10. How you feel

387 39 0
                                    

Ravi jadi tidak tenang memikirkan ucapan Bi Ani tadi. Ia terus memfokuskan pendengaran ke kamar sebelah ketika mendengar suara batuk. Bahkan ia sampai bolak balik di depan kamar Ian untuk memastikan adiknya baik-baik saja.

Sedangkan di dalam kamarnya Ian kembali terganggu dengan batuknya. Ia sudah meminum air hangat tapi tetap saja batuknya tidak reda. Bahkan kini rasa anyir mulai terasa di mulutnya, ia segera mengambil tisu untuk menutup batuknya. Benar saja tisunya berbekas darah. Dadanya juga mulai sakit dan sesak karena batuknya ga berhenti.

Saking fokus dengan batuknya Ian tidak menyadari seseorang yang masuk ke dalam kamarnya.

"Diminumin.." ucapnya datar namun berhasil membuat Ian terkejut.

Ian pun membalikkan badan melihat ke arah sumber suara. Ternyata itu suara sang abang yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

"Uhuk...i-ya bang uhuk" ucap Ian dengan susah payah karena batuk nya.

Mendengar suara Ian yang bergetar dan terengah-engah itu membuat nya sedikit khawatir.

Sedangkan Ian berusaha menyembunyikan sesaknya dari Ravi dan menahan batuknya. Tapi kalau batuk benar-benar gabisa ditahan, tenggorokannya sangat gatal.

Setelah terdiam sejenak Ravi pun pergi berniat mengambil sesuatu dibawah.

Ian berfikir mungkin abangnya terganggu karena suara batuknya yang gamau reda. Ia sebal dengan batuknya, akhir-akhir ini semakin parah saja.

Ian memutuskan untuk kembali berbaring dan membekap mulutnya dengan guling ketika terbatuk, agar suaranya teredam. Namun berbaring bukan hal yang tepat, yang ada malah tenggorokannya semakin gatal dan dadanya semakin sesak. Tubuhnya mulai melemas hendak duduk lagi tapi sudah tidak ada daya.

"Uhukk akhh uhukk"

'cklek'

Pintu terbuka menampilkan sang abang yang datang membawa cangkir.

"Nih minum, ini ramuan khusus buatan gue"

Ian pun mengusahakan badannya untuk duduk kembali lalu menyandarkan tubuhnya di headboard.

"T-terimakasih uhuk banghh.."

Dengan tangan bergetarnya Ian mencoba meraih cangkir itu, namun Ravi kembali menjauhkan cangkir itu dari jangkauan Ian.

Tanpa di duga Ravi mendudukkan dirinya di sisi kasur dan berkata "gue bantu"

Mana tega Ravi membiarkan adiknya memegang minuman panas itu sendiri, melihat tangannya yang gemetar ia jadi tidak yakin kalau gelas itu akan berhasil digenggamnya.

Sebelum minum Ian meminta tolong ke abangnya untuk mengambilkan tisu dan setelah itu Ian terbatuk sangat keras hingga darah kembali keluar dari mulutnya. Ian segera menutupi darah itu agar tidak ketahuan sang abang, namun posisi abangnya yang berada persis di depannya sangatlah tidak mudah untuk menutupi itu. Bekas darah di mulutnya masih terlihat.

"Ian lo..." Belum sempat bertanya, Ravi kembali terkejut dengan keluarnya darah dari mulut Ian.

Ravi meletakkan ramuannya ke meja lalu mengelap darah di bibir sang adik dan memberikan air putih yang tersedia di nakas Ian.

"Minum ini dulu" Ravi membantu Ian meminum air putih lalu setelahnya ia mengambil minyak hangat dan memindah posisi di samping Ian.

"Jangan tiduran dulu, sini" ucap Ravi mengarahkan Ian untuk bersandar di dadanya.

Ian tampak ragu, namun Ravi langsung menarik pelan tubuh Ian ke sandarannya. Setelah itu Ravi mulai mengoleskan minyak hangat itu ke dada, punggung dan lehernya. Setelah itu ia memijat pelan punggung Ian agar batuknya mereda.

MISTAKE || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang