-Namira-
Ternyata Ayah ingkar janji. Aku benar-benar marah dan kecewa karena beliau berani menyuruh bodyguard untuk memukuli Kak Mike hingga membuatnya terluka. Padahal aku sudah mengiyakan permintaannya buat jadi direktur utama Shihab Company, tapi kenapa Ayah masih tega melakukan hal itu?
Sepeninggal beliau, aku membawa Kak Mike ke kamarku yang ada di hotel agar lukanya bisa kuobati. Setelah selesai membersihkan dan mengobati lukanya, kusuruh lelaki itu untuk mengganti pakaiannya yang kotor terkena darah. Selagi dia berganti baju, aku keluar dari kamar dan pergi ke salah satu restoran yang ada di lantai satu. Sampai di tempat itu, segera kupesan dua gelas cokelat panas dan satu pizza berukuran besar. Pesanan selesai, aku pun kembali ke kamar.
Setibanya di sana, tampak Kak Mike tengah berdiri menghadap dinding kaca dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Lelaki itu terdiam dan menatap lurus menembus kaca. Apa yang sedang dia pikirkan sampai-sampai tidak menyadari kedatanganku?
Meletakkan kantong berisi makanan dan minuman di atas meja ruang tamu, aku melangkah pelan menghampirinya. "Kak Mike."
Mendengar suaraku, lelaki itu serentak menoleh dan berjalan mendekat dengan langkah lebar. Tanpa aba-aba, kedua tangannya merengkuh tubuhku dan mendekapku erat. Sontak aku bergeming di tempat dan refleks membalas pelukannya.
"Maaf." Rintihan Kak Mike tak pelak membuatku mematung. "Aku bener-bener minta maaf." Ada apa dengannya? "Aku tau, kata maaf nggak akan pernah bisa ngubah semuanya. Tapi aku mohon, tolong maafin aku." Pelukannya mengetat, membuatku sulit bernapas.
Berkali-kali otakku berusaha mencerna maksud kata 'maaf' yang dia ucapkan, tapi makin lama aku justru makin bingung. Aku sungguh tidak mengerti maksud dari semua kalimatnya barusan.
Menarik badan sedikit ke belakang, aku mendongak menatapnya. "Kakak kenapa?" tanyaku dengan dahi mengerut.
Menghela napas berat, Kak Mike mengurai lengannya dan membawaku ke sofa panjang yang ada dekat kami. Tanpa sepatah kata, lelaki itu mendudukkan diriku di atas benda tersebut. Detik kemudian, dia merendahkan badan di depanku dan berlutut dengan satu kaki. Mengenggam kedua tanganku, mata hazel itu menatapku dengan sorot sendu.
Kak Mike menelan ludah susah payah, sebelum kemudian mengeluarkan suara. "Sayang, kamu tau, dulu aku bukan laki-laki baik." Aku mendengarkan dengan saksama. "Apa yang dibilang ayahmu bener, aku emang bajingan. Tapi itu dulu, sebelum aku ketemu lagi sama kamu," lanjutnya. "Tadi... aku nggak sengaja liat foto dan buka flashdisk yang ada di amplop cokelat itu." Mataku seketika melebar. "Aku tau, kamu pasti juga udah liat semuanya. Tapi sumpah, demi Allah dan Rasulullah, itu kejadiannya sebelum kita ketemu lagi. Selama sama kamu, aku nggak pernah macem-macem sama perempuan lain. Bahkan waktu kita pacaran selama dua taun dulu, aku juga nggak pernah selingkuh." Semua pertanyaan yang berkelebat di kepalaku sejak kemarin akhirnya terjawab. "Sayang, kamu percaya kan sama aku?"
Aku menatap lurus kedua bola mata hazel di depanku dan mencoba mencari kebohongan di sana. Tapi aku sama sekali tak menemukannya. Sorot mata Kak Mike menunjukkan kejujuran dan kesungguhan.
"Kamu percaya kan, Sayang?" Karena aku tak juga menjawabnya, dia mengulangi pertanyaan itu sembari mengeratkan genggaman.
"Sebelum aku jawab, boleh aku tanya sesuatu sama Kakak?" Meski dia berkata jujur, aku tetap ingin memastikan semuanya biar aku bisa meyakinkan diriku sendiri.
Kepalanya terangguk. "Apa?"
"Kapan terakhir Kakak ngelakuin itu?" Mendengar pertanyaanku yang tak terduga, mata Kak Mike terbelalak kaget. "Tolong jawab dengan jujur!"
"Kamu serius mau tau?"
"Ya," anggukku, mantap.
"Tapi aku nggak mau nyakitin kamu," sahutnya, lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cinta Namira
SpiritualAku memutuskan meninggalkan lelaki yang aku cintai beberapa tahun yang lalu demi Allah. Sampai saat ini penampilanku memang belum sesempurna teman-temanku yang selalu mengenakan gamis dan hijab besar. Tapi aku akan terus berusaha memantaskan diri su...