Pria yang mengenakan jas putih khas seorang dokter itu diam. Memandang seorang pria yang duduk di seberang mejanya bersama seorang wanita. Pria itu yakin, mereka berdua adalah sepasang suami-istri.
"Dokter, bagaimana keadaan Sean? Dia baik-baik saja, kan? Apa terjadi sesuatu yang buruk dengan kondisi tubuhnya?"
"Nyonya, tenang. Saya akan menjelaskan dengan detail keadaan anak Nyonya." Pria itu tersenyum menenangkan, tangannya menyondorkan amplop cokelat yang sejak tadi dia bawa ke arah wanita itu. "Saya tidak mengerti, mengapa kondisi Sean bisa terlihat begitu buruk? Padahal, secara medis dia baik-baik saja. Jika perihal demamnya yang tinggi, itu memang benar faktor imunnya yang lemah dan karena penyakit yang dia derita. Tetapi, soal muntah darah ..."
Sang dokter menghela napas, ada hal yang ingin dia katakan namun tertahan. Dia hanya bisa tersenyum sopan seperti biasa dan melanjutkan, "Itu tidak terjadi karena kelainan organ-organ di tubuhnya. Pihak medis akan mencoba mencaritahu lebih detail terkait kondisi Sean. Maka dari itu, untuk sementara Sean harus dirawat inap sampai kondisinya membaik."
Rani memejamkan mata. Inilah yang paling membuat emosinya tidak stabil sampai harus menuduh Saga macam-macam. Kondisi Sean terlalu lemah, ada penyakit serius yang tertanam di tubuhnya sejak lahir, dan penyakit itu terus menggerogoti imun Sean. Entah sampai kapan anaknya yang satu itu bisa bertahan, yang bisa dia lakukan hanya semaksimal mungkin menjaga Sean agar kondisinya tidak memburuk.
"Nyonya," panggil sang dokter. Rani menatapnya dengan raut bertanya. "Ada yang ingin saya sampaikan dengan suami Anda. Apa Nyonya bersedia keluar sebentar?"
Rani melirik Abi yang sejak tadi hanya diam sambil menunduk. Sulit menebak apa yang ada di pikiran suaminya saat ini, tapi dia yakin Abi tengah ada banyak pikiran. "Kalau begitu saya permisi," ucapnya.
Baru saja dia berdiri, Abi menggenggam pergelangan tangannya. "Jangan salahkan Saga, dia tidak tahu apapun," kata pria itu.
Rani tersenyum dan mengangguk. Setelah itu dia benar-benar pergi dari sana, membiarkan sang dokter menyampaikan apa yang mengganjal di hatinya pada Abi, suaminya.
"Apa kabar ..."
Abi menatap dokter itu tajam, memberinya peringatan secara tak langsung. Hal itu yang membuat sang dokter tersenyum menyeringai.
"... Reano?"
"Kamu sangat berisik, Julian!"
🌌🌌🌌
"Saga, aku mau pulang!" rengek Sean dengan wajah cemberut.
Saga merotasikan bola matanya mendengar perkataan Sean yang sudah dia tebak. Tidak asing lagi jika anak itu meminta pulang saat dirawat di rumah sakit, katanya dia mual dengan bau obat-obatan. Padahal dalam waktu satu tahun, dia bisa masuk ke rumah sakit sampai lima kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean and the Miracle
Fantasyᴀsᴛʀᴏᴘʜɪʟᴇ sᴇʀɪᴇs 𝟷 𝓢𝓲𝓷𝓸𝓹𝓼𝓲𝓼 : Asean Dwilingga hanyalah anak remaja yang tidak bisa berperilaku seperti anak seusianya. Tepat di ulang tahunnya yang ke-15, sang ayah memberinya hadiah sebuah cincin perak. Dia pikir itu hanyalah cincin biasa...