BAB 9: Tak Terlihat

173 26 8
                                    

"Mulut bisa berbohong, tapi hati tidak."- Attha Gunadhya.

KEBERADAAN seseorang yang sudah bersama kita sejak lama pastinya sangat berharga. Waktu dan kenangan yang bisa menjawab segalanya. Tentang hubungan yang sudah terjalin lama dan tidak berniat hancur sebelumnya.

"Plonga-plongo nyari apaan lo, Ji?" tanya Lathif yang heran sebab sedari tadi Jigar mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantin.

Jigar menggeleng pelan. "Gak ada," jawabnya singkat.

"Mulutnya bilang gak ada, tapi matanya kemana-mana," kekeh Attha.

Baihaqi ikut terkekeh pelan. "Yaelah, Ji, kayak sama siapa aja deh lo. Ngaku aja deh lo nyariin siapa?" tanyanya ingin tau.

"Gak ada," jawab Jigar masih dengan kalimat yang sama.

"Lo nanya Jigar sampai lebaran kuda pun tetep dijawab gak ada sama dia," sahut Damian.

Attha terkekeh pelan. "Gengsi jangan gede-gede amatlah, Ji," ucapnya.

"Maksud lo?" tanya Jigar. Ia memandang bingung pada Attha atas ucapan cowok itu tadi.

"Lo nyariin Stella, kan?" tanya Attha langsung pada intinya. Cowok itu sudah hafal sekali dengan kebiasaan Jigar yang selalu mencari Stella jika gadis itu tidak terlihat di pandangannya.

"Enggak," jawab Jigar mengelak.

Damian tertawa pelan. "Anjirlah jelek amat ngeles lo, Ji. Mulut lo bilang enggak, tapi muka lo udah kayak kepiting rebus."

"Gengsi Jigar setinggi Burj Khalifah," timpal Baihaqi sembari tertawa puas.

Lathif menampar kuat bahu Baihaqi membuat sang empu merintih kesakitan. "Jangan gitu lah, Bai. Dia lagi berusaha bohong tuh," kekehnya.

"Ya, lo gak udah nampar tangan gue kuat-kuat juga bajing! Tenaga lo kayak Thanos!" sungut Baihaqi.

"Halah lembek amat lo. Dipukul dikit doang masa mleyot," cibir Lathif.

"Dikit doang mata lo! Gue colok lobang hidung lo, ya, Tip!" sewot Baihaqi.

Attha menggeleng heran pada kedua temannya yang memang jarang sekali akur itu. Setiap harinya akan ada saja masalah yang mereka berdua perbedebatkan tanpa henti.

Ia beralih memandang Jigar yang masih saja menelisik seluruh kantin itu.

"Gue perhatiin si Ele sama yang lain ada tuh. Cuman Stella doang yang gak ada. Lo gak niat nanya ke mereka gitu?" tanya Attha memancing.

"Bukan urusan gue. Sekalipun Stella mati, gue gak perduli," balas Jigar.

Attha tertawa pelan. "Lo emang kebiasaan nelan ludah, ya?"

"Maksud lo?"

"Gue tau pulang sekolah nanti lo pasti nyamperin dia kan?"

***

Entah apa yang tengah terjadi pada dirinya, Jigar pun tidak tau ingin menyimpulkannya bagaimana. Sekuat apapun ia berusaha membenci Stella, tetap sana usahanya itu akan terbukti gagal karena semua tindakannya kepada gadis itu berbeda.

EPHEMERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang