13. Don't let you go

357 40 12
                                    

"Ravi gue harus bicara sama lo" ucap Gama setelah menangani Ian.

Ravi pun mengikuti langkah Gama yang berjalan mendahuluinya. Gama membawa Ravi keruangannya, ia perlu membicarakan hal yang penting padanya.

"Duduk" ucap Gama mempersilahkan Ravi duduk

"Lo tau kan kondisi adik lo? Tau juga kan penyakit yang di deritanya?" Tanya Gama.

Ravi pun mengangguk menjawab semua pertanyaan dari Gama.

"Gue belum lakuin pemeriksaan lanjut, tapi gejala yang muncul itu sudah bisa ketebak,"

"Jadi untuk memastikan dugaan gue, gue harus melakukan pemeriksaan lanjut yang tentu harus disetujui walinya, yaitu elo"

"Ya kak lakuin aja, jujur gue takut lihat Ian kesakitan dan muntah darah tadi" ucap Ravi.

"Heumm,,,bagus kalau lo setuju, gue akan ambil sampel darahnya dan melakukan Rontgen setelah Ian sadar"

"Terus dugaan sementara dari lo bang?"

"Maaf banget gue belum bisa memastikan sebelum melakukan tes .."

Ravi hanya mengangguk paham dengan ucapan Gama tadi sambil menggigit bibirnya karena khawatir.

"Tenang Rav, ini hanya diagnosa gue, gue belum bisa memastikan sebelum ada pemeriksaan, jadi lo tenang dulu ya, semoga diagnosa gue salah" ucap
Gama sambil mengelus tangan Ravi.

"Pokoknya lakuin yang terbaik buat adik gue bang, please gue cuma punya dia"

***

Arsen merasa kesal karena dari tadi Ravi tidak datang dan tidak mengangkat telponnya. Sejak melihat Ravi mengantar Ian ke rumah sakit ia terus menelpon Ravi untuk menguji kira-kira Bang Ravi bakal milih dia atau Ian. Tapi ternyata telpon itu tidak diangkat membuatnya kesal setengah mati

"Oh gitu bang, lo milih Ian dari pada gue?" Ucapnya sambil mengepalkan tangannya kuat.

"Tangan gue gatel banget buat nyingkirin elo Ian" ucapnya lirih, setelah itu ia berjalan menuju suatu tempat.

Ya kali ini Arsen berhasil memasuki ruang rawat Ian, terlihat disana hanya ada dirinya dan juga Ian yang belum sadar. Entah mengapa Arsen suka sekali melihat keadaan Ian yang seperti ini, kebencian menutup seluruh rasa empatinya.

"Hai Ian,, haha bangun ga usah pura-pura kek gitu, bilang aja lo iri kan sama gue? Jadi lo caper ke Bang Ravi" ucap Arsen yang bicara sendiri di hadapan Ian yang hanya diam.

Arsen mengamati masker oksigen yang terpasang di hidung Ian. Seringaian licik pun keluar pada rautnya

"Sepertinya alat ini penting banget ya? Ehm coba gue lepas ya, biar gue tau kalau lo akting atau beneran" ucap Arsen.

Ketika hendak melepas masker oksigen tiba-tiba pintu ruangan terbuka, menampilkan Ravi yang terkejut mendapati Arsen yang berada di dalam.

"Arsen?" Tegur Ravi.

Arsen langsung bersikap seperti biasa dan tersenyum menanggapinya.

"Kok kamu disini? Kamu tahu darimana?" Tanya Ravi.

"Ehm kebetulan tadi waktu aku jalan-jalan liat Ian dilarikan ke UGD bang, jadi Arsen kesini pengen lihat keadaan Ian gimana" ucap Arsen.

"Ohh gitu, dia baik-baik saja kok" jawab Ravi.

"Syukurlah kalau begitu, ehm yauda Arsen balik dulu ke ruang papa ya bang"

"Oke, maaf ya, kayanya gue gabisa nemenin lo dulu deh, sampai Ian mendingan" ucap Ravi sebelum Arsen pergi.

MISTAKE || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang