BAB 10: ORANG LAMA SELALU MENJADI PEMENANGNYA

203 25 39
                                    

"Jangan berusaha untuk membohongi diri sendiri. Karena sakit yang dirasakan setelahnya akan berlipat ganda."- Baihaqi El Nizam

APAPUN yang terucap di bibir, bisa saja tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran maupun hati. Manusia itu terkadang memiliki sikap egois terhadap diri sendiri. Manusia lebih memilih membohongi diri sendiri yang berakhir menyesalinya.

"Kalau gue pergi, lo janji buat bahagia, ya, Ji?"

Jantung Jigar berdebar kencang ketika Stella mengucapkan kalimat itu. Ia bahkan tidak paham dengan dirinya sendiri. Mulutnya selalu mengeluarkan cacian untuk gadis itu, namun sikapnya seakan menolak segala perkataannya.

"Jangan mati sekarang. Siksaan lo di dunia belum cukup, Auristella," ucap Jigar datar, namun tetap memeluk gadis itu.

Stella hanya terkekeh membiarkan darah bercucuran dari hidungnya. Ia menepuk-nepuk pelan punggung Jigar.

"Pelukan lo memang senyaman ini, ya, Ji?" tanya Stella.

Jigar sama sekali tak bergeming membuat Stella terkekeh pelan. Gadis itu mengusap hidungnya pelan. Ia beralih menumpukan kepalanya pada pundak Jigar.

"Nyaman banget. Suatu saat nanti pasti gue bakal kangen pelukan lo ini."

"Jigar, dunia jahat sama lo, ya?" tanya Stella. Ia bahkan tidak menyadari bahwa dunia lebih jahat kepadanya.

Jigar terkekeh sinis. "Dunia gue jahat kalau lo tetap ada. Dunia gue bakal baik-baik aja kalau lo pergi," balasnya.

Stella berdehem pelan. "Iyaa, nanti dunia lo baik kok," balasnya.

"Kepala gue sakit, Ji."

"Mau tiduran dulu?" tanya Jigar cepat.

Stella tertawa pelan. Jigar berulang kali mengucapkan kalimat penuh kebencian kepadanya, namun cowok itu selalu perduli kepadanya.

Tak memperdulikan pertanyaan Jigar, Stella semakin mengeratkan pelukannya. Air matanya keluar begitu saja membasahi bahu cowok itu.

"Stella?"

"Hm?"

"Are you okay?"

Pertanyaan Jigar itu berhasil membuat air mata Stella semakin deras. Ia meremat pelan seragam putih Jigar yang kini sudah penuh oleh darahnya.

"Sakit, Ji."

"Kepalanya sakit?" tanya Jigar lagi.

Stella hanya diam tak berniat membalas pertanyaan cowok itu. Biarkan dirinya menikmati pelukan hangat dari Jigar ini untuk sementara waktu.

Karena suatu hari nanti ia akan benar-benar merindukan pelukan dari Jigar dan segala hal mengenainya.

"Jigar Genandra."

"Hm?" Entah dorongan dari mana Jigar mengangkat tangannya untuk mengelus pelan kepala Stella.

"Nyaman," ucap Stella sembari memejamkan matanya.

Seragam cowok bertubuh jangkung itu benar-benar dipenuhi oleh darah yang tidak berhenti keluar dari hidung Stella.

Jigar sadar akan itu semua. Dia bisa menyadari dengan cepat bahwa baju yang tengah ia kenakan itu sudah dipenuhi oleh dari Stella.

EPHEMERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang