Rani menghela napas. Tatapannya tertuju pada Abi yang tidak dalam suasana hati yang baik. Beralih ke arah si kembar yang saling terdiam. Dia yakin ada sesuatu yang terjadi, karena ini bukanlah suasana keluarganya.
Saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah sederhana mereka. Abi yang menyetir dengan Rani yang duduk di kursi penumpang depan, dan kedua anak mereka yang duduk di kursi belakang.
"Saga," panggil Rani lembut, tatapannya tertuju pada Saga yang duduk tepat di belakang Abi. Melihat Saga yang kini fokus padanya, dia pun lantas tersenyum lembut. "Gimana tadi, udah bicara sama Ayah soal kepindahan kamu?" tanyanya.
Saga mengangguk. "Udah, Bu."
"Saga setuju?"
Rani mengerutkan kening saat Saga mengangguk ragu-ragu. Dia melirik Sean yang diam-diam mendengarkan sembari meremas tangannya. Kemudian, beralih pada Abi yang wajahnya tetap tenang, tapi memegang stir kemudi dengan kuat.
Ah, ada yang tidak beres di sini.
Rani kembali menghadap ke depan. "Kalau mau nolak boleh kok," ungkapnya.
Rani tidak bodoh untuk tidak tahu bahwa ketiga laki-laki berbeda usia itu menatapnya terkejut. Dua yang termuda menatapnya penuh harap, dan satunya menatapnya dengan tatapan kesal.
Sebelum suaminya mengatakan protes, Rani bicara terlebih dahulu, "Dari awal Ibu juga nggak setuju sama kepindahan kamu ke akademi. Ayahmu aja yang pemaksa," ujarnya sedikit menyindir suami.
Sampai sekarang Rani masih marah dengan keputusan Abi. Mungkin marahnya sudah berkurang, tapi kekesalannya tetap saja masih ada.
"Tapi, Ibu juga nggak bisa nolak karena itu untuk kebaikan kalian," sambung Rani. "Mau tahu nggak alasan Ayah sama Ibu minta Saga pindah sekolah?"
"Apa?" tanya Saga penasaran.
Diam-diam Sean juga penasaran, tapi tak berani bersuara karena masih takut dengan ayahnya.
Rani tersenyum kecil. "Sean pasti udah tahu, kalau alasan pertama itu karena kejadian saat kamu diculik. Iya 'kan?" pancingnya agar Sean mau menyahuti.
Sedikitnya Rani bisa menebak bahwa Sean takut berbicara. Entah apa yang sudah terjadi saat dia pergi tadi, tapi dia yakin itu bukan perkara kecil.
Sean hanya mengangguk, membuat Rani menghela napas berat.
Dia tidak akan membahas alasan yang pertama lebih lanjut, karena Saga belum waktunya untuk tahu. Mungkin nanti, saat semuanya sudah mulai terkendali dan jelas.
"Yang kedua, ini berhubungan sama kado dari Ayah bulan lalu." Rani melirik Saga, memberi kode tentang busur. Dia tahu bahwa busur itu tidak boleh diketahui oleh Sean. "Kalau mau pakai kadonya, Saga harus ke akademi itu buat belajar. Soalnya cuma di sana kadonya Saga bisa dipakai dan nyoba ngelatih skill yang Saga punya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean and the Miracle
Fantasyᴀsᴛʀᴏᴘʜɪʟᴇ sᴇʀɪᴇs 𝟷 𝓢𝓲𝓷𝓸𝓹𝓼𝓲𝓼 : Asean Dwilingga hanyalah anak remaja yang tidak bisa berperilaku seperti anak seusianya. Tepat di ulang tahunnya yang ke-15, sang ayah memberinya hadiah sebuah cincin perak. Dia pikir itu hanyalah cincin biasa...