BAB 2: Tempat Pulang

131 18 5
                                    

"Rumah ini tetap menjadi tempat pulang yang nyaman. Walaupun tanpa kehadiran Mama dan Papa." - Auristella Agnia

RUMAH akan menjadi tempat pulang terbaik untuk siapapun yang memiliki banyak hal indah di dalam tempat tersebut. Keluarga yang harmonis tentunya menjadi idaman setiap orang.

Mental akan selalu terjaga dengan adanya lingkungan yang baik.

"Ela, kenapa sayang?"

Stella mendongakkan kepalanya menatap sang abang yang kini memandangnya khawatir. "Abang...," panggilnya pelan.

"Hei, kamu kenapa? Badannya kenapa luka-luka gini? Siapa yang nyakitin adek abang? Bilang coba. Biar abang balas karena bikin kamu kayak gini."

Samudera Laksana, lelaki yang lima tahun lebih tua dari pada Stella itu merupakan saudara satu-satunya yang ia miliki. Bertugas sebagai seorang Abang bagi Stella, kini tugas Samudera bertambah menjadi figur ayah sekaligus ibu untuk adiknya itu.

"Ela, kenapa diem? Coba bilang sama abang siapa yang bikin kamu jadi kayak gini?" tanya Samuel lagi sebab Stella hanya memandangnya tanpa berucap apapun.

Stella menunduk lalu memandang abangnya itu dengan genangan air mata yang memenuhi pelupuknya. "Abang mau peluk," rengeknya.

Tanpa banyak bicara, Samuel menarik pelan adik kecilnya itu ke dalam pelukannya. "Kalau mau nangis gapapa, Ela. Kamu gak bisa pura-pura kuat di depan abang. Apapun yang terjadi abang selalu sayang kamu," ucapnya menenangkan.

"Abang, makasih banyak karena masih disini nemenin, Ela," ucap Stella di sela tangisannya.

Samuel mengusap pelan kepala Stella berusaha memberikan ketenangan. "Makasih kembali, Ela. Makasih karena kamu berusaha bertahan sejauh ini," ucapnya.

Stella melepaskan pelukan tersebut sembari mengusap air matanya. "Abang tuh best brother ever!"

Kekehan keluar dari mulut Samuel saat melihat aksi lucu adiknya itu. "Yang nganterin kamu pulang siapa?" tanya Samuel.

"Di anterin Jigar tadi," jawab Stella.

Samuel tersenyum hangat. Cowok itu mengenal Jigar dari kecil. Jigar adalah seseorang yang sangat baik sebelum suatu keadaan menghancurkan hubungannya dengan Stella.

Samuel tau, Jigar sangat membenci adiknya semenjak kejadian itu. Bahkan, ia tak pernah lagi melihat Jigar berkunjung ke rumahnya yang notabene bersebelahan dengan rumah cowok itu.

"Kalau semuanya udah selesai, bawa Ela ke tempat yang jauh dari sini, ya?" Ela memandang harap pada Samuel yang kini memilih duduk di sebelahnya.

Samuel mengangguk. "Abang bawa kemana pun Ela mau. Kalau udah capek, stop, ya? Abang gak mau kamu makin sakit karena berusaha jelasin semuanya ke Jigar dari mulut kamu sendiri," ucapnya.

Ela mengangguk lalu menarik abangnya untuk berdiri. "Ela mau makan pasta buatan abang! Buatin dong," pintanya.

"Siap, Elanya abang!" balas Samuel sembari terkekeh pelan. "Ini luka kamu siapa yang ngobatin?" tanyanya lagi.

"Jigar juga. Tadi dia obatin di mobil dulu terus ngajak aku ke rumah sakit. Makanya bisa banyak perban gini di kaki aku," jelas Stella.

EPHEMERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang