☆ 11. Sean dan Ratu Elf ☆

50 6 0
                                    

"Really? Kau benar-benar marah karena hal kecil itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Really? Kau benar-benar marah karena hal kecil itu?"

"HAL KECIL KAMU BILANG?!" Sean berteriak emosi, menatap tajam Morgan yang hanya mengerjab kaget sekaligus bingung. "Itu termasuk tindak pelecehan pada anak di bawah umur, tahu nggak!" bentaknya.

Morgan mengernyit. "Heh, aku hanya akan memandikanmu, bukan melakukan sesuatu yang buruk. Itu bukan kejahatan."

"Tapi 'kan nggak minta izin ke aku dulu!"

"Niatku baik."

"Tetep aja kamu tuh salah!"

Oke, Morgan menyerah. Sungguh dia sudah malas berdebat dengan bocah kurang ajar seperti Sean. Wajahnya saja polos dan lucu, tapi sifatnya sungguh menyebalkan. Sial sekali dia harus berurusan dengan bocah itu pagi-pagi begini.

"Kalau begitu aku minta maaf," kata Morgan mengalah.

Mata Sean mendelik kesal ke arah sang pangeran. Dia mendecih, "Nggak aku maafin!"

"Kau––"

"Morgan, stop." Julian memijit pelipisnya, pusing dengan perdebatan dua orang di atas kasur itu. Kepalanya serasa mendidih mendengar keduanya adu mulut tanpa ada tanda-tanda akan berhenti, justru semakin menjadi-jadi. "Sean, bisa kau segera pergi mandi? Aku akan menyiapkan pakaianmu," titahnya.

Meski masih kesal, Sean menurut. Dia turun dari kasur dan berjalan hendak ke kamar mandi. Namun, baru beberapa langkah, dia kembali berbalik membuat Julian dan Morgan bingung.

"Ada apa?" tanya Julian.

"Um ...." Sean menunduk malu-malu, menatap Julian dengan tatapan melas, seperti kucing yang minta diadopsi. "Itu––aku nggak tahu kamar mandinya di mana," cicitnya.

Ah, bocah itu ...

🌌🌌🌌

"Morgan, aku mau juga dong punya kerajaan," kata Sean antusias.

Saat ini di kamar luas itu hanya ada Sean dan Morgan, sedangkan Julian pergi keluar terlebih dahulu. Kini tugas Morgan adalah mendandani bocah itu agar tampak lebih rapi ketika keluar, agar tidak mempermalukan diri di hadapan tamu.

Seraya sesekali bercerita pasal kerajaan yang dia pimpin, sehingga Sean yang mendengarnya antusias dan menatapnya penuh binar.

Jujur Morgan heran, baru kali ini dia menghadapi seseorang dengan suasana hati yang mudah sekali berubah. Padahal jelas tadi sebelum mandi, dia dan Sean sedang bertengkar. Anehnya, setelah mandi anak itu malah menempel padanya. Bahkan secara sukarela memintanya untuk menggantikan pakaian anak itu sekaligus membantunya merapikan diri.

Yah, itu bukan masalah besar, setidaknya Sean tidak mengamuk.

"Untuk apa memiliki kerajaan? Kau harus menanggung beban berat jika menjadi pemimpin," kata Morgan sembari menyisir rambut hitam yang lebih muda.

Sean and the Miracle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang