Untuk sementara ini, kondisi Fazaira dan Darsa masih sama. Sudah saling menaruh rasa, tapi belum berani melangkah ke hubungan yang lebih terfokuskan. Setelah satu minggu lamanya Fazaira berbaur dengan Darsa, seperti mengunjungi kantin bersama saat di kampus, atau mengerjakan tugas dari dosen bahkan penugasan kelompok sekalipun, mereka terus saja bersama. Fazaira juga sering mengunjungi apartemen Darsa hanya untuk beristirahat atau sekadar mendengarkan cerita, juga bermain bersama empat teman Darsa yang telah dianggap kakak sendiri.
Seperti hari ini, semenjak pemberitahuan di grup kelas bahwa dosen akan mengadakan pertemuan via online, Fazaira diajak Darsa untuk makan siang di apartementnya. Gadis itu telah melewatkan kebersamaan yang sangat hangat du meja makan, melebihi dari sebuah keluarga.
Darsa sendiri sangat senang karena Fazaira bisa menerima semua tingkah absurd kawan-kawannya yang terkadang menyeramkan bagi sebagian orang, apalagi Herawan, dari tampangnya saja banyak orang yang baru mengenalnya langsung dicap lelaki garang.
Lelaki itu melirik satu-satunya gadis yang tengah berkumpul bersama, setelah tertawa puas gadis tersebut memang menarik perhatian Darsa akibat mulutnya yang menguap. Namun, Fazaira tetap saja fokus terhadap perkataan yang masih dilontarkan Rega terkait dengan pembahasan memikat seorang playgirl.
Mata Fazaira sayu sekalu menurut Darsa, ia sangat ingin menarik Fazaira dari kerumunan itu untuk diajak tidur, tapi sisi lain Darsa enggan mengganggu keasyikan gadis itu.
"Ngantuk?" tanya Darsa tanpa mengeluarkan suara, di sela-sela Fazaira yang terus menolehkan pandangan.
Fazaira mengangguk pelan. Kemudian gadis itu beranjak dari duduknya saat Rega, Herawan, Pradika juga Kemilo sudah asik berbincang mengenai pembahasan yang tak lagi Fazaira mengerti.
"Aku mau pulang," keluh gadis itu.
"Eh, jangan. Lagi ngantuk jangan nyetir sendiri, gak baik. Tidur di kamar aku, ya?"
Darsa menggiring Fazaira masuk ke dalam kamar, tanpa sepengetahuan keempat kakaknya. Dengan lunglai Fazaira terbaring di atas ranjang yang lumayan empuk itu.
"Kudengar, semalam kau dipukuli lagi oleh papa, ya?"
Fazaira menolehkan pandangan kearah Darsa yang sedang mencari selimut baru dari lemari, setelah itu Fazaira memandang langit-langit kamar dengan kosong.
Darsa mengetahui kekerasan dalam rumah Fazaira sejak tiga hari lalu, ketika Darsa mendapati gadis itu menangis di rumahnya. Tidak mau keluar dari kamar, Faiza—sang mama yanh merasa tidak enak karena membuat Darsa menunggu lama pun menjelaskan bahwa ayah Fazaira adalah orang yang kasar, selalu tidak merasa puas dengan hasil yang diraih putri tunggalnya.
"Pagi tadi mama yang memberi kabar kepadaku," lanjut Darsa kini sudah menyelimuti tubuh Fazaira. Selepas itu Darsa mengusap-usap pucuk kepala Fazaira agar dapat tertidur.
"Semalam aku belajar keras, ngantuk sekali," keluh Fazaira menggisikkan mata.
Darsa simpulkan, semalam gadis itu tengah belajar untuk pembelajaran hari ini, namun ayahnya datang dan menyerang hingga luka-luka. Selesai penyerangan, Fazaira lanjut belajar untuk lebih memahami materi.
Lelaki itu merasa miris dengan keadaan Fazaira, dikecupnya punggung tangan kecil Fazaira dengan harap gadis itu tidak akan merasa sendirian.
"Terkadang, kita harus menjadi sempurna dulu untuk dihargai, ya?"
Darsa membeku di tempat, seingatnya ia pernah mengeluarkan kalimat tersebut dahulu. Mungkin terhitung ketika awal-awal Darsa mencintai Fazaira, ia pernah memublikasi kalimat itu menggunakan sebuah foto. Aneh jika dipikir-pikir, bahkan sekarang Darsa merasa kegelian atas tindakan kekanakan yang hanya ingin perasaannya terbalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi yang Hilang [Tamat]
Teen FictionJenaka, dia kembali berbohong. Senyumnya tak setulus senyum hari ke belakang. Dia juga menggantungkan nasib terhadap bait yang diciptakan. Jenaka, dia kembali berdusta. Tentang harapan yang tak kunjung tiba membalas perasaannya. Tangan ringkih dia...