-Namira-
Aku tidak akan pernah meninggalkan Kak Mike. Dan itu sudah menjadi keputusan mutlakku yang tidak dapat diganggu gugat. Memang ada banyak lelaki di luar sana yang jauh lebih dari segalanya, tapi hatiku telah memilih lelaki itu. Aku tidak peduli anggapan orang lain tentang dirinya. Bagiku, Kak Mike tetap yang terbaik.
Maka dari itu, ketika Ayah menyuruhku untuk tidak menemui Kak Mike lagi, tentu saja aku tak mengindahkan perintahnya. Sudah cukup beliau menyetirku selama ini. Bagaimanapun juga, aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri.
Uang dan harta yang selama ini Ayah limpahkan padaku tidak cukup buat memberikan kebahagiaan. Aku juga butuh cinta dan kasih sayang yang justru kudapatkan dari calon suamiku. Jadi sekeras apa pun usaha Ayah untuk memengaruhiku agar membenci Kak Mike dan menjauhinya, semua itu percuma, aku tak akan terpengaruh semudah itu.
Memang aku sempat kecewa, marah, dan sedih setelah melihat foto dan video Kak Mike bersama perempuan lain. Tapi perasaan cintaku yang lebih dominan pada akhirnya mendorongku untuk memaafkan masa lalunya. Sempat terselip dalam hatiku rasa tidak terima bahwa dia sudah melakukan banyak hal dengan para perempuan tersebut di saat aku masih dalam keadaan sangat terjaga. Tapi kalau aku terus-menerus memikirkan itu, aku tak akan bisa bersamanya.
Aku sungguh mencintai Kak Mike dan ingin selalu berada di sisinya, jadi satu-satunya hal yang bisa aku lakukan yaitu menerima masa lalunya dengan ikhlas dan mulai meniti masa depan yang lebih baik bersama lelaki itu. Apalagi setelah melihat usaha kerasnya buat berhijrah dan tekadnya untuk memiliki diriku, aku semakin yakin bahwa hatiku tidak salah menjatuhkan pilihan.
Tiga hari setelah masalah itu berlalu, aku kembali mengikuti rapat yang sempat tertunda. Sebagai pemimpin acara, Ayah duduk di ujung meja yang berbentuk oval, sementara aku mengambil tempat di samping kanannya. Di depanku ada Pak Ridwan yang menjabat sebagai asisten pribadi Ayah. Kemudian di sebelah beliau ada Bu Hana, sekretaris Ayah. Di sampingku ada Pak Darwin, wakil direktur utama. Sisa meja yang lain diisi oleh jajaran direksi, manajer, dan para investor. Di ujung meja satunya, duduk seorang lelaki tua yang memegang jabatan tertinggi, yaitu komisaris sekaligus pendiri perusahaan. Siapa lagi kalau bukan kakekku dari pihak Ayah?
"Gimana bisa ada kebocoran data sepenting ini?!"
Aku terlonjak kaget mendengar teriakan Ayah. Beliau kemudian melempar berkas laporan di atas meja dengan kasar.
Di saat semuanya terdiam, Pak Ridwan tiba-tiba berdehem. "Pak, sepertinya ada orang dalam yang sudah mencuri data perusahaan dan memberikannya ke rival kita. Kemungkinan besar, orang ini juga yang memalsukan laporan keuangan sehingga keuntungan perusahaan berkurang drastis dan mengalami kerugian yang cukup signifikan." Aku mendengarkan penjelasan beliau dengan saksama.
Ayah mengangguk mengerti. "Begitu, ya?"
"Iya, Pak. Tapi yang terparah, saham Shihab Company saat ini menurun tajam. Kita butuh suntikan dana secepatnya untuk menutupi kerugian perusahaan dan menaikkan lagi harga saham. Sehingga selama proses penyelesaian masalah ini, nama baik Shihab Company tetap terjaga."
Kepala beliau manggut-manggut. "Oke. Jadi berapa kira-kira yang kita butuhkan?"
"Sekitar lima puluh triliun. Itu sama dengan besaran modal awal perusahaan."
"Jadi kita harus melepas lima puluh persen saham perusahaan ke pasar modal?"
"Benar, Pak. Tapi kita juga bisa langsung menawarkan kerjasama ke pengusaha-pengusaha yang lain dengan memberikan batas maksimal pembelian saham sebesar sepuluh persen per orang."
Sejenak Ayah berpikir keras, lantas menatap Kakek, seolah mengirimkan kode persetujuan. Ketika akhirnya kepala lelaki itu terangguk, Ayah menoleh ke Pak Ridwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cinta Namira
SpiritualAku memutuskan meninggalkan lelaki yang aku cintai beberapa tahun yang lalu demi Allah. Sampai saat ini penampilanku memang belum sesempurna teman-temanku yang selalu mengenakan gamis dan hijab besar. Tapi aku akan terus berusaha memantaskan diri su...