☆3. Sean dan Ingatan Ayah☆

134 57 301
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya🖤

"Sean mana?" tanya Saga seraya melihat teman-teman futsalnya yang masih duduk di pinggir lapangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sean mana?" tanya Saga seraya melihat teman-teman futsalnya yang masih duduk di pinggir lapangan.

Kelima pemain inti futsal itu saling menatap hingga salah satu dari mereka angkat suara. "Tadi gue nyuruh dia beli air mineral, tapi airnya dianter sama orang lain. Seannya nggak ada."

Saga mengerutkan alis. "Anaknya ngasih tahu Sean di mana nggak?"

"Nggak." Tim futsal itu menjawab kompak.

Menghembuskan napas, Saga menganggukkan kepala. "Kalau gitu gue duluan, mau nyari Sean," ucapnya sembari berpamitan.

Pertama, Saga berjalan agak cepat menuju ke arah kantin. Dia pikir mungkin Sean ada di sana dan sedang mencari makanan yang menggiurkan, mengingat selama ini banyak sekali pantangan memakan sesuatu dari dokter karena fisik anak itu. Maka dari itu, tidak salah jika karena melihat penampilannya yang tampak bagus, Sean jadi lupa kondisi dan membeli makanan tersebut.

Jujur saja Saga juga lumayan khawatir. Dia tahu pasti keadaan Sean. Salah langkah sedikit saja, anak itu harus rawat inap di rumah sakit untuk menolong nyawanya. Sehingga sampai sekarang seluruh anggota keluarga tampak protektif padanya, termasuk Saga sendiri.

Walau tak dapat dipungkiri, terkadang Saga juga agak kesal jika Sean terlalu dimanjakan. Itu akan berakibat dengan sifatnya, takut saja jika suatu saat anak itu mulai mengerti kata bantahan karena terlalu dimanja dan permintaannya tak terkabul.

Sesampainya di kantin, mata Saga menelisik seluruh sudut. Sialnya dia tidak berhasil menemukan sosok yang dia cari, sosok yang kini mulai membuatnya khawatir.

Dia tidak punya pilihan lain selain berkeliling sekolah mencari kembarannya.

Akan tetapi, baru saja dia akan beranjak pergi, dia melihat pintu toilet dekat kantin yang terbuka dari dalam. Alisnya mengernyit, penuh tanda tanya dalam otak. Bagaimana bisa pintu toilet yang rusak dapat dibuka dengan mudahnya dari dalam?

Kebingungannya itu tak bertahan lama saat akhirnya dia melihat Sean yang keluar dari dalam sana, diikuti oleh pemuda SMA yang begitu keluar langsung diam di depan pintu.

Tak ingin menunggu waktu lain, Saga langsung berlari mendekati Sean dengan wajah panik. Apalagi saat menyadari bahwa baju yang dikenakan Sean sangat jauh dari kata rapi. Raut wajah Sean juga nampak begitu tidak baik dan sangat pucat.

"Sean, kamu kenapa? Ada yang sakit? Baju kamu kenapa bisa kotor gini, hm?" Saga bertanya sangat lembut, berharap sang kembaran tidak merasa sedang diintrogasi.

Sean mengangkat wajah, menatap Saga. Detik itu juga mata Saga membulat sempurna kala melihat ada setitik air mata yang menggenang di pelupuk mata sang kembaran.

"Pulang," lirih Sean hampir tak bersuara.

Saga tidak menunggu waktu lebih lama. Dia bergegas menggandeng tangan Sean dan membawanya pergi dari sana, sama sekali tidak peduli akan remaja SMA yang masih menatapnya dan Sean. Kini, yang dia prioritaskan adalah keadaan Sean yang jauh dari kata 'baik-baik saja'.

Sean and the Miracle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang