"Flora, lo kenal Jessi anak IPS 1?"
"Pernah denger namanya."
"Semalem dia bilang naksir sama lo di menfess sekolah."
Jus alpukat yang sudah setengah jalan melewati tenggorokan itu mendadak tersendat. Flora terbatuk kaget dan menatap Adel dengan kening berkerut dalam dan mulut menganga. Sekarang Flora tahu kenapa orang-orang memperhatikan dirinya sepanjang lorong pagi ini.
"Gimana lo tahu yang kirim menfess itu Jessi? Itu kan anonim," heran Flora.
"Orang dia ngirimnya begini." Adel menunjukkan layar ponselnya memuat halaman unggahan menfess yang menghebohkan satu sekolah semalam.
"Hah, stress!" seru Flora malu. Dia mengambil ponsel Adel dan menggulir ke bawah, mata Flora bergerak cepat membaca setiap akun yang meninggalkan komentar pada postingan itu. "Dia gila apa gila?"
Adel tertawa keras. "Kata gue gas aja, Flo. Lumayan, tuh, tahun ini Jessi jadi ketua klub dance soalnya."
"Apaan, sih, gak. Ini pasti taruhan, gak ada orang naksir seterang-terangan ini. Dasar caper!"
"Fase pertama naksir orang: denial."
"Adel, gue gebuk lo, ya." Flora mendengus dan mengembalikan ponsel Adel dengan kesal, sementara itu Adel terus tertawa.
"Floraa!" sahut suara lain dari kejauhan. Tanpa perlu berpikir mereka berdua tahu kalau suara itu adalah milik Ashel. Gadis berambut panjang itu langsung duduk di sebelah Flora dengan muka haus informasi. "Lo udah lihat menfess semalem belum?!"
Flora hanya menghela napas panjang dan menjawab singkat, "Udah."
"Ih, irii. Mau juga ditaksir Jessi," rengek Ashel memukul-pukul bahu Flora kecil seperti bocah. "Kalau nggak bisa sama Jessi dapet temennya juga nggak apa-apa, deh."
"Siape?" sahut Adel mengerutkan kening.
"Azizi Asadel." Ashel menompang dagunya dengan kedua tangan dan menerawang ke atas membayangkan hari-hari indah bersama Zee. Adel yang melihatnya seketika pura-pura muntah. "Eh, Flo, gimana?" kejar Ashel.
"Ck, apanya?"
"Lumayan itu Jessi."
"Kan, gue bilang juga apa," sahut Adel. "tadi udah gue bilangin gitu tapi ini bocah satu ngotot banget bilang kalo itu pasti taruhan."
"Aduh, Flora. Lo harus berhenti nonton drama-drama sekolah yang kisahnya begitu, deh. Lo pikir aja Jessi bakal taruhan sama siapa kalo emang itu kaya yang lo kira? Zee? Dia kanan kiri aja kaga tahu apalagi taruhan. Christy? Yang ada ditinggal bengong," ucap Ashel mengingat sifat orang-orang yang kerap terlihat sering bersama Jessi di sekolah.
"Apa, sih? Gue bilang gak, ya, gak. Gue gak butuh jodoh-jodohan, perasaan gue urusan gue," tegas Flora. "kalau dia serius, ya, biar dia tunjukin usahanya. Gue nggak bakal luluh modal confess di menfess doang."
Ashel dan Adel tiba-tiba membeku dengan muka tegang. Flora mengerutkan kening menyadari itu, rasanya ucapannya tidak sebegitu menusuk sampai mereka harus terkejut.
"Oke, kalau itu kemauan terbesar lo." Sekarang giliran Flora membeku. Sebuah tangan tiba-tiba melingkar di bahunya, ketika menoleh ke samping Flora melihat seorang gadis duduk di sana dan tersenyum hangat ke arahnya. Rambut panjang, kulit pucat, mata tajam. Tidak salah lagi, Jessi. Jessi mengalihkan pandangan pada yang lain. "Hai, temen-temennya Flora. Oh, lo pasti Ashel. Gue tahu lo naksir Zee, nanti gue bilangin ke anaknya."
Ashel menarik napas terkejut dan tersenyum. "Jessi, serius? Oh my God, gue harus bales apa buat bantu lo deketin Flora?"
"Nggak perlu." Jessi tersenyum miring dan melirik Flora. "Dia pingin gue buktiin sendiri, jadi gue bakal lakuin sendiri."
"Minggir gak," desis Flora tajam.
"Oh, iya. Maaf." Jessi buru-buru menarik tangannya dari bahu Flora. Sebelum beranjak, Jessi merogoh saku alamamater abu-abunya. "Nih, gue ada sesuatu buat lo, Flo."
Jessi memberikan setangkai bunga kecil berwarna putih, itu adalah bunga liar yang biasa tumbuh di rerumputan pinggir jalan. Adel dan Ashel seketika memalingkan muka ke arah lain menahan tawa.
"Udah naksir gue belum?" Jessi meringis lebar percaya diri.
Flora memandangi Jessi malas. "Apa muka gue kelihatan naksir?"
"Enggak."
"Kalau gitu pergi. Tunggu apa lagi?" usir Flora.
Jessi mengangguk. "Gue coba besok lagi, ya. Bye, Flora."
Flora tak membalas apapun dan mendengus. Setelah Jessi jauh, Flora melihat ke arah teman-temannya yang cekikikan. Dia langsung memandang semuanya tajam. "Apa lucu?" tanyanya garang.
"Gue dukung Jessi, deh," ucap Ashel tertawa.
"Gue juga," timpal Adel.
"Heh, apaan, sih?" Flora melotot.
"Kapan lagi lihat Flora dikasih bunga begini," ucap Adel diikuti tawa Ashel.
"Oi!" Muka Flora merona. Bukan karena bunga pemberian Jessi, tetapi karena ledekan mereka berdua. Melihat itu, Adel dan Ashel semakin semangat tertawa tanpa peduli alasan mengapa pipi Flora memerah. "Stop ledekin gue!"
Bersambung
karena FREYA sudah hampir memasuki babak akhir jadi aku beralih haluan ke floci, soalnya jessi sukanya floci bukan freci 🤣✌️
mumpung masih di prolog, kita bikin kesepakatan aja. jadi yang mau disiksa di sini flora atau jessi? wkwskskwkwei
tapi masa kalian tega menyakiti flora? aku sih enggak 😔
btw jgn sedih terus ya