tersungkur ke halaman taman yang berumput tebal. Dengan emosi yang masih dipenuhi amarah, lelaki itu mengenggam erat pergelangan tanganku dan menarikku pergi dari tempat itu.

Tergopoh-gopoh, aku berusaha menyamakan langkah panjang calon suamiku. "Kak, pelan-pelan!" pintaku yang tidak digubris sama sekali. Karena napasku mulai tersengal, akhirnya kugenggam lengan Kak Mike dengan tanganku yang lain. "Kakak, jangan cepet-cepet! Aku nggak kuat!"

Suaraku yang mendadak naik satu oktaf memaksa lelaki itu buru-buru mengerem langkah dan langsung balik badan. Dengan tinggi yang cuma mencapai bahunya, otomatis kepalaku membentur dada bidangnya yang kokoh dan keras.

"Aduh!" Aku menjerit, lalu mengusap-usap dahiku yang terasa nyut-nyutan.

"Maaf, Sayang, maaf. Aku nggak sengaja." Kak Mike mulai panik.

"Makanya kalo jalan jangan cepet-cepet! Langkahku kan nggak selebar Kakak," gerutuku.

"Iya, maaf."

Khawatir, lelaki itu menangkup kepalaku dan menariknya ke atas sampai posisiku kini mendongak menghadap ke arahnya. Dia lalu mengusap dan meniup keningku pelan-pelan.

Aku terkekeh melihat muka cemasnya yang tampak menggemaskan. "Emang kalo ditiup-tiup gitu bisa sembuh ya, Kak?"

"Bisa dong. Tiupanku kan pake cinta, jadi ya pasti bisa sembuh. Ini jauh lebih ampuh dari obat mana pun."

Aku tergelak mendengar jawaban absurd-nya. Ada ya dokter begini?

"Masih sakit?" tanyanya, memastikan.

"Udah enggak," gelengku.

Mata Kak Mike tiba-tiba terpejam. Lelaki itu kemudian menghela panas berat. Saat kelopak itu terbuka lagi, Kak Mike menatap lekat diriku yang masih mengangkat kepala tinggi-tinggi.

"Sayang, kamu tau kan aku orangnya cemburuan?" Pertanyaan itu kutanggapi dengan anggukan. "Jadi, please, lain kali jangan pergi berdua sama laki-laki lain, terutama Ihsan dan Faqih! Aku takut kamu direbut sama mereka."

"Kok jadi Faqih?" Aku mengernyit tak mengerti. "Kalo Dokter Ihsan, oke, tadi dia udah ngaku sendiri kalo dia suka sama aku. Tapi Faqih? Dia tuh cuma temen lama, Kak."

"Kamu nganggepnya gitu, tapi dianya enggak," sahutnya.

"Maksudnya?" Aku makin tidak paham.

"Dia suka sama kamu."

"Nggak mungkin. Kakak jangan ngaco, ah!" tepisku. "Kami murni cuma temenan biasa kok."

"Sayang, kami sama-sama laki-laki, jadi aku tau kalo dia suka sama kamu. Dari cara natap kamu aja aku langsung tau kalo dia punya perasaan lebih dari temen," terangnya, membuatku seketika terhenyak.

Setulus Cinta NamiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang