Kalian pasti tahu kan bahwa hidup berdampingan dengan orang lain dalam waktu lama akan membuka kedok,__ topeng atau apa pun yang biasa kalian sebut__ seseorang. Sama halnya dengan orang pacaran, kalian pernah kan mendengar,__mungkin malah ada teman dekat atau saudara kalian mengalami hal yang sama__ cerita 'saat masih pacaran, si dia terlihat begitu baik, sampai tahan berpacaran bertahun-tahun, tapi begitu menikah, satu tahun kemudian malah bercerai'. Ya, itu karena hidup berdampingan dengan seseorang akan membuka semua kedok, tabir dari seseorang: baik dan buruknya.
Begitu juga dengan pertemanan kelompok KKN kami, karena tiap hari bertemu, berinteraksi, semua yang awalnya menampilkan image ramah lama-lama menampakkan kedok aslinya. Entah karena memang sudah terlalu nyaman berteman sehingga merasa nggak perlu menutipi apa pun, atau memang sudah bosan dengan berpura-pura jadi baik. Seperti aku misalnya, sifat bubur ayamku pun kini lama-lama terbuka karena aku sudah lelah menjadi ramah. Kini keramahanku nampaknya sudah tidak efektif untuk menyatukan mereka. Semua berjalan sendiri-sendiri, beberapa memang masih pada jalur yang benar, tapi selebihnya melenceng entah kemana. Hingga tiap hari kami hanya cekcok dan saling capek mengurus orang lain.
Malam itu, Doni, ketua kelompok kami berinisiatif mengumpulkan anggota. Lucu, bahwa selama sekian purnama, baru kali ini dia bertindak bagai ketua, biasanya sibuk dengan dunianya sendiri. Selalu saja Reza, aku atau Rini yang mem-back up tugasnya.
"Karena sudah banyak keluhan masuk tentang seseorang, makannya malam ini aku kumpulin kalian, buat diskusi bareng buat menyelesaikan masalah." Aneh! Kenapa Doni nggak langsung sebut nama aja. Malah menggunakan kata 'seseorang', itu sangat ambigu.
"Seseorang siapa?" Tanya Arwin.
"Menurut kalian siapa?" Doni bertanya balik.
"Kok pake tanya balik Mas? Langsung aja bilang, anak-anak ngeluh soal Abiel!" Kataku to the point.
"Aku? Kenapa aku?" Dia kelihatannya nggak sadar selama ini sudah nyusahin teman sekelompoknya. Telat datang? Sudah nggak perlu di tanya lagi. Nggak pernah ikut kegitan kelompok? Pernah sih, tapi setengah jarimu di pakai ngitung juga nggak akan habis. Ngeyelan? Nggak bisa kerja sama? Ya ya ya. Sudah lah nggak perlu tanya-tanya lagi, yang jelas, karena sidang ini di lakukan karena seseorang, berarti kesalahan dan kelakuannya sudah nggak bisa di tolerir kan?
Tapi karena aku nggak mau memperpanjang masalah, jadi kubiarkan yang lain menjawab. Aku tetap kalem, dzikir dalam hati, kalau-kalau nanti terjadi peperangan karena tampaknya perdebatan ini makin sengit.
"Piye iki? Ameh di rampungke neng jobo wae tah?" Tanya Reza. Dia memang cowok yang terlihat paling manly di kelompok.
Ya kan... benar dugaanku. Waduh! Waduh! kok sampai nanya mau di selesaikan di luar ruangan, maksudnya mau di selesaikan dengan baku hantam gitu? Melihatku masih kalem saja, Reza tiba-tiba melibatkanku dalam perdebatan. Ya ampun, kenapa harus aku sih?
"Niel! Nyapo diam aja kamu? Ngomong! Kamu yang paling capek di antara kita semua! Ayo ngomong, Niel!"
Ya jadilah aku ikut melebur, menggempur, dalam perdebatan sengit yang aslinya kalau dipikir-pikir di umurku saat ini rasanya terlalu naif dan tidak penting. Tapi kalian tahu kan kawan, bagaimana panasnya darah mahasiswa? Terpantik sedikit saja sudah mendidih. Entah karena beban hidup belum banyak sehingga pikiran dan mulut masih bebas berekspresi atau sebenarnya sekedar ingin diakui. Coba saja kalau sudah punya beban yang mengharuskanmu menyumpali mulut-mulut anak istri yang lapar, pasti nggak akan terlalu memikirkan hal remeh temeh macam itu. Hubungan dengan kawan, jika merugikan maka tinggalkan, jika menguntungkan maka jagakan.
Baik! biar kuingat lagi peristiwa setelahnya. Sepertinya pada akhirnya beberapa orang cewek menangis, tapi baku hantam tidak terjadi. Aku tahu itu hanya sekedar gertak menggertak belaka atau sekedar drama agar cowok terlihat jantan di depan para betina. Tapi perlu di syukuri setelah acara sidang yang seru itu alhamdulillah kami rukun dan gayeng kembali. Setelahnya kami semua bisa tidur nyenyak, bagai suami istri yang malamnya cekcok hebat namun saat subuh tiba, mereka keluar kamar mandi dengan rambut basah, habis keramas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhti Khilaf
Romanzi rosa / ChickLitTiba-tiba ia mencondongkan badan dan mencium bibirku. Astaga! Aku hendak bilang astagfirullah sebenarnya, tapi mengingat bahwa setelahnya aku bukannya menolak tapi malah menginginkannya lagi karena penasaran, jadi dari pada tobatku jadi tobat sambal...