"Steve, Papa nunggu kamu di ruangannya," Anak yang namanya disebut itu menatap sang ibu dengan penuh tanda tanya
"Papa udah sarapan?" Stevan bertanya kebingungan
"Belum, kita sarapan setelah itu," Jawab Saskia sambil tersenyum, sengaja agar anak laki-lakinya itu merasa jauh lebih tenang
"Aku ngelakuin kesalahan," Stevan menunjuk dirinya sendiri
"Enggak sayang, Papa cuma mau ngomong sama kamu, gih temui dulu," Saskia mengusap bahu anaknya itu, Stevan mengangguk sebelum berjalan menuju ruangan Novan. Diketuknya pintu berwarna coklat itu tiga kali sebelum memegang gagangnya, didalam sana Novan berdiri menghadap jendela
"Papa manggil aku?" Stevan bertanya, Novan membalik badannya guna melihat wajah sang anak
"Iya, ayo duduk dulu," Stevan menurut saja, ia mendekati sang Ayah
"Papa nggak akan bertele-tele, Papa minta sama kamu untuk tidak terlalu dekat dengan anak capres nomor urut dua," Ucap Novan tegas, sedangkan Stevan tampak kebingungan
"Anna?" Tanya anak itu
"Pemilu semakin dekat, jauhi segala sesuatu yang dapat mengancam keselamatan kamu,"
"Anna nggak bahaya Pa, yang ada dia dalam bahaya,"
"Justru karna itu, dia target lawan ayahnya, terlalu dekat sama dia sama dengan menjemput ajal,"
"Maksud Papa jalan sama Anna sama dengan mengantar nyawa?" Stevan menegaskan pernyataan ayahnya itu, Novan tampak mengangguk sambil tersenyum
"Papa tau kejadian semalam, sekalipun secara tiba-tiba semua CCTV jalan mati dan tidak ada berita yang beredar, jauhi anak itu sebelum Papa yang menyeret kamu secara paksa,"
"Papa tenang aja, ini nggak akan berpengaruh sama kerjaan Papa, dan aku nggak akan ngejauhi Anna,"
"Steve, ini bukan tentang pekerjaan Papa tapi keselamatan kamu, jangan keras kepala kalau kamu kenapa-napa yang akan repot itu Papa sama Mama bukan anak itu," Novan mentap anaknya itu tajam
"Target mereka Anna bukan aku, Papa nggak usah khawatir, justru mereka pasti berpikir dua kali mengenai tindakan mereka kalau ada aku,"
"Pemikiran kamu terlalu naif, mereka akan menyingkirkan siapa saja yang berusaha menghalangi jalan mereka. Termasuk kamu, bukan berarti mereka takut hanya karena siapa orang tua kamu, banyak cara yang bisa mereka lakukan untuk membuang kamu, dan bertingkah seolah-olah mereka tidak tau apa-apa," Novan menatap sang anak lekat, tanda dia serius dengan kalimatnya
"Jauhi anak itu, ini perintah!" Pria paruh baya di sana langsung berdiri dan berjalan menuju pintu sedangkan Stevan masih ditempatnya menatap bangku yang tadi diduduki sang ayah dengan rahang yang mengeras dan tangan yang mengepal
Stevan menghela nafas panjang lalu menghembuskannya secara kasar, anak itu berjalan menyusul sang ayah dengan langkah gusar
"Pa!" Stevan memanggil sebelum mereka memasuki ruang makan
"Tidak ada pembelaan," Novan tetap melanjutkan langkahnya membiarkan Stevan dengan bibir yang kembali terkatup rapat, untuk kedua kalinya anak itu menghembuskan nafasnya secara kasar, di pejamkannya kedua matanya guna menenangkan pikiran, lalu tangannya yang tadi terkepal digenggaman oleh seseorang, tepat disebelahnya sang adik tersenyum
"Lo tenang aja, gue selalu dukungan keputusan lo," Kaitlyn berujar dengan senyumannya, Stevan ikut tersenyum sambil mengusap puncak kepala sang adik
Setelahnya mereka berjalan beriringan menuju meja makan, sarapan kali ini tidak terlalu banyak topik pembicaraan yang dibahas, keluarga kecil itu lebih banyak diam dan makan dengan tenang. Stevan tidak ingin berlama-lama pria tinggi itu langsung pamit setelah menghabiskan sarapannya, ia berniat untuk pergi menemui Jeremy.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDING SCENE
Teen FictionBanyak kisah di dalam satu cerita. Tawa, canda, tangis, derita. Namun bagaimanakah akhirnya? Apakah akhir yang bahagia itu memang ada? Ini bukan kisah sikaya dan simiskin melainkan kisah tentang anak-anak kaya raya dengan power dan uang yang mereka...