Chapter 3

114 8 0
                                    

-Namira-

Aku berjalan tergesa-gesa menuju ruangan Pak Dimas. Setibanya di sana, aku disambut ramah oleh Mbak Melly, sekretaris lelaki itu. Setelah mengetuk pintu dan menunggu beberapa saat, aku segera memutar kenop dan mendorongnya begitu mendengar sahutan dari dalam.

Selepas masuk ke ruangan bos besar, aku melihat seorang lelaki duduk di bangku yang berseberangan dengannya. Wajahnya tidak kelihatan karena posisi lelaki itu memunggungiku. Yang aku tahu pasti, lelaki tersebut mengenakan kemeja putih dengan bagian di kedua lengannya digulung sampai siku. Rambutnya yang sedikit acak-acakan berwarna madu. Kemungkinan besar dia bukan orang asli Indonesia, kecuali kalau dia sengaja mengecatnya.

Berdiri di hadapan Pak Dimas, aku menanyakan tujuannya memanggilku. Dia lantas memberitahu kalau tamu lelaki yang duduk di sampingku ini adalah klien yang ingin menggunakan jasaku untuk membuat desain bangunan yang akan digunakan sebagai tempat kerja. Ketika Pak Dimas mengenalkan klien itu padaku, yang mana ternyata adalah saudara sepupunya sendiri, perlahan aku menoleh padanya.

Di detik pandanganku mampu menangkap keseluruhan wajahnya, di saat itu juga tubuhku mematung dalam sekejap. Mataku tak ayal bertemu dengan sepasang mata elang yang menatapku lurus-lurus. Sepasang mata yang pernah sangat aku sukai karena bola matanya yang berwarna hazel, warna kesukaanku. Sepasang mata yang dulu mampu menyihirku, menenggelamkan diriku di kedalaman pesonanya. Dan sialnya, sepasang mata itu ternyata masih mempunyai daya pikat yang begitu kuat.

"Hello, Rara. Long time no see."

Lelaki itu menyapaku dengan suara bass-nya yang dalam. Suara yang dulu selalu sukses membuatku terlena. Satu senyum miring yang dilemparkannya tiga detik kemudian tak pelak menderingkan tanda bahaya di kepala, menyadarkan diriku dari buaian pesona yang sempat membelenggu selama sekian detik.

Mengalihkan pandangan, aku kembali menatap Pak Dimas dan meminta izin untuk menggantiku dengan karyawan lain. Aku merekomendasikan Nando dan Brian karena kinerja mereka yang paling bagus. Tak lupa aku memberikan alasan kenapa sebaiknya aku diganti oleh mereka.

Sayangnya Pak Dimas menepis telak alasanku dan menolak mentah-mentah tawaran yang aku berikan. Respons yang sudah aku duga sebelumnya. Dia tetap keukeuh memintaku untuk melayani lelaki itu. Apa lagi alasannya kalau bukan karena klien yang satu ini merupakan saudaranya sendiri?

"Baik, Pak."

Pasrah, akhirnya aku menyanggupi permintaan atasanku. Mau bagaimana lagi? Terpaksa. Aku tidak mau dipecat dari sini cuma gara-gara ketidakprofesionalanku. Ya, harusnya aku bisa menyingkirkan jauh-jauh masalah pribadi dengan pekerjaan jika ingin tetap berada di tempat ini.

Ya Allah, beri aku ketabahan dan kesabaran agar bisa menghadapi lelaki itu sampai kontrak kerja kami selesai. Aamiin.

Dengan mengumpulkan seluruh kekuatan, kembali aku menoleh ke lelaki di sampingku. "Mari, Pak, ikut saya ke ruang desain!" ajakku dengan nada suara yang terdengar kaku.

"Oke," angguknya.

Aku menatap Pak Dimas sebentar. "Saya permisi dulu, Pak."

"Silakan!"

Balik badan, kuseret kaki keluar dari ruang CEO. Suara derap langkah tegap di balik punggung menyebabkan dentuman di jantungku makin tak keruan. Berkali-kali aku beristighfar tanpa suara, meminta pertolongan Allah supaya bisa menjaga hati serta pikiran.

Sesampainya di depan ruang desain, aku membuka pintu dan masuk lebih dulu. "Silakan, Pak!"

Kugeser tubuhku ke samping, memberi lelaki itu akses untuk masuk ke dalam ruangan. Pintu kemudian kututup. Aku tidak perlu merasa khawatir dia akan berbuat macam-macam karena ruangan ini sudah terpasang CCTV.

Setulus Cinta NamiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang