|Shalee
|Makasih ya kemaren
|😔iyaaaa|
santai ajaa|
cepet sembuh ya ravv 🤕||Siapp wkwk
|Thanks lagi yakkShale mendelik kesal begitu mendapati bahwa ia malah menulis ketan menjadi keran, Ia berbalik ke bangku sebelahnya yang ditempati teman barunya itu, Hanna.
“Hanna.” Panggil Shale.
“Hah? Apa?” Sahut Hanna dengan mata yang masih terfokus dengan tugas sekolah di depannya ini.
“Pinjem correction tape.” Kata Shale.
Hanna menggeleng, “gak ada. Jehan kayaknya ada.”
Shale mengangguk samar, memalikkan tubuhnya ke arah Jehan di barisan sebelahnya. “Je, Jehan. Pinjem cotep.”
Jehan berdiam, menahan correction tape di tangannya yang gak segera diberikan ke gadis di sampingnya. Shale bingung, ini orang kenapa, sih..
“Sha, lo punya pacar, kan?” Tanya Jehan tiba-tiba.
Shale mendelik, “apaan ngaco, gak ada.” Jawabnya.
Jehan tersenyum tipis, lalu memberikan correction tapenya, lalu berbalik mengerjakan tugas bahasa Indonesianya itu.
Lah?
Jehan, Gavin, Al, Tama, sama Juan mau main futsal di lapangan deket rumah Gavin yang di Duren Sawit, kebetulan emang geng futsal mereka yang anggotanya bisa dari luar sekolah juga selalu janjiannya di situ.
Rumah Gavin tuh awalnya di Tebet, sekolahnya di Tebet, tapi kalau main futsal di Duren Sawit. Sekarang Rumahnya di Duren Sawit, sekolahnya di Tebet, main futsalnya di Duren Sawit. Jauh, sih, dari sekolah, tapi ya mau gimana, Gavin disuruh pindah sekolah juga gak mau.
“Emang kenapa lu gak mau pindah sekolah, Pin?” Tanya Tama sembari memakai kaus kakinya.
Gavin menggeleng, “nanti gak bisa ketemu pacar..” Kata Gavin dengan raut sedih.
Al menaikkan alisnya terkejut, “lo punya pacar???” Tanyanya heran.
“Punya.”
“Oh, siapa?”
“Juan.”
Terdengan Juan menghela napas kasar, “terserah lu mau ngomong apaan aja, dah.” Katanya malas, yang tentu aja dinalas cekikikan oleh Gavin.
“Ian ikut gak sih?” Tanya Jehan.
“Ikut tapi telat setau gu—”
“WOIIII!!”
Terdengar teriakan dari seberang lapangan, ternyata temen futsalnya yang lain yang baru dateng. Raven dan Hares. Sambil menenteng sepatu futsalnya, Hares berlari dengan kencang lalu memeluk Tama dari belakang.
“Aku kangen banget sama kamu sayang.”
“Bacot, bacot, bacot, bacot, bacot, bacot.”
Raven menaruh tas dan sepatunya di tanah, “Si Arkan sama Ricky gak ikut?” Tanya Raven seraya mengeluarkan barang-barang dari tasnya.
“Kagak, mereka mah basket sejati.” Jawab Jehan dengan gelengan di kepala.
“Mas Arhan sama Mas Wisnu gak ikutan futsal, Vin?” Tanya Juan penasaran.
Gavin melirik bola matanya ke atas kanan, tanda berpikir, “Mas Wisnu gak tau ya, tapi Mas Arhan seharusnya ikut, sih.” Jawab Gavin. “Dah, ayo, siap-siap hompimpa pilih tim.”
Niat hati ingin ikut ke tengah lapangan untuk hompimpa, malah ditahan oleh Jehan.
“Apaan?” Tanya Raven bingung.
“Lo masih digangguin sama si nenek lampir?”
“Hmm... si Nadia? Masih, pantang mundur banget anaknya.” Jawab Raven.
“Mau gue kenalin ke temen gue gak?”
Raven memicingkan matanya bingung, “buat?”
“Jadiin pacar.”
“Gak.”
“Lah, kan enak lu gak digangg—”
“Gak.”
“Cantik orangnya, sumpah.”
“Gak.”
“Terserah lu dah kontol.”
“Lah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
where shale stayed [revisi]
Fiksi PenggemarDo you find yourself comfortable, Shale? About Shale, friends, and every coincidence that leads her to Raven. teen-romance-slice of life-comedy-chick lit