Sekuntum bunga telah berada dalam pelukan Fazaira, langkahnya tegar menyusuri deretan makam yang berada di depannya. Dengan penuh kehati-hatian, Fazaira menghampiri sebuah makam yang cukup teduh karena di dekatnya tertanam pohon menjulang tinggi. Gaun putih Fazaira diangkat agar tidak terkotori oleh tanah. Meski sebetulnya Fazaira merasa tidak keberatan dikotori oleh tanah makam orang terkasihnya, tapi mendiang sempat berpesan untuk menjaga gaun putih pemberiannya agar tetap bersih.
"Halo, Fawaz. Aku kembali," sapa gadis itu seraya mengusap batu nisan.
Fazaira sejenak merapalkan doa untuk seseorang yang ia panggil Fawaz itu, sambil menutup kedua mata dan membayangkan kehadiran pemuda yang tewas dua tahun ke belakang.
"Kakak akhir-akhir ini merasa bahagia dan sedih berkecamuk. Sedih karena kondisi rumah kita yang semakin berantakan, dan bahagia karena Kakak punya rumah yang lumayan nyaman." Seperti biasa, Fazaira menceritakam kesehariannya di dunia untuk Fawaz, sesuai janjinya ketika Fawaz masih ada.
Air mata harus Fazaira tahan demi Fawaz tidak menganggapnya sebagai anak cengeng. Cukup mengejek ketika di dunia, Fazaira juga ingin membuktikan bahwa dirinya kuat menghadapi segala masalah. Fawaz tidak menyukai wajah bantal Fazaira yang muncul setelah menangis, maka dari itu sebisa mungkin Fazaira menurut dan menyembunyikannya.
Cerita panjang telah selesais Fazaira menaruh sekuntum bunga itu di atas batu nisan Fawaz. Ia berpamitan pergi. Namun, belum selesai urusan Fazaira di tempat pemakaman ini, ada satu orang lagi yang harus Fazaira kunjungi.
"Apa kabar, Guntur?"
Matanya berbinar indah seraya mengusap-usap batu nisan. Rindunya terhadap sesosok lelaki itu semakin membara, tatkala makam Guntur dipenuhi oleh luluhan tumbuhan liar dan daun yang gugur, sedikit tidak diurus. Berbeda dengan Fawaz, Fazaira yakin banyak teman Fawaz yang berkunjung dan mengurus makamnya sehingga tampak bersih. Sementara Guntur, ia tidak memiliki siapa pun selain Fazaira yang bisa diandalkan.
Fazaira menoleh ke belakang, kepada orang yang tengah berdiri tegap setia menunggunya. "Maaf, sedikit lama."
Orang itu tersenyum dan mengangguk, kemudiam memberi kode kepada Fazaira untuk santai tidak perlu terburu-buru. Gadis itu kembali fokus mengurusi makam Guntur, dibersihkan hingga cantik seperti banyak orang yang mengunjungi.
"Guntur, aku memiliki kekasih baru. Hampir sama baik seperti kamu, bedanya dia tidak pernah balapan, jadi aku bisa sedikit tenang. Maaf, aku ingin membuka hati untuk orang baru, tidak terlalu baru sih karena dia teman kelas kampusku. Kau tenang saja, aku dan dia pasti akan selalu mengunjungi makammu."
Cukup lama Fazaira hanya memandang natu nisan bertuliskan Fawaz Nugraha di atasnya, membiarkan kekosongan dan angin mengilir melewati tubuhnya. Walaupun Fazaira seringkali menyesal atas perbuatannya dahulu karena tidak melarang Guntur untuk mengikuti niatannya, tetap saja masih ada yang terpenting dari itu. Rasa kasihan Fazaira terhadap kesendirian seorang Guntur.
"Sudah dulu ya? Hari ini aku tidak mau menangis," kekeh Fazaira sebelum akhirnya berucap selamat tinggal kepada makam tersebut.
Fazaira menundukkan pandangan, energinya terasa habis setelah mencurah limpahkan berbagai cerita di hadapan dua orang yang pernah hadir dalam kehidupannya, sangat berarti dan terkenang sekali.
Hingga Fazaira tidak menyadari di depan sorang Darsa sudah berdiri tegap untuk menuntun Fazaira yang mulai lemah. Lelaki itu mengambil tangan Fazaira, beriringan menuju parkiran tempat mereka menyimpan kendaraan
"Mereka berdua sangat terkenang, ya?" tanya Darsa mengawali pembicaraan.
Fazaira mengangguk lemah. "Sangat berkenang, mereka pahlawan dalam hidupku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi yang Hilang [Tamat]
Teen FictionJenaka, dia kembali berbohong. Senyumnya tak setulus senyum hari ke belakang. Dia juga menggantungkan nasib terhadap bait yang diciptakan. Jenaka, dia kembali berdusta. Tentang harapan yang tak kunjung tiba membalas perasaannya. Tangan ringkih dia...